Ini Alasan REI Usulkan Warga Asing Bisa Miliki Properti di RI

Praktik jual beli properti kepada orang asing sebenarnya sudah lama berlangsung di Indonesia namun terjadi di bawah tangan.

oleh Liputan6 diperbarui 25 Jun 2015, 02:32 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2015, 02:32 WIB
Pertumbuhan Properti 2015 Anjlok
Penampakan apartemen di salah satu kawasan di Jakarta, Senin (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Realestat Indonesia (REI) mengaku telah melakukan proses riset sebelum mengusulkan pembukaan keran kepemilikan properti bagi orang asing kepada pemerintah, sehingga usulan itu memiliki dasar alasan yang kuat.

Ketua Umum DPP REI, Eddy Hussy menyebutkan, alasan utama adalah karena praktik jual beli properti kepada orang asing sebenarnya sudah lama berlangsung namun terjadi di bawah tangan. Minat investor asing yang besar itu harus dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan devisa negara.

"Sekitar 30 persen hingga 40 persen properti di Bali disinyalir telah dimiliki oleh warga asing melalui berbagai cara. Hal itu merugikan negara di sektor pajak karena pembelian dilakukan bukan lewat prosedur resmi. Karena itu kenapa tidak dilegal saja agar negara menikmati manfaatnya," kata Eddy yang dihubungi Liputan6.com, Kamis (25/06/2015).

Menurut dia, umumnya mereka menikah dengan orang Indonesia dan membeli properti tersebut. Ada juga yang menggunakan nama warga Indonesia dengan perjanjian di bawah tangan.

Dengan potensi pasar yang cukup besar itu, ungkap Eddy, sebaiknya memang kepemilikan properti bagi warga asing didorong untuk diberikan secara legal, sehingga semua aktivitas jual-beli oleh warga asing bisa dikontrol.

Di sisi lain, kepemilikan asing akan meningkatkan pertumbuhan properti nasional, meski dirinya sepakat tetap perlu ada pembatasan harga sehingga tidak merugikan pasar lokal Indonesia.

Eddy menghitung, jika harga unit yang boleh dimiliki asing minimal Rp 5 miliar atau Rp 10 miliar, maka bila terjual sekitar 10 ribu unit, setidaknya akan ada pendapatan sekitar Rp 50 triliun hingga Rp 100 triliun. Pendapatan sebesar itu memiliki potensi pajak hingga di atas Rp 20 triliun. Angka yang besar untuk mendorong perekonomian nasional.

Alasan lainnya, karena aturan kepemilikan properti asing (foreign ownership) ini sudah diberlakukan lama di banyak negara termasuk negeri jiran Malaysia, Singapura dan Australia.

"Pasar properti Indonesia itu banyak keunggulannya, namun juga memiliki kelemahan karena jangkauan pasarnya terbatas, dan itu tidak kompetitif bagi pengembang lokal. Sementara di beberapa  negara tetangga sudah terbuka luas sekali," papar Eddy.

Akibatnya, saat ini banyak masyarakat Indonesia yang memiliki properti di luar negeri terutama di ketiga negara tersebut.

Seperti diketahui, pemerintah saat ini sedang merevisi PP Nomor 41 tahun 1996 tentang Hak Pakai Properti bagi warga negara asing. Di aturan tersebut orang asing tidak boleh membeli apartemen kecuali berstatus hak pakai dengan jangka waktu selama 25 tahun yang bisa diperpanjang 20 tahun dan ditambah lagi selama 25 tahun.

Pernah timbul wacana agar warga asing diperpanjang masa hak pakainya hingga 70 tahun bahkan 99 tahun untuk meningkatkan daya tarik investasi di sektor properti.

Reporter: Muhammad Rinaldi

(Rinaldi/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya