Jurus Keren Warga Malang Redakan Konflik Rebutan Air

Warga menabung air dengan cara efektif agar cadangan air sumur tak berkurang drastis saat kemarau tiba.

oleh Zainul Arifin diperbarui 17 Mar 2016, 13:00 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2016, 13:00 WIB
Resep Warga Malang Redakan Konflik Rebutan Air
Warga menabung air dengan cara efektif agar cadangan air sumur tak berkurang drastis saat kemarau tiba. (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Malang – Indra, warga Glintung IV RW 23 Kelurahan Purwantoro, Kota Malang, Jawa Timur, kini tak lagi khawatir sumur miliknya akan kering saat musim kemarau. Hal itu sangat berarti karena dengan begitu, ia tak perlu risau akan konflik perebutan air yang sempat terjadi beberapa waktu silam.

Ia ingat betul pengalaman dua tahun lalu. Saat itu, musim kemarau panjang berlangsung tapi air di sumur sedalam 18 meter miliknya menyusut hampir ke dasar.

Kondisi itu memaksanya menurunkan pipa mesin pompa air hingga nyaris menyentuh dasar sumur agar air bisa tetap didapat. Tindakan Indra itu sebenarnya bisa memantik keributan antartetangga lantaran merasa air sumurnya ikut tersedot.
 
"Adu mulut antartetangga masalah pemakaian air sumur dulu biasa terjadi saat musim kemarau panjang. Tapi sekarang sudah tidak lagi, karena tabungan air kami mencukupi," kata Indra, Rabu, 16 Maret 2016.
 
Berkat menabung air, permukaan air sumur warga kini relatif stabil. Jika kemarau tiba, permukaan air enam meter dari bibir atas sumur tak lagi kering. Air sumur dimanfaatkan warga untuk kegiatan mandi, mencuci dan kebutuhan sekunder lainnya.

 Indra dan warga di lingkungan RW 23 dan Kota Malang umumnya berlangganan air di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Namun, air itu hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan memasak saja. Sedangkan, untuk kegiatan mandi, mencuci dan kebutuhan sekunder lainnya memanfaatkan air sumur.
 
"Harus hemat air. Sayang kalau air PDAM dipakai untuk mandi, mencuci motor. Tapi sekarang sudah punya tabungan air," ucap Taufik.
 
Menabung air, kata dia, bukan berarti menyimpan air ke tempat khusus seperti tandon atau di waduk saat musim hujan dan mengambilnya saat memerlukannya di masa kemarau. Menabung air merupakan upaya konservasi air, menjaga ketersediaan cadangan air bawah tanah dengan cara penghijauan hingga ketersediaan kawasan resapan.
 
Gerakan menabung air menjadi solusi atas masalah turunnya permukaan air tanah di kala musim kemarau. Gagasan menabung air bermula saat warga memulai program Glintung Go Green atau penghijauan di kampung pada 2011.

Setiap halaman rumah harus ada tanaman baik itu ditanam langsung atau melalui media pot atau polybag. Warga di pemukiman yang terdiri dari empat rukun tetangga wajib mematuhi aturan itu.
 
"Pernah ada seorang pemuda kampung kami lulusan perguruan tinggi negeri di Jakarta mau menikah, tak saya beri stempel pengantar karena di depan rumahnya tak ada tanaman," ujar Ketua RW 23, Bambang Irianto.

Tetap Berhemat

Tetap Berhemat
 
Mereka tak berpuas diri setelah penghijauan kampung melalui program Glintung Go Green dinilai sukses. Banjir masih menggenangi pemukiman saat hujan lebat mengguyur.

Air sumur tetap surut saat kemarau tiba sehingga harus ada solusi lain atas persoalan itu. Inovasi pembuatan biopori serta sumur injeksi sebagai lubang resapan pun digagas.
 
"Awalnya, rencana itu banyak ditolak warga karena takut air membuat dinding lembab dan keropos," ucap Bambang.
 
