Liputan6.com, Yogyakarta - Pagi itu di depan pintu Gereja Kota Baru, Yogyakarta, sedikit riuh dengan kedatangan puluhan anak dengan kaus bertuliskan lembaga pendidikan Beniso. Mereka turun dari bus yang mengantar ke gereja, sekitar pukul 09.00 WIB. Puluhan murid TK ini lalu berbaris masuk ke gereja dengan tenang. Ibu guru yang mendampingi anak anak juga antusias masuk dalam gereja besar di Kota Yogya.
"Anak anak nanti begitu gereja tenang ya, kita dengar penjelasan dari Romo baik-baik ya," ucap Novi Eviani selaku Kepala Sekolah Beniso Randubelang, RT 06, Bangunharjo, Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (19/2/2017).
Romo Paroki Kota Baru, Maharsono Probho SJ yang menyambut anak-anak ini dengan senyum mempersilakan masuk ke dalam gereja. Ia lalu mengajak anak-anak tur kecil berkeliling gereja.
Raut muka anak-anak yang penasaran dan heran terlihat saat masuk gereja Kota Baru Yogyakarta. Mereka melihat dan merasakan langsung benda-benda, gambar, serta suasana yang ada di dalam gereja.
Baca Juga
Para bocah mendapat penjelasan dari Romo Maharsono tentang isi dalam gereja, mulai dari patung-patung, lilin, bunga, lukisan jalan salib yang mengelilingi gereja dan altar. Setelah tur kecil ini anak anak lalu duduk di kursi dalam gereja.
Bunda Novi lalu bertanya kepada anak-anak. "Nama tempat ibadah saudara kita umat Katolik, apa anak-anak?"
"Gereja, ibu guru," balas anak-anak dengan keras.
Setelah berkeliling ke gereja, Bunda Novi pun berpesan kepada anak-anak agar saling menghormati kepada pemeluk agama lainnya. "Anak-anak, ingat ya di sekitar kita ada banyak perbedaan. Tetapi kita harus saling menghormati dan harus selalu sayang kepada mereka," ia berpesan.
"Iya, ibu guru," jawab anak anak.
Setelah selesai, anak-anak dan ibu guru pendamping berpamitan kepada Romo. Anak-anak dan ibu guru mengucapkan terima kasih karena sudah diberi waktu untuk mengenal Gereja Kota Baru.
Advertisement
Mendapat kata pamitan dari anak-anak, Romo Maharsono dengan senyum gembira memberikan kenang-kenangan kepada para murid dan guru berupa pembatas buku yang bergambar seluruh pemuka agama.
Dalam kertas pembatas buku itu terdapat tulisan "Kebersamaan Itu Indah dan Melebihi Apa pun". Di baliknya juga terdapat tulisan "Kasih Itu Sabar, Kasih Tidak Sombong, Kasih Itu Murah Hati". Romo Maharsono lalu melepas perjumpaan mereka dengan lambaian tangan saat bus yang ditumpangi anak-anak menuju ke Klenteng Poncowinatan, Yogya.
Sekitar lima menit kemudian, bus yang mereka tumpangi sampai juga di Klenteng Poncowinatan. Anak-anak ini dengan polosnya berbaris dan menunggu aba-aba dari guru pendamping. Hal yang sama mereka lakukan saat di Gereja Kota baru.
Ketika di Klenteng Poncowinatan inilah mereka berkeliling mengetahui apa itu klenteng dan siapa saja patung dewa yang ada di dalamnya. Setelah mengetahui bagaimana cara beribadah di klenteng, anak-anak lalu melanjutkan ke Masjid Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Ini kita ke gereja, lalu ke Kranggan, klenteng. Dalam sehari kita kenalkan ke anak-anak. Lalu ada Masjid Kampus UGM. Jadi bangunan ibadah yang besar itu jangan cuma bangunan saja, tapi juga dapat menguatkan iman anak kita," ujar dia.
