Pro Kontra Caleg Koruptor, Begini Saran Komisi III DPR untuk KPU

KPU, lanjut Arsul, bisa menyelesaikan konflik dua lembaga dengan mengembalikan kepada komitmen partai tidak mendaftarkan bakal caleg mantan koruptor.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Sep 2018, 06:05 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2018, 06:05 WIB
5 Partai Politik Daftarkan Bakal Caleg ke KPU
Sekjen PKB Abdul Kadir Karding (tengah) bersama pengurus DPP PKB memberi keterangan pers usai penyerahan berkas bakal caleg 2019 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (17/7). (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meloloskan 12 bakal calon legislatif yang status mantan narapidana kasus korupsi, pada Pemilu 2019. Namun, KPU bersikukuh tetap melarang mereka ikut pemilu dengan cara menunda status mereka.

Adanya perbedaan sikap ini, membuat anggota Komisi III Fraksi PPP Arsul Sani menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melihat kembali komitmen partai dalam pakta integritas, yang ditandatangani partai peserta pemilu.

"Menurut saya, teman-teman di KPU seyogyanya melihat ini tidak dari putusan Bawaslunya tapi dari komitmen, pernyataan, pakta integritas yang sudah ditandatangani oleh partai-partai. Dari sisi itunya. Jadi tidak timbul ketegangan antara KPU dan Bawaslu," kata Sekjen PPP itu di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (3/9/2018).

Di sisi lain, KPU memiliki kewajiban untuk melaksanakan apa yang direkomendasikan Bawaslu. Sebab sebagai lembaga Ajudikasi, keputusan Bawaslu terkait sengketa harus dijalankan KPU.

Namun, KPU, lanjut Arsul, bisa menyelesaikan konflik dua lembaga dengan mengembalikan kepada komitmen partai tidak mendaftarkan bakal caleg mantan koruptor. Dia mencontohkan di PPP langsung memerintahkan calegnya mengundurkan diri.

"KPU itu punya kewajiban melaksanakan apa yang diputus Bawaslu. Tetapi dalam melaksanakan keputusan, KPU juga bisa kemudian mendasarkan pada pakta integritas. Kalau partainya narik, itu kan selesai," jelasnya.

 

Jadi Dilema

Arsul menilai pro kontra mantan koruptor menjadi caleg menuai dilema. Di satu sisi, larangan tersebut mendukung semangat pemberantasan korupsi. Namun, berdasarkan aturan alasan Bawaslu dinilai tepat melihat Pasal 240 UU Pemilu, membolehkan selama telah mendeklarasikan diri ke publik.

"Karena memang di Pasal 240 UU Pemilu tidak ada syarat-syarat calon yang melarang eks napi korupsi itu tidak boleh nyalon. Sepanjang dia mendeklarasikan diri kepada publik, itu boleh," ucapnya.

Namun, KPU juga berdiri dalam aturan PKPU No. 20 Tahun 2018 Pasal 7 ayat 1 huruf h. Pasal itu berbunyi 'Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.

"Jadi memang kalau kita lihat, dari sisi hukum murni, ada landasan hukumnya putusan Bawaslu itu. Meskipun dari sisi yang lain, sekali lagi dianggap tidak pas," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya