Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) telah resmi memutuskan menolak permohonan dalam gugatan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa pilpres 2024 yang dilayangkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Atas dasar itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan akan menetapkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadi pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029 pada Rabu, 24 April 2024.
Baca Juga
"Dilaksanakan di kantor KPU," ujar Ketua KPU Hasyim Asy'ari di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Advertisement
Menurut Hasyim, ada tiga hal penting di dalam putusan MK ini. Pertama, terhadap semua pokok permohonan, baik yang diajukan oleh paslon 01 dan 03 telah dinyatakan semua pokok permohonannya tidak beralasan menurut hukum.
"Oleh karena itu, yang kedua, konsekuensinya adalah semua pokok permohonan dinyatakan ditolak untuk seluruhnya," jelas dia.
Yang ketiga, sebagai konsekuensinya, kata Hasyim, SK KPU Nomor 360 tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilu 2024 secara nasional dinyatakan benar dan tetap sah berlaku.
"SK KPU 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Secara Nasional dianggap benar dan tetap berlaku secara sah. Maka tahapan berikutnya untuk pilpres adalah penetapan paslon presiden dan wakil presiden terpilih pemilu 2024 yang diagendakan KPU akan dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 24 April 2024 jam 10.00 WIB," Hasyim menandaskan.
Sebelumnya, Ketua MK Suhartoyo membacakan langsung putusan untuk gugatan Anies-Muhaimin yang teregistrasi dengan nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024.
"Dalam eksepsi, menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Suhartoyo.
MK juga menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md dalam sengketa pilpres 2024.
"Dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tutur hakim Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Dalam forum sidang, Suhartoyo sempat menyampaikan kepada pihak Ganjar-Mahfud bahwa sebagian besar isi putusan sengketa pilpres 2024 sama dengan yang telah dibacakan selama sidang gugatan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yang teregistrasi di nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024.
Hakim MK Arief Hidayat: Jokowi Suburkan Spirit Politik Dinasti Dibungkus Virus Nepotisme
Hakim konstitusi Arief Hidayat menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa pilpres 2024.
Menurut Arief, pernyataan Joko Widodo alias Jokowi bahwa presiden boleh berkampanye tidak dapat diterima nalar sehat dan etika yang peka.
Bahkan hakim MK Arief Hidayat dengan tegas menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi sebagai upaya menyuburkan politik dinasti dan nepotisme sempit.
Arief pun mengulas bagian kedelapan tentang Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Wakil Presiden dan Pejabat Negara lainnya pada Pasal 299 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 300; dan Pasal 301 UU Pemilu.
Berdasarkan penafsiran sistematis dan gramatikal terhadap pasal tersebut, telah secara jelas diatur bahwa hak presiden/wakil presiden untuk berkampanye digunakan pada saat pasangan calon presiden wakil presiden menjadi pasangan calon presiden wakil presiden dalam kontestasi pemilu. Hal ini tampak pada Pasal 301 UU Pemilu, yakni frasa 'Yang telah ditetapkan secara resmi oleh KPU sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden'.
"Oleh karena itu, apabila presiden/wakil presiden turut mengkampanyekan calon yang didukungnya, maka tindakan ini telah mencederai prinsip moral dan etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang seharusnya dijunjung tinggi, sebagaimana termuat di dalam TAP MPR Nomor V/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa," bebernya.
Secara filosofis, Tap MPR itu lahir sebagai akibat adanya kemunduran dalam etika kehidupan berbangsa, sehingga menyebabkan krisis multidimensi. Untuk memulihkannya kembali, maka MPR kala itu membuat Rumusan Pokok-Pokok Etika Kehidupan Berbangsa sebagai pedoman bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia, dalam rangka menyelamatkan dan meningkatkan mutu kehidupan berbangsa.
"Kembali ke soal perselisihan hasil pemilu, sejak pemilu presiden/wakil presiden tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019 tak pernah ditemukan pemerintah turut campur dan cawe-cawe dalam pemilihan presiden\wakil presiden. Akan tetapi, pada pemilihan presiden/wakil presiden 2024, terjadi hiruk pikuk dan kegaduhan disebabkan secara terang-terangan Presiden dan aparaturnya bersikap tak netral bahkan mendukung pasangan calon presiden tertentu," kata Arief.
"Apa yang dilakukan Presiden seolah mencoba menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus oleh virus nepotisme sempit dan berpotensi mengancam tata nilai demokrasi ke depan," ucap Arief.
Oleh karena itu, Arief menyatakan dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perselisihan hasil pemilihan Umum presiden/wakil presiden tahun 2024 ini, MK sudah sepatutnya tidak hanya sekadar berhukum melalui pendekatan yang formal legalistik dogmatis yang hanya menghasilkan rumusan hukum yang rigid, kaku, dan bersifat prosedural.
"Melainkan perlu berhukum secara informal nonlegalistik ekstensif yang menghasilkan rumusan hukum yang progresif, solutif, dan substantif tatkala melihat adanya pelanggaran terhadap asas-asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil," Arief menandaskan.
Advertisement
Hakim MK Saldi Isra: Bansos Digunakan Sebagai Kamuflase Dukungan ke Salah Satu Paslon
Hakim Konstitusi Saldi Isra menjadi salah satu dari tiga hakim yang sampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa pilpres 2024.Â
Saldi menyampaikan pendapat berbedanya bahwa dukungan Presiden terhadap salah satu paslon semestinya dalam kapasitasnya sebagai pribadi dan bukan sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan.
Menurut Saldi, Presiden dapat berdalih bahwa percepatan program (bansos) yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan program pemerintahan, namun program itu bisa menjadi kamuflase untuk beri dukungan ke salah satu paslon.
"Namun, program dimaksud pun dapat digunakan sebagai kamuflase dan dimanfaatkan sekaligus sebagai piranti dalam rangka memberi dukungan atas pasangan calon peserta pemilu presiden dan wakil presiden," kata Saldi di Gedung MK, Senin (22/4/2024).
Sebab, Saldi meyakini pembagian bansos untuk menaikkan elektoral adalah sebuah keniscayaan. "Berdasarkan pertimbangan hukum dam fakta tersebut, pembagian bansos atau nama lainnya untuk kepentingan elektoral menjadi tidak mungkin untuk dinafikan sama sekali," kata dia.
Saldi mengingatkan agar hal serupa tak terulang di pilkada serentak 2024, perlu ada antisipasi penggunaan anggaran negara saat pemilu.
"Saya mengemban kewajiban moral untuk mengingatkan guna mengantisipasi dan mencegah terjadinya pengulangan atas keadaan serupa dalam setiap kontestasi pemilu," kata Saldi.
"Penggunaan anggaran negara atau daerah oleh petahana, pejabat negara, ataupun oleh kepala daerah demi memenangkan salah satu peserta pemilihan yang didukungnya dapat dimanfaatkan sebagai celah hukum dan dapat ditiru menjadi bagian dari strategi pemilihan," sambungnya.
Saldi menegaskan dalil 01 terkait penyalahgunaan bansos beralasan menurut hukum.
"Kepada semua calon kontestan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah bulan November 2024 yang akan datang untuk tidak melakukan hal serupa. Dengan demikian, saya berkeyakinan bahwa dalil pemohon terkait dengan politisasi bansos beralasan menurut hukum," pungkasnya.