Ia pun menggandeng Universitas Brawijaya dan instansi lain untuk membantu sosialisasi tentang biopori dan sumur injeksi. Biopori dan sumur injeksi membantu mengurangi genangan air banjir karena cepat terserap ke dalam tanah.

Di penghujung 2013, satu unit sumur injeksi bantuan perguruan tinggi dipasang di depan rumah Bambang sebagai contoh langsung. Total saat ini sudah ada 503 unit biopori berukuran kecil, 10 biopori jumbo, dan 4 biopori super jumbo.

Pembuatan biopori oleh warga Malang, Jawa Timur. (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Seluruh biopori berukuran jumbo ini berkedalaman maksimal 1 meter. Di dalam biopori diisi sampah organik, seperti dedaunan dan potongan buah, sehingga, selain untuk resapan air juga menghasilkan pupuk kompos yang dapat dimanfaatkan bagi tanaman warga.
 
Sedangkan, lima unit sumur injeksi sudah terpasang dan tersebar merata di kampung tersebut. Sebuah sumur injeksi berbahan beton berdiamater 1 meter dengan sedalam 4 meter.

Bentuk sumur injeksi itu lebih mirip bunker kosong. Tanah di dasar sumur ditutup pasir dan di atasnya ditaburi batu kerikil sebagai filter genangan air yang masuk ke bawah.
 
"Kampung sudah tak lagi banjir karena genangan air cepat meresap ke tanah dengan adanya biopori dan ada sumur injeksi itu," tutur Bambang.
 
Air yang tersimpan di bawah tanah itu menjadi tabungan air bagi warga. Dengan begitu, permukaan air sumur tak lagi menyusut saat musim kemarau. Meski begitu, Bambang tetap meminta warganya bijak dalam menggunakan air.
 
"Saya minta warga lebih bijak menggunakan air. Sering saya tegur warga yang memakai air PDAM untuk menyiram tanaman. Lebih baik pakai air sumur," tutur Bambang.

Solusi Banjir

Solusi Banjir

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat sempat bertandang ke kampung Glintung pada September 2015 silam. Di kampung itu, Djarot belajar dan melihat langsung penerapan biopori dan sumur injeksi yang dianggap berhasil mengatasi masalah banjir sekaligus menjaga ketersediaan air bawah tanah.
 
"Wakil Gubernur Djarot ingin menerapkan konsep ini di Jakarta, terutama sumur injeksi untuk mengurai masalah banjir," ungkap Bambang.
 
Dosen Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang, Ery Suhartanto mengatakan secara filsafat, air yang turun saat hujan 50 persen meresap ke tanah, 30 persen menguap dan 20 persen melimpas.
 
"Kalau kawasan resapan seperti ruang terbuka hijau minim, air yang meresap ke tanah bisa tak lebih dari 15 persen dan lebih banyak melimpas," kata Ery.
 
Biopori dan sumur injeksi yang berfungsi sebagai lubang resapan dapat membantu mempercepat air meresap ke dalam tanah. Cadangan air tanah warga pun berlimpah dan tak khawatir akan terjadi penyusutan permukaan air terutama saat musim kemarau.
 
Hasil penelitian Ery menyebutkan, di beberapa wilayah di Kota Malang, rata–rata air di dalam tanah turun lebih dalam, antara 0,5 meter–1 meter per tahun saat kemarau tiba. Di wilayah Glintung RW 23 Kelurahan Purwantoro, penurunan permukaan air tanah itu bisa dihindari dengan adanya biopori dan sumur injeksi.
 
Ia mencontohkan, sebuah sumur injeksi dengan diameter 1 meter dengan kedalaman 4 meter jika dalam kondisi tertutup rapat mampu menampung 4 ribu liter air. Dengan model terbuka dan langsung terserap ke tanah, bisa diperkirakan ribuan liter air tersimpan di tanah di bawah sumur injeksi dalam sehari saat hujan.
 
"Ini yang dimaksud dengan tabungan air. Biopori dan sumur injeksi sebagai resapan sekaligus menjaga ketersediaan air dalam tanah," tandas Ery.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya