Pemerintah Proaktif Percepat Pembahasan RUU Tapera

Dalam draf RUU Tapera diusulkan porsi iuran berkisar 3 persen hingga 5 persen yang ditanggung pekerja.

oleh Liputan6 diperbarui 10 Jul 2015, 13:09 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2015, 13:09 WIB
Pembangunan Perumahan
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyatakan komitmen untuk mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera) menjadi undang-undang yang ditargetkan tuntas sebelum akhir 2015 ini. Pemberlakuan undang-undang ini diharapkan dapat menuntaskan kendala pembiayaan dalam penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), Maurin Sitorus mengungkapkan, saat ini RUU Tapera sudah diterima Presiden Joko Widodo dan sedang dilakukan harmonisasi di Sekretariat Negara (Setneg). Pembahasan RUU Tapera kali ini merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Sudah diserahkan ke presiden, dan menunggu persetujuan. Pemerintah proaktif dan mendukung penuh pembahasan RUU Tapera ini untuk mengatasi keterbatasan anggaran di sektor perumahan," ungkap Maurin dalam perbincangan dengan Liputan6.com, Jumat (10/7/2015).

Disinggung mengenai persentase iuran Tapera, diungkapkan dalam draf RUU Tapera diusulkan porsinya berkisar 3 persen hingga 5 persen yang ditanggung pekerja, dan 0 persen hingga 2 persen untuk pemberi kerja.

Besaran iuran Tapera ini menjadi salah satu poin pembahasan yang paling alot pada pembahasan RUU Tapera tahap pertama di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang akhirnya berujung pada penarikan RUU Tapera oleh pemerintah selaku inisiator RUU Tapera ketika itu.

Saat itu, persentase iuran yang dikenakan kepada pekerja dan pengusaha masing-masing diusulkan sebesar 2,5 persen untuk pekerja dan 0,5 persen dibebankan kepada pemberi kerja. Namun atas persentase iuran yang minim itu, pemerintah keberatan karena harus menanggung selisih iuran, terkait masalah keterbatasan fiskal negara.

Saat itu, pemerintah menghitung negara harus mengalokasikan dana hingga Rp 1.420 triliun dalam jangka waktu 20 tahun untuk mendukung program Tapera. Padahal jangka waktu angsuran kredit pemilikan rumah (KPR) maksimal hanya 15 tahun.

"Kami akan mempertimbangkan masukan dari pekerja maupun pengusaha sebagai pemberi kerja terkait persentase ideal yang dapat diterima kedua belah pihak," kata Maurin.

Menurut dia, dengan penerapan UU Tapera nantinya setiap pekerja akan memiliki account sendiri yang dikelola sebuah badan yang dibentuk pemerintah. Setiap pekerja yang telah memperoleh account Tapera berhak atas jaminan kepemilikan rumah atau jaminan dana hari tua.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda memperkirakan, Tapera berpotensi menghimpun dana yang sangat besar dari masyarakat untuk pembangunan perumahan menengah bawah. Mekanisme menghimpun dana sejenis telah berhasil diterapkan di beberapa negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.

"Potensi penggalangan dana dari Tapera diperkirakan mencapai Rp 50 triliun per bulan, sehingga diharapkan mekanisme pelaksanannya harus jelas dan tidak ada celah untuk penyelewengan dana," tegas Ali.

Reporter: Muhammad Rinaldi

(Rinaldi/Gdn)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya