Liputan6.com, Denpasar - Sidang kasus pembunuhan bocah Angeline memasuki babak akhir di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali. Tepat pada hari ini atau Senin 29 Februari 2016, sidang memasuki agenda pembacaan vonis terhadap 2 terdakwa.
Pertama adalah ibu angkat Angeline, Margriet Christina Megawe. Sedangkan terdakwa kedua ialah Agus Tay Handa May, mantan pembantu Margriet.
Jaksa menyebut Margriet melanggar Pasal 340 KUHP dan dakwaan kedua melanggar Pasal 76 ayat 1 juncto Pasal 88 Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan dakwaan ketiga melanggar Pasal 76B jo Pasal 77B UU Perlindungan Anak, dakwaan keempat Pasal 76 a jo pasal 77 UU Perlindungan Anak.
Baca Juga
Sementara untuk pembantunya, Agus Tay Handa May, JPU menuntutnya 12 tahun penjara. Agus dianggap bersalah membantu menyembunyikan kematian dengan mengubur jasad Angeline. Sesuai Pasal 76c KUHP juncto pasal 80 ayat 3 UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Dan Senin ini adalah hari ke-131 sejak sidang perdana pada Kamis 22 Oktober 2015 lalu. Banyak kejadian dalam proses persidangan kasus pembunuhan Angeline. Mulai dari aksi berurai airmata dari terdakwa Margriet, Margriet yang ditegur hakim karena menyilangkan kaki saat sidang berlangsung, hingga 2 kakak angkat Angeline yang diusir hakim.
Fakta Mengerikan
Fakta mengerikan juga terungkap dalam persidangan kasus pembunuhan Angeline dengan terdakwa Agus Tay Hamda May. Rupanya saat ditemukan jasad Angeline sangat mengenaskan.
Beberapa organ tubuh Angeline diketahui hilang. Jasad Angeline ditemukan polisi di halaman belakang rumahnya di Jalan Sedap Malam Nomor 26, Sanur, Denpasar, Bali pada Rabu pagi 10 Juni 2015 -- setelah hilang sejak 16 Mei 2015.
Hal itu disampaikan saksi Agung Kusuma seorang petugas dari Polresta Denpasar yang terlibat dalam pengangkatan jasad Angeline dari kuburan di belakang rumahnya.
"Tubuhnya sudah membusuk. Ada lilitan tali di leher korban. Paha kanan tulangnya keluar, hidung sudah tak ada. Mata sudah tak ada lagi, keadaan membungkuk. Tulang tangan kanannya ke luar. Sudah membusuk mayat," tutur dia saat persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa 27 Oktober 2015.
Kesaksian demi kesaksian pun diperdengarkan di meja hijau untuk membuat kasus pembunuhan bocah Angeline terang benderang. Beberapa kesaksian bahkan membuat bulu kudu merinding membayangkan penyiksaan yang dialami Angeline sejak diangkat menjadi anak oleh Margriet Megawe.
Kesaksian Mencengangkan
Mantan satpam ibu angkat Angeline, Dewa Ketut Raka, yang memberikan kesaksian terkait penerawangan salah satu petugas kepolisian melalui kacamata spiritualnya.
"Ada seorang polisi yang ikut jaga bernama Budi Dukun. Dia bilang, 'tadi malam saya habis panggil rohnya Angeline. Dia sekarang sudah meninggal. Dia sekarang di pojok rumahnya. Di arah tenggara," kata Dewa menirukan ucapan Budi di persidangan, Denpasar, Selasa 17 November 2015.
Sementara, seorang saksi bernama Andika Anaconda mengaku di hadapan hakim bahwa dia pernah melihat Angeline diseret ke dalam kamar oleh Margriet Megawe.
Dalam kesaksiannya, Anaconda yang merupakan sopir di supermarket kawasan By Pass Ngurah Rai mengaku melihat Angeline menangis dan diseret ke dalam kamar Margriet. Kemarahan Margriet itu, imbuh Anaconda, karena ada yang menuangkan cairan pembersih lantai ke tempat minum miliknya.
"Saya lihat Angeline diseret dan dibawa masuk ke dalam kamar. Saya dengar Margriet bilang 'Kalau kamu jadi anak itu jujur saja, jangan bohong-bohong jadi anak'. Waktu itu saya juga dengar Angeline jawab 'bukan saya bu'," kata Anaconda.
