Liputan6.com, Jakarta Pernikahan merupakan suatu ikatan yang sakral antara dua insan manusia. Lazimnya, pasangan suami istri yang terjalin tak menghendaki pernikahan mereka berujung perceraian.
Pernikahan umumnya dilakukan dua manusia, biasanya di kisaran usia yang sama atau tak jauh beda. Latar belakang mempelai juga umumnya tak beda ekstrem.Â
Advertisement
Baca Juga
Namun, ada beberapa kasus anomali pernikahan. Di Indonesia tercatat ada pernikahan unik, yakni pernikahan yang tak mengikuti kelaziman. Pernikahan ini membuat heboh khalayak luas.
Dalam catatan Liputan6.com, sejak pertengahan tahun lalu setidaknya ada enam pernikahan unik yang terjadi.
Baru-baru ini contohnya, ada nenek 82 tahun yang menikahi seorang pemuda di Sulawesi Utara. Atau beberapa bulan silam, bocah berusia 13 tahun di Sulawesi Selatan menikahi pasangan yang usianya beda setahun.Â
Berikut enam pernikahan unik dan menghebohkan di Indonesia.Â
Nenek 82 Tahun Nikahi Pemuda
Warga Sulawesi Utara, terutama para netizen, heboh sejak Sabtu, 18 Februari 2017 lalu. Kehebohan ini bukan karena bencana banjir yang menimpa, melainkan beredarnya foto-foto pemberkatan pernikahan antara seorang nenek dan pemuda.
Entah dari mana asal-muasal foto dan info itu. Yang pasti foto itu telah menjadi viral dengan berbagai komentar. Dalam keterangan di sejumlah foto disebutkan, sang nenek berusia 82 tahun itu bernama Martha Bate. Sementara, pemuda yang disebut berusia 28 tahun itu bernama Sofian Loho.
Pernikahan ini terjadi di Desa Lelema, Kecamatan Tumpaan, Kabupaten Minahasa Selatan. Kedua pasangan ini diberkati di GPDI Horeb Lelema oleh Gembala Port Ropa.
Kabar itu tentu saja menjadi bahasan warga setempat karena perbedaan usia yang terpaut sangat jauh. Informasi yang dihimpun dari sejumlah warga di Minahasa Selatan menyebutkan, Sofyan pertama kali bertemu lewat nomor nyasar di telepon seluler yang ternyata milik sang nenek.
"Sebelum menikah, mereka telah berhubungan sekitar satu tahun. Karena saat itu, Sofyan bekerja bengkel di Kotamobagu, semenjak kenal sering bolak-balik ke Lelema. Baru pada bulan November, dia menetap di Lelema dan mengambil keputusan untuk menikah," tulis salah satu warga Minahasa Selatan di akun Facebooknya.
Sedangkan keterangan lainnya menyebutkan, Martha sendiri sebelumnya sudah pernah menikah, tapi suaminya telah meninggal.
Martha memiliki dua orang anak. Anak yang perempuan tinggal di Jerman dan telah menikah, sedangkan anak laki-lakinya bekerja di Arab.
Ditemui sejumlah wartawan, Sofian Loho mengisahkan bagaimana awal mula dia dan Martha bertemu. Sofian sendiri adalah warga pulau Mantehage, Kabupaten Minahasa Utara.
"Awalnya ada telepon nyasar masuk ke ponsel saya. Kami akhirnya berkomunikasi, lalu jatuh cinta. Saya tidak tahu usia Martha. Setelah dua minggu kemudian saya ke Lelema, kaget karena ternyata Martha sudah nenek-nenek," tutur Sofian.
Sofian yang mengaku sudah telanjur cinta itu akhirnya tinggal di rumah Martha. Keduanya juga sepakat untuk menikah.
"Jemput ibu dan bapak saya di Mantehage untuk datang melamar," ujar Sofian yang bekerja di bengkel di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) ini.
Advertisement
Pemuda Nikahi Jasad Kekasih
Seorang pemuda membuktikan cinta sejatinya. Ia menikahi pasangannya yang telah meninggal dunia. Kisah cinta itu terjadi di Desa Lampoko, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Pemuda tersebut adalah Ahmad Khaidir. Ia menikahi kekasihnya, Erni, sesaat sebelum dimakamkan pada Kamis, 2 Februari 2017. Pemuda asal Kepulauan Nias, Sumatera Utara, itu meminta kepada orangtua Erni untuk diizinkan menikahi anaknya meski sang anak telah meninggal dunia.
"Ia pacar anak saya meminta agar diizinkan melangsungkan ijab kabul meski anak saya telah meninggal dunia," kata Wati, ibunda Erni, Minggu, 5 Februari 2017.
Wati menjelaskan, permintaan Edi, sapaan akrab Ahmad Khaidir, diutarakan saat Erni sedang dikafani. Keduanya pun dinikahkan oleh imam Masjid Lampoko.
"Pada waktu dikafani dia utarakan niatnya. Kami tidak bisa melarang, apalagi dia sangat baik selama ini kepada anak saya," ujar dia.
Wati juga menuturkan niat Edi untuk menikahi anak perempuannya itu sudah diutarakan sejak lama. Keduanya bahkan sudah berencana melangsungkan pernikahan pada Oktober nanti. Namun Tuhan berkehendak lain, Erni lebih dulu pergi untuk selamanya setelah menenggak racun rumput.
"Edi sudah datang melamar. Rencananya menikah bulan Oktober nanti," kata Wati.
Wati mengungkapkan, putrinya meminum racun rumput pada Selasa, 31 Januari 2017. Sesaat sebelum tewas, Erni kemudian menelepon Edi dan memberitahunya jika ia sudah meminum racun.