Novi mengatakan, kegiatan hari itu memang dalam rangka puncak acara tema toleransi di sekolahnya. Kunjungan ini untuk mengajarkan anak-anak bahwa toleransi dapat dilakukan kepada sesama umat beragama.
Dengan mendatangi langsung tempat ibadah, maka anak-anak tidak hanya dapat mengetahuinya di kelas saja. Anak-anak diajak langsung merasakan suasana di masing-masing tempat ibadah.
"Kegiatan ini sudah kita laksanakan sejak dulu, cuma kita tidak pernah ekspos ya. Jadi ini kegiatan puncaknya anak-anak diajak melihat langsung dan mengenal tempat-tempat ibadah," kata dia.
Novi juga mengatakan dengan kunjungan ini diharapkan dapat menumbuhkan sikap toleransi pada anak-anak di masa depan. Sebab, saat masih kecil inilah kesempatan bagi orangtua dan pengajar untuk memberikan nilai yang baik. Dengan demikian, hal-hal positif menjadi masukan utama pada anak.
"Dengan perbedaan agama bagaimana perkenalkan anak secara langsung bahwa di sekitar kita ada perbedaan. Perbedaan indah kalau kita memahami. Anak-anak masih murni, kita tidak jejali dengan hal negatif, maka mereka menerima," tutur dia.
Sementara itu, Romo Paroki Kota Baru, Maharsono Probho SJ sangat mendukung dengan adanya program dari sekolah yang mengenalkan tempat ibadah dalam materi sekolahnya. Sebab dengan mengenal dan berjumpa langsung, maka jalinan persahabatan dapat terjalin.
"Ya, perjumpaan itu bisa membuat kita lebih dekat dan saling mengenal, sehingga jalinan kasih sayang dapat terjadi," tutur Romo.
Romo yang sudah 24 tahun mengabdi di Thailand ini mengaku selama satu tahun berada di Yogyakarta ia sudah ada program seperti ini. Tidak hanya TK Beniso, tapi juga dari SD Ungaran dan juga SD Budi Mulia yang merupakan sekolah Islam di Yogyakarta.
Selama satu tahun menjalani program pengenalan tempat ibadah ini ia mendapat berbagai pengalaman bersama dengan anak-anak. Seperti anak-anak yang bertanya tentang siapa yang disalib di dalam gereja. Hingga pertanyaan siapa itu Bunda Maria.
"Pengalaman saya, justru anak-anak itu sangat terbuka. Kemarin misalnya, saat foto bersama mereka berbondong-bondong mendekat, memegang tangan saya dan bertanya, Romo itu apa? Ini apa? Kenapa ada lilin, kitab sucinya agama Katolik itu apa? Lalu, apa bedanya dengan agama Kristen. Romo yang disalib itu siapa? Maria itu siapa? Pertanyaan sangat cair, spontan dan alamiah, tentu saya terangkan dengan bahasa anak-anak, agar mereka paham,' ia membeberkan.
Ia senang bertemu langsung dan melayani pertanyaan jujur dari anak-anak tentang gereja dan isinya. Dengan mendapat informasi langsung dari pelakunya, maka diharapkan anak tidak mudah terhasut dengan isu-isu yang ada.
Dengan demikian, perbedaan dapat disikapi dengan kedamaian. Program dari sekolah sekolah ini juga menjadi pesan kebinekaan yang ada di Indonesia.
Romo mengaku kedatangan anak-anak ke tempatnya merupakan satu pesan perdamaian. Di mana ada yang menanam benih perdamaian dari anak-anak yang hadir. Menurut dia, anak-anak itu kelak memiliki wawasan kebinekaan atau toleransi yang luas. Terutama, saat menghadapi realita berbeda dengan yang dihadapinya nanti.
"Ini bisa jadi pesan perdamaian. Karena anak anak mendapatkan satu penjelasan dari masing masing pelaku tempat ibadah langsung. Gereja, wihara, pura, dan masjid. Ini bekal bagi anak-anak kelak," Romo memungkasi.