Liputan6.com, Jakarta - Mencari perumahan baru untuk keluarga kecil Anda merupakan sebuah hal yang menyenangkan. Namun saat proses akadnya, tak jarang beberapa orang akan sedikit dipusingkan dengan segenap tahap yang terbilang cukup melelahkan.
Bagi Anda yang sudah terbiasa membeli properti seperti rumah, tanah, atau ruko, pasti sudah paham dengan proses dan segala detailnya. Tetapi bagi Anda yang baru pertama kali membeli, ada baiknya jika tak hanya memahami kondisi rumah namun juga dokumen tertulisnya.
Hal ini dirasa sangat perlu, agar Anda tak mengalami kendala besar di lain hari. Apa saja jenis dokumen tersebut? Simak ulasan yang dilansir dari laman Rumah.com seperti ditulis Kamis (7/1/2016):
Advertisement
SHM (Sertifikat Hak Milik)
SHM merupakan jenis sertifikat dengan kepemilikan hak atas penuh oleh pemegang sertifikat tersebut. SHM juga menjadi bukti kepemilikan paling kuat atas lahan atau tanah karena tidak ada lagi campur tangan ataupun kemungkinan kepemilikan pihak lain.
Status SHM juga tak memiliki batas waktu. Sebagai bukti kepemilikan paling kuat, SHM menjadi alat paling valid untuk melakukan transaksi jual beli maupun penjaminan untuk kepentingan pembiayaan perbankan.
SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangun)
Sertifikat Hak Guna Bangunan adalah jenis sertifikat yang pemegang sertifikat hanya bisa memanfaatkan tanah tersebut, baik untuk mendirikan bangunan atau untuk keperluan lain, sedang kepemilikan tanah adalah milik negara.
SHGB mempunyai batas waktu 30 tahun. Setelah melewati batas 30 tahun, maka pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHGB-nya. Berbeda dengan Sertifikat Hak Milik yang kepemilikannya hanya untuk WNI.
Dilansir dari Wikipedia.org, inilah keuntungan dan kerugian memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan:
Keuntungan
- Tidak membutuhkan dana besar
- Peluang usaha lebih terbuka. Properti dengan status HGB biasanya dijadikan pilihan untuk mereka yang berminat memiliki properti tetapi tidak bermaksud untuk menempati dalam waktu lama.
- Bisa dimiliki oleh non-WNI
Kerugian
- Jangka waktu terbatas
- Tidak bebas
Sertifikat Hak Guna Bangunan bisa ditingkatkan kepemilikannya menjadi Sertifikat Hak Milik, dengan cara mendatangi kantor pertanahan di wilayah tanah/rumah tersebut berada.
Tanah dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut mesti dimiliki oleh warga negara indonesia (WNI) dengan luas kurang dari 600 meter persegi, masih menguasai tanah serta mempunyai Sertifikat Hak Guna Bangunan yang masih berlaku ataupun sudah habis masa. Biaya kepengurusan resmi (tahun 2013) adalah Rp 50.000, bisa disesuaikan di masing-masing daerah.
SHSRS (Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun)
Adapun SHSRS berhubungan dengan kepemilikan seseorang atas rumah vertikal, rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama.
Pengaturan kepemilikan bersama dalam satuan rumah susun digunakan untuk memberi dasar kedudukan atas bench tak bergerak yang menjadi obyek kepemilikan di luar unit, mulai taman, tempat parkir, sampai area lobi.
Akta Jual Beli (AJB)
AJB sebenarnya juga bukan sertifikat melainkan perjanjian jual-beli dan merupakan salah satu bukti pengalihan hak atas tanah sebagai akibat dari jual-beli.
AJB dapat terjadi dalam berbagai bentuk kepemilikan tanah, baik Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Girik.
Bukti kepemilikan berupa AJB biasanya sangat rentan terjadinya penipuan AJB ganda, jadi sebaiknya segera dikonversi menjadi Sertifikat Hak Milik. (Fathia/Ahm)
Foto: Pixabay