Adapun Putu Kariani, seorang pembantu rumah tangga Margriet bersaksi selama dirinya bekerja, ibu angkat Angeline itu tidak pernah mengizinkannya masuk ke dalam kamarnya.
"Saya mau bersihkan kamar Margriet, tetapi tidak diizinkan," kata Kariani dalam persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar.
Kariani menuturkan, dirinya yang mulai bekerja di rumah yang beralamat di Jalan Sedap Malam Nomor 26 Sanur itu sejak 7 Juli hingga 10 Juli 2015 dan ditunjuk langsung oleh PT Bali Krisna yang menjadi penyalur tenaganya pertama kali bertemu dengan anak Margriet.
"Saya di SMS perusahaan penyalur tenaga pembantu dari PT Bali Krisna. Saya datang dan bertemu Christine," ungkap dia.
Kariani mengaku selain dilarang memasuki kamar Margriet, dia juga pernah ditegur majikannya itu lantaran melewati lubang kuburan Angeline. Hal itu terjadi lantaran Kariani mengejar ayam Margriet yang terlepas.
"Waktu saya kejar ayam lari ke arah lubang kubur Angeline. Waktu itu Margriet bilang, awas ada lubang. Saya bingung karena tidak ada lubang di situ," papar Kariani.
Advertisement
Yakin Bebas
Adapun jelang sidang putusan, tim penasihat hukum terdakwa Margriet Megawe mengaku optimistis jika klien mereka akan bebas dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Menghadapi sidang pembacaan vonis, Dion mengaku pihaknya tidak melakukan persiapan khusus.
"Itu hak hakim berdasar fakta yang terungkap," ujar Dion saat dihubungi, Sabtu 27 Februari 2016.
Menurut Dion, kliennya tidak terbukti bersalah melakukan pembunuhan terhadap Angeline apabila mengacu dari fakta-fakta di persidangan.
"Margriet harus bebas. Kenapa? Karena, duplik Agus terakhir sudah menjawab tuduhan jaksa. Dia bilang selama tinggal di situ (di rumah Margriet) tidak pernah melihat kekerasan, seperti yang disampaikan Handono dan Susiani," Dion menegaskan.
Di mana dalam fakta persidangan terdakwa lainnya, yakni Agus Tay Handa May yang bekerja kepada Margriet itu tidak mengakui jika ibu angkat Angeline itu melakukan kekerasan terhadap Angeline seperti apa yang dikatakan oleh dua saksi penghuni kos di rumah Margriet.
"Agus itu 24 jam di rumah. Sedangkan Susiani dan Handono cuma 3 sampai 4 jam saja, karena dia berdagang di luar rumah," sambung Dion.
Alasan Dion bahwa kliennya akan terbebas dari hukuman karena Agus mengubah keterangannya terkait telinga Angeline berdarah. Di mana sebelumnya Agus mengaku melihat telinga bocah 8 tahun tersebut mengeluarkan darah. Namun, Agus dalam persidangan mengaku tidak melihatnya, tapi mengetahui dari keterangan Susiani dan Handono.
Agus Cabut Keterangan
"Keterangan Agus itu pada 15 Mei 2015 bahwa Agus melihat telinga Angeline berdarah. Tapi, Agus mencabut keterangan melalui duplik. Melainkan, Agus mengaku hanya mendengar dari Susiani dan Handono," papar Dion.
Menurut Dion, keterangan-keterangan dari Susiani, Rahmat Handono dan Agus sering tidak sama dan menguntungkan kliennya.
"Kenapa kita yakin bebas, karena keterangan telinga berdarah dijadikan motif untuk menuntut klien kami (Margriet). Karena telanjur memukul pada tanggal 15 Mei 2015, maka nyawa Engeline (Angeline) dihabisi pada tanggal 16 Mei 2015," ungkap Dion.
Dion menganggap, apa yang disampaikan oleh mantan pembantu Margriet itu hanyalah sebuah kebohongan. Hal itu dilakukan hanya untuk menutupi perbuatan Agus yang telah membunuh Angeline. "Fakta-fakta itu tidak pernah ada alias bohong. Kami optimistis bebas. Ini kan rekayasa semua," tutup Dion.
Tim pengacara Margriet boleh saja optimistis. Yang terang, baik Margriet maupun Agus Tay saat ini menunggu ketukan palu majelis hakim. Apakah hukuman mereka lebih ringan atau lebih berat dari tuntutan jaksa? Kita nantikan saja.