Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Kabupaten Lampung Timur berencana menghidupkan kembali Festival Way Kambas di Pusat Latihan Gajah Way Kambas. Acara tersebut terakhir kali digelar pada 2019, setahun sebelum pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia hingga Taman Nasional Way Kambas pun ditutup untuk umum.
Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) menyatakan mendukung rencana tersebut. "Iya kami siap membuka diri untuk pelaksanaan Festival Way Kambas," kata Kepala Balai TNWK MHD Zaidi, di Desa Braja Kencana, Kecamatan Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur, Minggu (2/2/2025), dilansir Antara.
Advertisement
Sejauh ini belum ada tanggal pasti pelaksanaan acara yang disampaikan. Namun, Zaidi menjanjikan bila Festival Way Kambas kembali digelar, pelaksanaannya akan berbeda dari sebelumnya mengingat pengelolaan wisata di Pusat Latihan Gajah Way Kambas sekarang menerapkan konsep wisata baru yang menekankan wisata alam berkelanjutan, ramah satwa, dan pemberdayaan masyarakat sekitar TNWK.
Advertisement
"Kami akan bicarakan ulang konsep Festival Way Kambas dengan pemerintah daerah. Kami buat konsep baru," ujarnya.
Zaidi memberi contoh konsep wisata alam ramah satwa gajah yang dapat diusung dalam gelaran Festival Way Kambas adalah wisata edukasi merawat dan memandikan gajah dan jungle trek mini. "Wisata jungle trek mini ini masyarakat dapat berfoto-foto selfie bersama gajah," katanya lagi.
Sebelumnya, pihak balai menghilangkan atraksi menunggang gajah dari Way Kambas. Pertimbangannya adalah demi kesejahteraan satwa karena atraksi dinilai mengeksploitasi gajah yang ada.
Libatkan Masyarakat di Desa Penyangga Way Kambas
Zaidi menyatakan, dalam pengelolaan kawasan konservasi TNWK, Balai TNWK memberi ruang bagi desa-desa penyangga kawasan hutan Way Kambas untuk berpartisipasi dalam pengelolaan wisata desa yang mendukung konservasi. Total ada empat desa penyangga hutan Way Kambas, yaitu Desa Braja Kencana, Braja Yekti, Braja Harjosari, dan Braja Luhur.
"Tapi, pemerintah desa, pemerintah daerah, masyarakat harus punya konsep wisata yang bersanding, terintegrasi dengan program Balai TNWK," ujarnya lagi.
Kepala Desa Braja Kencana, Kecamatan Braja Selebah, Heru Setiawan mendukung digelarnya kembali Festival Way Kambas. "Adanya Festival Way Kambas ini dapat membawa manfaat ekonomis bagi masyarakat," ujarnya.
Heru mengungkapkan, Braja Kencana sebagai desa penyangga hutan Way Kambas bakal memanfaatkan tanggul sungai, dan hamparan padang savana sebagai objek wisata desa. Hamparan padang savana tersebut kerap didatangi gajah-gajah liar dari hutan Way Kambas.
Masyarakat dapat menyaksikan gajah liar Way Kambas yang sedang makan di padang savana dari tanggul sungai yang berada di Desa Braja Kencana. "Konflik gajah antara manusia dengan gajah di desa kami, dapat diambil sisi positifnya yakni pemanfaatan tanggul sungai sebagai tempat wisata," katanya pula.
Advertisement
4 Gajah Mati di Way Kambas Sepanjang 2024
Mengutip kanal Regional Liputan6.com, empat gajah ditemukan mati di kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung Timur, Lampung, sepanjang 2024. Kasus kematian ini melibatkan tiga gajah liar dan satu gajah binaan dari Pusat Latihan Gajah (PLG).
Humas Balai TNWK, Sukatmoko mengatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, kematian empat gajah itu disebabkan oleh berbagai penyakit. "Tiga gajah yang ditemukan mati merupakan gajah liar. Sementara, satu gajah bernama Rubado merupakan gajah jinak. Sudah ada hasil pemeriksaan laboratorium dari Balai Veteriner Bandar Lampung," kata Sukat, Jumat, 6 Desember 2024.
Pertama adalah gajah betina bernama Bunga yang menjadi salah satu penghuni Pusat Latihan Gajah. Satwa pintar dan penun empati itu mati pada 29 Agustus 2024. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium patologi BVET Bandar Lampung, Bunga didiagnosis mengalami suspect hepatitis dan fibroma (tumor jaringan ikat).
Secara makroskopis, ditemukan penumpukan cairan di perut, yang mengindikasikan gangguan pada hati (pra-hepatik, hepatik, atau post-hepatik). Organ hati Bunga menunjukkan adanya pigmen empedu dalam sitoplasma hepatosit.
Profil 3 Gajah yang Mati
Gajah kedua adalah seekor gajah liar ditemukan mati pada 31 Agustus 2024 di Resort Susukan Baru, Seksi PTN Wilayah I Way Kanan. Jenis kelamin tidak dapat diidentifikasi karena kondisi tubuh yang sudah membusuk selama 2–3 minggu. Berdasarkan struktur gigi dan kerangka, diperkirakan gajah berusia 10–15 tahun. Karena jaringan tubuh rusak parah, penyebab kematian tidak bisa diidentifikasi.
Gajah ketiga yang mati di TNWK adalah seekor gajah betina liar ditemukan mati pada 6 Oktober 2024 di Resort Toto Projo, Seksi PTN Wilayah II Bungur. Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan autolisis (kerusakan jaringan akibat enzim internal) hampir di seluruh organ.
Organ yang terdampak meliputi liver, lambung, jantung, usus halus, paru-paru, dan limpa. Meski demikian, ditemukan proliferasi jaringan ikat pada limpa dan infiltrasi sel radang pada paru-paru.
Terakhir adalah anak gajah jantan bernama Rubado yang ditemukan mati pada 1 Desember 2024 di Elephant Response Unit (ERU) Braja Harjosari. Hasil nekropsi menunjukkan beberapa temuan pendarahan di anus dan kemerahan pada konjungtiva, krepitasi pada paru-paru disertai warna kehitaman, dan cairan kemerahan pada abdomen.
Dugaan kematian akibat shock hipovolemik akibat cacingan (Paramphistomum dan Hookworm). Usia kematian diperkirakan 3--5 jam sebelum ditemukan.
Advertisement