Gajah Kian Terdesak di Tanah Rencong, BKSDA Cari Solusi

Konflik antara gajah dan manusia kerap terjadi akibat perambahan hutan dan pembukaan lahan untuk perkebunan.

oleh Windy Phagta diperbarui 19 Apr 2016, 10:01 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2016, 10:01 WIB
Gajah Sumatera
Gajah Sumatera kian terdesak

Liputan6.com, Banda Aceh - Habitat gajah sumatera terus menyusut akibat konflik antara manusia dengan satwa di Aceh. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh memperkirakan di Tanah Rencong hanya tersisa 530 ekor gajah.

Dalam kurun lima tahun terakhir, BKDSA mencatat 30 ekor lebih binatang bernama Latin Elephas maximus sumatranus itu mati karena berbagai sebab. Di antaranya, perburuan gading, diracun ataupun dibunuh dengan sengaja.

"Menurut catatan kami, ada 530 gajah liar di seluruh Aceh," ucap Kepala BKSDA Aceh Genman Suhefti Hasibuan kepada Liputan6.com, Senin 18 April 2016.

Tiga lokasi yang paling sering terjadinya konflik antara gajah dan manusia terdapat di wilayah Kabupaten Aceh Timur, Aceh Utara, dan Aceh Jaya, Bener Meriah, dan Aceh Barat.

Konflik antara gajah dan manusia terjadi akibat perambahan hutan dan pembukaan lahan untuk perkebunan. Genman menyebutkan, penanganan konflik satwa dan manusia bukan hanya tugas BKSDA. Namun juga harus lintas sektoral, termasuk keterlibatan masyarakat.

"Kita harus saling menghormati. Indikasi kematian gajah dalam tiga tahun terakhir ini karena persoalan konflik satwa dan manusia," Genman menambahkan.

Untuk itu, ia berharap masyarakat dan semua kalangan untuk bersama BKSDA menangani dan mencari solusi penanganan konflik itu.

"Gajah tidak salah dan manusia juga tidak salah. Kita mencari solusi agar tidak ada lagi korban dan kita bisa hidup berdampingan," kata Genman.

Pada Minggu 17 April lalu, misalnya, seekor gajah ditemukan mati di areal perkebunan sawit di Kecamatan Banda Alam, Aceh Timur. Ini adalah kasus kedua kematian gajah sepanjang 2016.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya