Jaksa Kasus Angeline: Saksi Ahli Margriet Tak Bisa Yakinkan Hakim

Hotma Sitompul mengatakan keterangan yang disampaikan ahli bisa membantah keterangan dokter forensik RS Sanglah.

oleh Yudha Maruta diperbarui 26 Jan 2016, 11:19 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2016, 11:19 WIB
20160111- Kak Seto Jadi Saksi Kasus Pembunuhan Engeline-Bali-Angga Yuniar
Terdakwa pembunuh Angeline, Margriet Megawe saat memasuki ruang sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Senin (11/1/2016). Kak Seto dihadirkan sebagai saksi ahli dalam bidang psikologi anak. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Denpasar - Pengacara terdakwa Margriet Megawe menghadirkan 2 saksi meringankan dalam kasus dugaan pembunuhan bocah Angeline di Pengadilan Negeri Denpasar pada Senin, 25 Januari 2016. Mereka adalah ahli psikologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Reza Indragiri dan ahli forensik dari Universitas Indonesia (UI) Yaya Surya Atmaja.

Dalam kesaksiannya, Reza Indragiri mengatakan sebutan psikopat tidak bisa didefinisikan dengan jelas. Sebutan psikopat itu disampaikan dokter Lely Setyawati, ahli psikologi bidang forensik RS Sanglah terhadap Margriet di persidangan 7 Januari 2016.

Dokter Lely menerangkan, berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi Margriet sesuai BAP, ibu angkat bocah Angeline sebagai sosok wanita agresif, maskulin, penuh amarah, serta memiliki kecenderungan psikopati dan sadis.

"Dengan menggambar, tidak bisa memastikan bahwa dia psikopat  atau tidak. Dan secara ilmu psikologi, kata psikopat itu tidak bisa didefinisikan dengan jelas," ujar Reza Indragiri di depan majelis hakim Pengadilan Denpasar.

Pengacara Margriet, Hotma Sitompul mengatakan, dari keterangan yang disampaikan ahli di depan majelis hakim yang diketuai Edward Harris Sinaga, bisa membantah keterangan saksi yang didatangkan jaksa penuntut umum (JPU), yaitu dokter Lely.

"Kan saya bilang bahwa hasilnya itu seperti hasil peramal, cenayang, karena tidak didukung metode-metode rekaman-rekaman. Itu didukung oleh saksi ahli ini. Bahwa itu semua, kalau membuat kesimpulan seperti Ibu Lely itu harus didukung alat bukti. Kalau tidak, harus diabaikan itu istilahnya tadi. Jadi, kalau ibu ini dikatakan psikopatik macam-macam itu tidak benar," kata Hotma Sitompul usai persidangan.

Angeline (Liputan6.com/Sangaji)

Sementara itu, Jaksa Purwanta Sudarmaji mengatakan keterangan saksi ahli yang dihadirkan bisa dipatahkan. Sebab, dalam psikologi forensik, pelaku akan menutupi perbuatannya.

"Kemudian dari tim penasihat hukum memberikan perbandingan dari ahli-ahli sebelumnya yang mana ahli sebelumnya bukan ahli psikologi forensik, tapi psikiatri forensik. Secara keilmuan itu berbeda, jadi tidak bisa dibandingkan," kata Purwanta.

Selain itu, apa yang disampaikan saksi juga tidak bisa meyakinkan majelis hakim.

"Ahli menjelaskan metodologi berbagai macam, tapi dari pengalaman ahli sendiri dalam perkara Antasari Azhar, jelas sekali di persidangan bahwa ahli tidak menggunakan metodologi baku, tapi kemudian bisa juga menyimpulkan hanya dengan membaca berkas perkara, mengumpulkan informasi dari penyidik kemudian analisis berdasarkan pengetahuan, sudah bisa menyimpulkan," Purwanta menandaskan.

Angeline yang dilaporkan hilang pada 16 Mei 2015 ditemukan tewas mengenaskan pada 10 Juni 2015. Jasad bocah berumur 8 tahun itu dikubur di halaman belakang rumah ibu angkatnya, Margriet Megawe, di Jalan Sedap Malam, Sanur, Bali.

Hasil autopsi jenazah bocah yang bernama asli Engeline itu menunjukkan banyak ditemukan luka lebam di sekujur tubuhnya. Luka bekas sundutan rokok dan jeratan tali juga ditemukan di leher bocah mungil itu. Polisi kemudian menetapkan Margriet Megawe dan pembantu rumah tangga Margriet, Agus Tay sebagai tersangka.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya