Krisis di Laut, Nelayan Trenggalek 'Lari' ke Hutan

Pendapatan nelayan Trenggalek selama masa paceklik nyaris nol.

oleh Liputan6 diperbarui 29 Agu 2016, 22:32 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2016, 22:32 WIB
Tangkapan Nelayan Tak Laku Dijual, Tekanan Pasca-Insiden Natuna?
Nelayan Natuna mengaku senang menjual hasil tangkapan ke kapal-kapal asing karena sangat menghemat biaya transportasi. (Liputan6.com/Ajang Nurdin)

Liputan6.com, Jakarta Sebagian nelayan di sekitar Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur beralih pekerjaan menjadi buruh tani atau berladang di dalam hutan-hutan selama masa krisis atau paceklik ikan berkepanjangan sejak akhir 2015 hingga sekarang.

"Ada yang (kerja) di hutan karena memiliki lahan garapan di hutan kerja sama dengan Perhutani, ada yang kerja di luar Jawa. Namun tak sedikit juga yang menganggur karena memang tak punya aktivitas lain selain nelayan," kata Wakil Ketua Paguyuban Nelayan Prigi Bambang Supiyat di Trenggalek, seperti dilansir Antara, Senin (29/8/2016).

Dia menandaskan situasi paceklik ikan tahun ini benar-benar dirasakan berat bagi nelayan karena pendapatan mereka turun drastis.

Jika saat musim ikan satu kapal porsen bisa mendapat hasil tangkapan antara Rp 20 juta hingga Rp 30 juta per hari, atau satu buruh nelayan mendapat pembagian hasil Rp 1 juta hingga Rp 3 juta per hari, saat ini pendapatan mereka nyaris nol.

Nelayan yang beralih menjadi peladang masih mendingan karena mendapat uang hasil kerja di hutan untuk biaya makan sehari-hari keluarganya, tutur Bambang.

Namun, bagi yang menganggur dan tidak memiliki pekerjaan lain, terutama nelayan andon (pendatang), pilihan mereka hanya bertahan tanpa hasil dengan menjual harta-bendanya, atau pulang ke kampung halamannya masing-masing (andon).

"Harusnya ada alternatif pekerjaan bagi nelayan untuk menyiasati setiap tidak musim ikan, apalagi paceklik," ujar Sobirin, nelayan Prigi.

Menurut Bambang maupun Sobirin, pemerintah beberapa kali memberi bantuan untuk mendorong nelayan beraktivitas di kawasan pesisir, di luar melaut.

Salah satunya yang dilakukan seperti pembentukan kelompok usaha bersama (KUB) pembuatan sarana-prasarana tangkap ikan, keramba udang dan sebagainya.

"Sayangnya KUB yang ada selama ini peran pemerintah hanya setahun dua tahun saja jalan. Setelah itu lepas, sehingga KUB juga tidak efektif mengatasi saat nelayan krisis tangkapan seperti sekarang," ujar Bambang.

Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak mengatakan, pemerintah daerah setempat terbuka untuk pengembangan kapasitas nelayan agar memiliki keahlian tambahan di luar melaut.

Ia menegaskan, setiap aspirasi termasuk permasalahan yang dihadapi KUB akan menjadi bahan kajian yang ditindaklanjuti pemerintah daerah.

"Pengembangan teknologi nelayan, terutama peningkatan kapasitas kapal yang mampu menjelajah berhari-hari hingga kawasan perairan laut dalam menjadi salah satu prioritas kami untuk mendorong kesejahteraan nelayan," kata Emil.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya