Ngaterna, Tradisi Melepas Calon Haji ke Tanah Suci Asli Brebes

Jika dulu ngaterna calon haji diwarnai isak tangis, saat ini tradisi diisi dengan sukacita.

oleh Fajar Eko Nugroho diperbarui 11 Agu 2016, 15:31 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2016, 15:31 WIB
Ngaterna, Tradisi Melepas Calon Haji ke Tanah Suci Asli Brebes
Ribuan pengantar jamaan calon haji yang menumpang belasan mobil bak terbuka berdatangan ke gedung islamic center Brebes Jateng, Rabu 10 Agustus 2016. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Liputan6.com, Brebes - Masyarakat Brebes, Jawa Tengah, memiliki tradisi unik saat musim haji. Tradisi yang disebut ngaterna atau mengantar jemaah haji merupakan kebiasaan yang telah dilakukan turun temurun dan ditunggu-tunggu masyarakat.

Seperti pada Rabu, 10 Agustus 2016. Saat itu merupakan jadwal keberangkatan jemaah calon haji rombongan pertama yang masuk dalam kloter 7, 8 dan 9. Meski pemberangkatan baru dilakukan pada malam hari sekitar pukul 22.30 WIB, 1.061 jemaah dan ribuan pengantarnya sudah berkumpul di Islamic Center sejak pukul 08.00 WIB.

Meskipun harus menunggu hingga 12 jam lebih, para jemaah calon haji dan ribuan rombongan pengantarnya tetap sabar dan menunggu detik-detik pemberangkatan 28 bus ke Asrama Haji Donohudan Solo. Mereka datang ke asrama menumpang mobil bak terbuka.

Selama menunggu keluarganya berangkat ke Solo, ribuan pengantar itu menikmati suasana halaman Islamic Center yang riuh dengan menjajal beberapa jajanan khas, minuman, atau melihat jualan mainan anak-anak yang tersedia untuk menghilangkan kejenuhan.

"Terus terang saya tidak tahu kapan tepatnya tradisi ngaterna haji ini dimulai. Kata orangtua saya, sudah sejak buyut sudah ada tradisi ini. Ya berarti sudah 50 tahun lebih," ucap Sudirno (55), seorang pengantar jemaah calon haji asal Songgom, Brebes, Jateng.

Yang unik dari tradisi ini, kata dia, setelah jemaah haji Kabupaten Brebes diberangkatkan menuju Asrama Haji Donohudan Solo, masyarakat melanjutkan perjalanannya ke tempat-tempat kuliner bersama keluarganya.

"Kalau ikut rombongan pengantar jemaah calon haji seperti ini, memang keluarga yang ikut mengantar juga mau sekalian rekreasi dan kulineran. Karena kan jarang sekali bisa berangkat bersama-sama keluarga ke Brebes Kota," sambung dia.  

Karena sudah menjadi tradisi, saat hari ngaterna haji dipastikan anak-anak yang bersekolah memilih untuk libur, termasuk para petani dan pekerja lainnya. "Bagi yang pekerja di kantoran pun juga demikian," kata dia.  

Dari sisi sejarah, menurut Pramana (45) yang juga tokoh agama di Ketanggungan Brebes mengatakan, tradisi ini merupakan sambungan dari kebiasaan masyarakat tempo dulu saat mengantar jemaah haji lewat jalur laut di laut pantura Kota Tegal.

Ia menuturkan, pada masa itu, jemaah haji berangkat diiringi tangis kerabat serta tetangganya yang mengantarnya hingga ke lokasi tempat bersandarnya perahu kayu untuk mengangkut jemaah haji ke Arab Saudi. Para calon haji di eks karesidenan Pekalongan mulai dari Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal dan Brebes berangkat dari pelabuhan di Kota Tegal.  

"Baru kemudian dilanjutkan perjalanan laut dengan menggunakan perahu kayu sekitar enam bulan. Tangisan dari kerabat dan tetangga itu karena belum tentu jemaah ini selamat sampai tujuan," ucap Pramana.  

Namun pada era modern seperti sekarang, ketika jemaah haji naik pesawat ke Tanah Suci, menurut dia, tradisi mengantar tersebut masih bertahan dalam bentuk yang lain.  

"Tangisan saat keberangkatan jemaah diganti dengan turut bergembira karena ada kerabat atau tetangganya yang mampu menunaikan rukun Islam kelima tersebut," papar Pramana.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya