Melongok Sendang Tempat Semedi Favorit Soeharto

Sendang itu sering dikunjungi Soeharto sekitar 1950-an.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 06 Jun 2016, 07:30 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2016, 07:30 WIB
Tempat Semedi Soeharto
Sendang itu sering dikunjungi Soeharto sekitar 1950-an.

Liputan6.com, Semarang - Sendang menjadi salah satu tempat favorit para pelakon tirakat dan bersemedi. Hal itu berlaku pula bagi Presiden ke-2 RI Soeharto. Salah satu sendang favoritnya saat bersemedi adalah di Wonodri Sendang.

Sendang adalah sebutan dalam bahasa Jawa yang berarti pemandian dengan sumber air dari mata air pegunungan. Lokasinya berada di tengah Kota Semarang. Warga setempat berusaha tetap menjaga keberadaan sendang meski makin dikepung permukiman.  

"Sendang ini berkaitan dengan berdirinya Kota Semarang. Bahkan Ki Ageng Pandanaran sebelum memimpin Semarang, ini sudah ada," kata Ketua RW 05 Kelurahan Wonodri, Tri Siswanto, Minggu, 5 Juni 2016.

Menurut Tri, air di Wonodri Sendang tidak pernah kekeringan. Sendang itu sering dikunjungi Pak Harto saat masih menjabat Pangdam Diponegoro. Sebelum berkuasa dan menduduki jabatan presiden selama 32 tahun, Soeharto sering menyepi, bersemedi, dan tirakat di tempat itu.  

Kini, sendang favorit Soeharto itu tetap dijaga warga. Mereka memiliki tradisi membersihkan sendang jelang Ramadan. Khusus tahun ini, tradisi tersebut dilengkapi festival bubur Semarangan.

Festival Bubur Semarangan diawali dengan mengarak aneka bubur yang disusun dalam gunungan dari janur. Menurut Tri, acara ini merupakan modifikasi dari tradisi sebelumnya, yakni menggelar pertunjukan wayang.


"Dulu ada tradisi wayangan, karena kondisi, maka festival bubur. Kalau sendang setiap tahun dibersihkan," kata Tri.

Perwakilan dari 10 RW datang membawa 10 jenis bubur untuk dimakan gratis warga sekaligus mengenalkan keanekaragaman bubur yang ada di Kota Semarang. Festival semakin semarak dengan pertunjukan Tari Gambyong. Ada pula tabuhan rebana yang bernapaskan Islam dan musik akustik untuk menarik anak muda.

"Ada bubur Candil, bubur Telo, bubur Telo Pohong, bubur Sagu, bubur Jangan, bubur Merah Putih, bubur Mutiara, dan bubur Tujuh Warna," kata Tri.

Hajatan tahunan ini juga menggelar pembacaan puisi. Puncak acara dimeriahkan dengan mengarak gunungan bubur dan diakhiri dengan lelang. Hasilnya, bubur itu laku hingga Rp 1 juta.

"Ini dilelang dan hasilnya untuk memperbaiki lampu di sendang agar tidak gelap saat malam," kata Tri.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya