Ayo Tanam Cabai di Lahan Kantor Kecamatan

KPPU sebut ada permainan harga cabai oleh kartel di Sulawesi.

oleh Eka HakimAbelda RN diperbarui 25 Jan 2017, 12:33 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2017, 12:33 WIB
Tanam Cabai
Gerakan menanam cabai di Makassar (Liputan6.com / Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Camat se-Kota Makassar mulai bergerak cepat memanfaatkan lahan tidur di daerahnya masing-masing guna mewujudkan badan usaha lorong (Bulo) yang telah dirancang oleh Wali Kota Makassar dalam menyiasati masalah kenaikan harga cabai.

Salah satunya yang dilakukan Camat Manggala, Ansyar Umar, yang berada di pinggiran Kota Makassar, berbatasan dengan Kabupaten Gowa. Secara gotong royong, camat mengajak masyarakatnya memanfaatkan lahan tidur milik masing-masing.

Ribuan bibit cabai dan sayuran yang telah disediakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar melalui Dinas Pertanian Makassar disebar di lahan-lahan tidur.

Tak hanya itu, lahan kantor camat pun turut dimanfaatkan dengan ditanami bibit cabai dan sayuran yang nantinya ketika panen akan dijual ke pasaran.

"Program Bulo sangat bermanfaat untuk menjawab tantang ekonomi yang saat ini dirasakan masyarakat. Salah satunya kenaikan cabai yang begitu drastis, "kata Ansyar kepada Liputan6.com saat ditemui di sela-sela menanam bibit cabai bersama stafnya di halaman kantor Kecamatan Manggala Makassar, Minggu, 22 Januari 2017.

Ansyar berharap dengan dimanfaatkannya halaman kantor kecamatan menjadi lahan produktif untuk tanaman cabai juga dapat menjadi contoh dan motivasi masyarakat Manggala.

Warga diminta turut berbuat sama dengan memanfaatkan lahan di sekitar tempat tinggalnya agar selain hijau juga bisa bernilai ekonomis dengan ditanami cabai.

"Soal bibitnya gratis ke kantor camat saja ambil jika ada masyarakat ingin menanam cabai di sekitar rumahnya," kata Ansyar.

Dengan adanya kegiatan Bulo, ke depannya masyarakat dipastikan tak ada lagi yang mengeluh menyikapi adanya kenaikan cabai. "Ke depannya kita juga tak pusing jika ada kenaikan cabai karena jauh hari kita sudah antisipasi dengan menanam cabai sendiri," ucap Ansyar.

KPPU Balikpapan Sebut Ada Permainan Cabai

Ilustrasi Harga Cabai
Ilustrasi Harga Cabai

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga ada permainan kartel yang mempermainkan harga cabai. Harga cabai melambung tinggi di pasar kota/kabupaten Kalimantan Timur mencapai Rp 100 ribu hingga – Rp 150 ribu per kilogramnya.

"Informasinya mereka sudah bersepakat soal harga cabai dijual di Balikpapan," kata Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Balikpapan Ahmad Muhari, Rabu (25/1/2017).

Provinsi Kaltim tergantung pasokan sembako dan sayur sayuran dari Sulawesi dan Jawa. Distributor menentukan harga pasaran sembako dan sayuran sesuai keinginan mereka sendiri.

Ahmad mengaku sudah mencocokan data dari pedagang sayuran di Kaltim soal lonjakan harga cabai. Kesimpulannya, menurut dia, ada indikasi kesepakatan atau kartel di antara distributor cabai dari Sulawesi Selatan.

KPPU Balikpapan sudah menyurati KPPU Makassar soal indikasi praktek kartel distribusi cabai Sulawesi Selatan. KPPU Makassar akan mengecek kebenaran informasi ini.

"Kita akan sampaikan kepada KPPU Makassar, kalau memang itu ada kesepakatan berarti itu kartel. Nah kartel nah KPPU yang akan menindak tegas. Karena itu informasi yang kami terima dari para pedagangan," ujar Ahmad.

Menurut dia, harga dari produsen di Sulawesi sudah mahal yakni Rp 62 ribu per kg. Pasokannya pun terbatas. Apalagi, cabai juga pengirimannya terpaksa lewat pesawat.

Hal itu karena pasokan kurang, sementara kebutuhan cabai di Balikpapan cukup tinggi. Itu juga yang membuat harga cabe melambung. "Memang jadi ekslusif karena dibawa pake pesawat, karena memang butuh cepat," tutur Ahmad.

KPPU Balikpapan bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Balikpapan, Disperindagkop Balikpapan maupun kepolisian memantau harga cabai ke pasar tradisional. Hasil pantauan tim gabungan tersebut, rata-rata para pedagang mengeluhkan harga cabai yang tinggi di tingkat produsen di Sulawesi.

Para pedagang pun mengaku, terpaksa tak berani ambil banyak karena harganya yang mahal. Jumlah pembeli pun menurun dratis. Selain dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, cabai juga didatangkan dari Jawa Timur.

"Cabai rawit yang mahal merupakan cabai rawit merah, untuk mengurangi harga maka cabai merah di campur dengan cabai putih," kata Usman penjual cabai rawit di Pasar Pandansari, Balikpapan Barat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya