Misteri Tumbal Danau Tengkorak di Bantimurung

Danau di Bantimurung cantik dan indah, tapi berbahaya.

oleh Eka Hakim diperbarui 08 Nov 2016, 19:42 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2016, 19:42 WIB
Bantimurung
Ada danau keramat di kawasan wisata Bantimurung

Liputan6.com, Maros - Air terjun Bantimurung yang terletak di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan merupakan salah satu destinasi wisata yang paling terkenal di Sulsel. Selain lokasi yang terjangkau, lanskap alamnya menyejukkan.

Namun di balik itu semua, air terjun Bantimurung ternyata menyimpan cerita misteri tersendiri. Tiap tahunnya ada korban jiwa. Orang menyebut kawasan wisata favorit itu selalu mengambil tumbal.

Ada‎ saja pengunjung yang dinyatakan hilang terbawa arus lalu kemudian ditemukan tewas di lokasi yang agak jauh dari kawasan air terjun Bantimurung.

"Iya selalu demikian, setiap tahun itu selalu memakan korban. Ada-ada saja korban, apalagi ketika memasuki bulan suci Ramadan di mana pengunjung membludak, "kata Norma (68) warga Leang-Leang, Kecamatan Bantimurung, Maros, Sulsel kepada Liputan6.com, Selasa (8/11/2016).

Lokasi awal hilangnya korban juga sama, yakni hilang saat berada di danau yang tampak memiliki air tenang dan sejuk. Lokasi tepatnya sebelum sampai ke gua mimpi Bantimurung.

Danau yang memiliki air tenang itu diyakini masyarakat sekitar sebagai danau keramat yang telah memakan banyak korban sebagai tumbal tiap tahunnya.

"Tepat sebelum sampai ke gua mimpi ‎dalam kawasan Bantimurung ini juga terdapat sebuah air terjun kecil yang airnya jatuh ke danau yang dimaksud. Jika dilihat, permukaan danau itu sangat tenang sehingga menarik pengunjung untuk berendam. Namun di situlah, korban selalu hilang dan kemudian ditemukan tewas di sungai sekitar pemukiman warga," tutur Norma.

Di dasar danau yang dianggap keramat tersebut ada arus yang cukup kuat sehingga korban tertarik kuat dari baw‎ah dan kemudian menghilang.

"Menurut keyakinan masyarakat, di bawah danau itu ada kerajaan kera yang sifatnya gaib. Biasanya yang menjadi korban yakni pengunjung yang bersifat sombong atau takabur," ujar Norma.

Karena keseringan memakan korban, danau keramat yang dikenal dengan nama danau tengkorak itu, kata Norma, ditutup oleh petugas wisata air terjun Bantimurung dengan menggunakan pagar kawat.

"Lebih baik demikian, kalau ingin berkunjung ke sini cukup nikmati air terjun yang di bawah saja, jangan ke danau yang berada di atas bukit sana karena itu tadi sering memakan korban. Memang danau itu cantik pemandangannya dan airnya tampak tenang dan sejuk namun diam-diam sangat membahayakan bagi pengunjung," kata Norma.

Asal Muasal Air Terjun Bantimurung

Sejarah umum penamaan wisata air terjun Bantimurung sendiri, diketahui berawal ketika munculnya perjanjian Bungaya 1 dan II (1667-1669). Maros dahulunya dikuasai langsung oleh Belanda.

Hal ini menjadikan bentuk-bentuk pemerintahan atau kerajaan-kerajaan kecil yang berada di dalam wilayah Kerajaan Maros diformulasikan dalam bentuk Regentschaap yang dipimpin oleh penguasa bangsawan lokal bergelar Regent setingkat bupati.

Setelah itu, Maros berubah menjadi Distrik Adat Gemenschaap yang dipimpin oleh seorang kepala distrik yang dipilih dari bangsawan lokal dengan gelar Karaeng, Arung atau Gallarang. Kerajaan Simbang merupakan salah satu Distrik Adat Gemenschaap yang berada dalam wilayah Kerajaan Maros. Distrik ini dipimpin oleh seorang bangsawan lokal bergelar Karaeng.

Pada sekitar 1923, Patahoeddin Daeng Paroempa, menjadi Karaeng Simbang. Ia mulai mengukuhkan kehadiran kembali Kerajaan Simbang dengan melakukan penataan dan pembangunan di wilayahnya.

Salah satu program yang dijalankannya ialah dengan melaksanakan pembuatan jalan melintas Kerajaan Simbang agar mobilitas dari dan ke daerah-daerah di sekitarnya menjadi lancar.

Pembuatan jalan ini, rencananya akan membelah daerah hutan belantara. Namun, pekerjaan tersebut terhambat akibat tiba-tiba terdengar bunyi menderu dari dalam hutan yang menjadi jalur pembuatan jalan tersebut.

Para pekerja kala itu tak berani melanjutkan pekerjaan pembuatan jalan karena adanya suara gemuruh yang kedengarannya sangat keras tersebut. Karaeng Simbang yang memimpin langsung proyek itu pun penasaran lalu memerintahkan seorang pegawai kerajaan untuk memeriksa ke dalam hutan belantara mencari asal suara keras itu.

Usai sang pegawai kerajaan melakukan pemeriksaan di lokasi, Karaeng Simbang lalu bertanya dalam berbahasa Bugis, “Aga ro merrung? Yang artinya suara apa itu yang bergemuruh?.

"Benti, Puang atau Air Tuanku," jawab sang pegawai tadi.

Mendengar laporan tersebut, Karaeng Simbang lalu berkenan melihat langsung asal sumber suara gemuruh yang telah ditemukan itu. Karaeng Simbang terpana dan takjub menyaksikan luapan air yang begitu besar merambah batu cadas yang mengalir jatuh dari atas gunung.

Karaeng Simbang pun berkata “Makessingi kapang narekko iyae onroangngnge diasengi Benti Merrung!“ atau artinya mungkin ada baiknya jika tempat ini dinamakan air yang bergemuruh. Dari situlah bentimurung terus berkembang dan kemudian diucap dengan bantimurung.

Kawasan wisata alam Bantimurung terletak di lembah bukit kapur, dikelilingi pemandangan indah dan berhawa sejuk. Untuk ke lokasi pengunjung bisa menggunakan angkot atau kendaraan pribadi. Jaraknya 12 kilometer dari ibukota Kabupaten Maros, atau sekitar 45 kilometer dari pusat kota Makassar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya