Parfum Maskulin hingga Obat, Alternatif Pemanfaatan Tembakau

Parfum aroma tembakau disebut lebih maskulin dan bebas nikotin. Alternatif baru memanfaatkan tembakau untuk produk turunannya

oleh Zainul Arifin diperbarui 05 Feb 2017, 11:31 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2017, 11:31 WIB
Parfum Maskulin sampai Obat, Alternatif Pemanfaatan Tembakau
Parfum aroma tembakau hasil penelitian di Balai Penelitian Tanaman Manis dan Serat (Balittas), bebas nikotin dan tetap maskulin (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Liputan6.com, Malang - Tembakau selama ini diidentikkan dengan rokok sebagai produk turunannya. Padahal, tanaman dengan aroma khas ini bisa dimanfaatkan menjadi berbagai produk lain yang ramah lingkungan dan tak mengancam kesehatan.

Misalnya, parfum beraroma tembakau dan pestisida nabati pembasmi hama tanaman tanpa kandungan nikotin. Kedua produk itu sudah diuji secara ilmiah, sebagai hasil penelitian di Balai Penelitian Tanaman Manis dan Serat (Balittas) Malang, Jawa Timur.

Peneliti tembakau di Balittas, Elda Nurnasari mengatakan, daun tembakau dari varietas apapun bisa diekstrak agar menghasilkan minyak atsiri sebagai bahan parfum aroma tembakau.

"Semua jenis tembakau bisa diekstrak, sepanjang itu bukan tembakau rusak yang sudah tak lagi beraroma," ucap Elda di Malang, Jumat, 3 Februari 2017.

Sebanyak dua kilogram tembakau jika diekstrak bisa menghasilkan sedikitnya empat mililiter minyak atsiri. Selanjutnya dipadu dengan bahan lain nonkimia agar aroma tembakau tak terlalu kuat. Namun, rendemen bisa ditingkatkan lagi jika seseorang menyukai aroma yang lebih kuat.

"Parfum ini memang beraroma tembakau, tapi tetap bebas nikotin karena yang diambil hanya minyak atsirinya saja. Jadi, parfum ini tetap aman," Elda memaparkan.

Menurut dia, parfum tembakau ini masih langka di Indonesia. Tetapi, parfum sejenis buatan Prancis telah masuk ke pasar dalam negeri dan dijual dengan harga yang lumayan mahal. Parfum tembakau hasil penelitian Balittas belum ditawarkan ke kalangan industri dalam negeri.

"Parfum tembakau buatan eropa diberi label Tabac Parfum. Ada yang menyebut aroma parfum tembakau lebih maskulin,” ujar Elda.

Peluang untuk Petani Tembakau

Parfum Maskulin sampai Obat, Alternatif Pemanfaatan Tembakau
Bio Oil atau pestisida nabati dari tembakau, baik untuk obat hama di pertanian organik (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Peneliti tembakau sebagai bio oil atau pestisida nabati, Heri Prabowo mengatakan, daun sampai batang tembakau bisa dimanfaatkan untuk pestisida tanaman terutama di pertanian organik. Proses pembuatannya pun relatif mudah.

"Pestisida nabati ini untuk hama tertentu di lahan pertanian organik. Ini nonnikotin, sehingga tak merusak unsur tanah dan hasil pertanian tetap aman dikonsumsi,” tutur Heri.

Proses pembuatannya, daun tembakau dipanaskan dalam suhu 250 derajat di ruang kedap udara. Ini agar proses pemecahan molekul bisa sampai tingkat dasar. Sebanyak satu kilogram tembakau bisa menghasilkan 300 mililiter bio oil.

Pestisida nabati ini bahkan bisa dibuat sendiri oleh para petani dengan konsep kelompok tani. Jika petani tembakau mau memanfaatkannya, maka bisa menekan biaya produksi mereka untuk obat hama tanaman.

Selain untuk parfum dan pestisida, tidak menutup kemungkinan tembakau bakal dimanfaatkan sebagai obat. Saat ini, Balittas masih meneliti kandungan protein hayati dalam tembakau untuk bahan pengobatan.

Penanggung Jawab Program Penelitian Tanaman Tembakau Ballitas, Djayadi mengatakan, penelitian terhadap protein tembakau sebagai bio farmaka atau bahan pengobatan baru saja dimulai.

"Harapannya bisa jadi semacam salep untuk obat luka luar. Protein dalam tembakau bisa membantu jaringan sel kulit yang terbuka karena luka agar menutup kembali. Ini dalam proses penelitian,” ujar dia.

Djayadi tak memungkiri selama ini tembakau lebih dikenal menghasilkan rokok sebagai produk turunannya. Padahal, diversifikasi tembakau menghasilkan produk nonrokok sebagai turunannya sangat memungkinkan. Dengan demikian, ada nilai tambah tanaman tembakau untuk kesehatan masyarakat.

Tembakau Indonesia Kaya Varietas, Minim Pemanfaatan

Parfum Maskulin sampai Obat, Alternatif Pemanfaatan Tembakau
Ada seribu lebih varietas tembakau di Indonesia, tapi lebih banyak menjadi rokok sebagai produk turunannya (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Indonesia, sebut Djayadi, kaya akan varietas tanaman tembakau. Jenis yang sudah bisa didata oleh Balittas ada 1.365 aksesi atau jenis tanaman tembakau. Terbentang mulai ujung timur sampai barat Indonesia di atas lahan pertanian secara nasional seluas lebih dari 210 ribu hektare. Namun, lebih banyak diserap industri rokok, sehingga produk turunannya pun berupa rokok.

"Tembakau itu tidak berbahaya, asap hasil pembakaran ketika sudah jadi rokok itu yang berpotensi mengganggu kesehatan," tutur dia.

Djayadi melanjutkan, petani tembakau memiliki alternatif untuk menjual hasil pertaniannya ke industri nonrokok. Namun, industri pengolahan tembakau nonrokok belum begitu melirik potensi ini. Sosialisasi diversifikasi pemanfaatan tembakau pun harus lebih digencarkan. Masalah lainnya, dukungan untuk penelitian tanaman tembakau terbilang masih rendah.

"Kami akui belum membuat penelitian khusus perhitungan nilai ekonomi pemanfaatan tembakau untuk produk nonrokok. Kami juga terkendala dana penelitian dari pemerintah pusat yang masih minim," Djayadi menguraikan.

Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Widyastuti Soerojo menyebut sudah saatnya pemerintah memaksimalkan diversifikasi tanaman tembakau untuk produk nonrokok demi kesehatan masyarakat.

"Tembakau selama ini identik dengan rokok, padahal tidak. Seharusnya pemerintah mendorong alternatif pemanfaatan tanaman untuk produk lain seperti pestisida maupun produk turunan lain non rokok,” ujar Widyastuti di Surabaya, pada Januari lalu.

Ketidakseriusan pemerintah mendorong diversifikasi produk turunan tembakau ini mengancam kesehatan masyarakat. Indonesia pun dilihat sebagai pasar potensial bagi industri rokok. Paling memprihatinkan, kelompok usia muda jadi salah satu target potensial produsen rokok.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2013, jumlah perokok pemula di kelompok usia 10–14 tahun tercatat 3,9 juta per tahun. Kelompok usia 15–19 tahun sebanyak 12,5 juta per tahun. Jika tak ada pengembangan alternatif pemanfaatan tembakau, angka itu tentu bisa semakin bertambah.

"Pemerintah harus melihat dalam jangka panjang untuk menyelamatkan generasi bangsa. Mengendalikan tembakau, salah satunya dengan mendorong diversifikasi produk turunannya," Widyastuti menegaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya