Liputan6.com, Jakarta Uang muka atau down payment (DP) merupakan salah satu syarat utama yang wajib ditunaikan saat Anda membeli hunian, baik itu rumah tapak, apartemen, rumah susun, atau properti lainnya.
Besaran uang muka rumah tapak sesuai Peraturan Bank Indonesia sejak Juni 2015 lalu, menetapkan DP KPR konvensional lebih ringan hanya 20% dari sebelumnya 30%, sedangkan syariah menjadi hanya 15%.
Ketentuan tersebut juga berlaku untuk rumah susun, dari DP yang sebelumnya 30% diturunkan menjadi 20%. Sementara untuk kepemilikan rumah kedua, uang muka 30% dan untuk rumah ketiga sebesar 40%.
Advertisement
Tujuan dari adanya pelonggaran Loan to Value (LTV) ini diarahkan untuk membantu masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, dalam memenuhi kebutuhan riil untuk tempat tinggal di tengah eko‎nomi yang melambat.
Meski begitu, rupanya kebijakan ini tidak cukup berpengaruh dalam memudahkan masyarakat untuk memiliki rumah tinggal.
Besaran uang muka 20% masih dianggap memberatkan, mengingat harga properti saat ini sudah relatif melambung tinggi.
Metode yang dilarang
Fisca (27), karyawati di sebuah radio swasta, mengaku masih sulit mengumpulkan dana untuk DP rumah idaman yang berlokasi di kawasan Bintaro.
"Dari berbagai tips yang saya baca melalui artikel, hampir semua menyarankan untuk menerapkan metode menabung," ujarnya.
"Saya sudah melakukan hal tersebut, akan tetapi ternyata harapan tidak semudah yang dibayangkan. Saat tinggal sedikit lagi terpenuhi, harga rumah tersebut melonjak naik," ia menambahkan.
Karena sudah kehabisan ide untuk mewujudkan impian tinggal di rumah sendiri, Fisca sempat berpikir untuk menggunakan dana tunai yang difasilitasi oleh kartu kredit miliknya.
"Kebetulan saya punya dua kartu kredit dari bank swasta berbeda. Mereka kerap menghubungi Saya untuk memudahkan proses pencairan dana tunai pinjaman sebanyak limit yang diberikan kepada saya," Fisca menjelaskan.
"Nominalnya cukup untuk membayar DP rumah. Tapi jujur saya sangat ragu," tambahnya.
Motivator Perencanaan Keuangan, Kaukabus Syarqiyah, dengan lantang melarang penggunaan kartu kredit untuk uang muka rumah. Menurut ibu muda ini, hal ini membahayakan.
"Jangan coba-coba deh pakai dana tunai maupun gesek tunai dari kartu kredit. Pasalnya, bunga dari pinjaman itu sangat besar. Normalnya saja di angka 6%," ia mengingatkan.
"Jadi bayangkan saja berapa cicilan pokok tiap bulan yang harus Anda bayar," wanita yang akrab disapa Kikau ini melanjutkan.
Bahkan Bank Indonesia (BI) sudah melarang keras transaksi menggunakan gestun (gesek tunai) kartu kredit, karena dianggap rentan dan bisa merugikan pihak nasabah, bank, maupun negara.
Salah satu kerugian yang bisa muncul adalah kredit macet. Sebabnya, pihak nasabah tidak mampu membayar semua tagihan yang begitu besar.
Lebih celaka lagi tagihan yang tak terbayarkan itu akan terus berbunga sehingga nasabah akan terjebak dalam hutang tanpa akhir.
Data YLKI yang dikumpulkan dalam rentang Juli-Agustus 2010 misalnya, menunjukkan jika penguna layanan gestun naik 1,02 persen. Tetapi kredit macet yang timbul akibat kartu kredit juga naik hingga 0,45 persen.
Solusi lain?
Kepada Rumah.com, Kikau meminta masyarakat untuk mempertimbangkan tiga aspek penting sebelum memutuskan mencari pinjaman dana segar untuk DP rumah maupun apartemen;
- Pikirkan prioritasnya
- Berapa besar pinjamannya
- Kemampuan finansial untuk mengembalikan pinjaman
Oleh karena itu, menurut Kikau, jalan keluar yang cukup aman untuk ditempuh adalah menggadaikan sertifikat tanah maupun Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), kepada bank atau lembaga pembiayaan yang kredibel.
"Menurut Saya metode ini jauh lebih aman, ketimbang memanfaatkan fasilitas KTA (Kredit Tanpa Agunan) dari bank. Hanya saja Anda dituntut lebih cermat mencari lembaga pemberi kredit yang memberi cicilan dengan suku bunga rendah," tandasnya seraya mengakhiri pembicaraan.
(Baca juga: KTA untuk DP Rumah, Amankah?)