Edi kala itu masih bekerja di sebuah koperasi di Kabupaten Enrekang, sementara Erni saat itu tinggal di Kabupaten Barru. "Saya tahu dari Edi. Dia telepon ke saya kalau Erni sudah minum obat (racun) rumput, dia meminta agar saya melihat Erni di kamarnya," ujar Wati.
Ia lalu bergegas menuju kamar anaknya itu, tetapi pintu kamar anaknya terkunci. Setelah Erni muntah, barulah ia membuka pintu dan meminta agar dirinya dibawa ke puskesmas.
Erni lalu dilarikan ke puskesmas. Tapi kondisinya yang sudah parah usai menenggak racun tak mampu ditangani di puskesmas. Akhirnya, ia dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Barru oleh pihak puskesmas pada Selasa malam.
Tak kunjung membaik setelah dirawat intensif di RSUD Barru, kata Wati, anaknya kemudian dirujuk lagi ke Rumah Sakit Andi Makkasau, Kota Parepare, untuk mendapatkan pertolongan dengan peralatan yang lebih memadai.
"Iya dirujuk lagi ke Parepare untuk mendapatkan perawatan karena kondisinya tak kunjung membaik," ujar dia.
Edi yang terus memantau kondisi Erni via telepon dengan orangtua kekasihnya itu mengetahui kejadian itu. Ia kemudian memutuskan untuk berangkat dari Kabupaten Enrekang agar bisa melihat langsung kondisi sang kekasih menggunakan sepeda motor menembus gelapnya malam.
"Selama menjalani perawatan intensif di (RS Andi Makkasau) Parepare, Edi dengan setia menemani anak saya," ujar Wati.
Erni mengembuskan napasnya terakhirnya pada Kamis dini hari, 2 Februari 2017, sekitar pukul 01.00 Wita. Edi tak hentinya mengeluarkan air mata saat melihat sang kekasih hati pergi untuk selamanya.
Petani Nikahi Bule Jerman
Siapa yang menyangka seorang pemuda desa lulusan sekolah dasar di Desa Baloli, Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, bisa menikahi wanita cantik jelita asal Jerman. Pemuda itu bahkan sehari-hari bekerja sebagai petani.
Sumardin (29), pemuda itu secara resmi menikahi bule cantik asal Würzburg, sebuah kota otonom di Bayern, Jerman, bernama Ermina Fransisca. Keduanya menikah pada Selasa, 17 Januari 2017, di Kantor Urusan Agama (KUA) Masamba.
Tak hanya mempersunting Ermina Fransisca yang lebih tua enam tahun dari dirinya, Sumardin juga mengajak Ermina memeluk agama Islam.
Kisah cinta keduanya berawal saat Ermina Fransisca datang berkunjung ke Desa Baloli pada Maret 2016. Ia datang bersama teman-temannya dan mendirikan sebuah rumah pohon, rumah tempat belajar Bahasa Inggris bagi warga setempat.
"Awal bulan Maret (2016), saya datang ke sini di Desa Baloli, bersama teman-teman untuk Proyek Rumah Pohon," kata Ermina dengan terbata-bata.
Dalam Proyek Rumah Pohon itulah, keduanya bertemu hingga saling jatuh cinta. Sumardin ikut ambil bagian dalam pendirian Rumah Pohon itu. Semangat Sumardin serta jiwa sosialnya yang tinggi membuat Ermina jatuh hati.
"Di sana pertama kali saya dan Sumardin bertemu," kata Ermina singkat.
Aktivitas di Rumah Pohon itu dilakukan bersama-sama setiap hari, hingga akhirnya rasa cinta antara keduanya timbul. Mereka pun menjalin hubungan asmara selama beberapa bulan.
Rasa cinta antara keduanya terus tumbuh hingga akhirnya keduanya sepakat untuk menikah. Rencana menikah itu sudah dicanangkan sejak September 2016.
Mereka harus melalui beberapa persiapan yang sangat panjang hingga akhirnya dapat secara resmi berstatus suami istri pada Selasa, 17 Januari 2017.
"Sejak bulan sembilan (September) lalu kami sudah mulai melakukan berbagai persiapan untuk melangsungkan pernikahan, termasuk proses Ermina memeluk agama Islam," kata Sumardin.
Menurut Sumardin, ia hanya seorang petani dan tamatan SD. Lantaran itulah, ia tak menyangka bahwa jodohnya adalah seorang warga negara asing.
"Ini sudah jodoh," ujar dia sembari tersenyum.
Kepala KUA Masamba Hatta Yasin membenarkan pernikahan kedua sejoli berbeda warga negara ini. Dia mengatakan, saat akad nikah Sumardin mengenakan jas berwarna hitam dan kopiah hitam, sementara Ermina menggunakan kerudung.
"Iya keduanya menikah kemarin, seorang pemuda asal Baloli dengan wanita asing," kata Hatta.
Advertisement
Kakek Nikahi Gadis 18 tahun
Sulawesi Selatan atau Sulsel kembali dihebohkan dengan kejadian unik yang kali ini terjadi di Kabupaten Bone. Betapa tidak, seorang kakek yang usianya diduga mencapai 70 tahun duduk di kursi pelaminan, bersanding dengan remaja usia 18 tahun.
Kejadian ini menimbulkan kehebohan setelah salah seorang netizen atau pengguna internet yang memiliki nama akun Facebook Itha Ar mengunggah foto kakek dan gadis remaja sedang bersanding di kursi pelaminan.
"Kemarin hanya lihat di TV, tapi sekarang beneran terjadi di kompleksku entah ini korban sinetron atau film Anandi, seorang lelaki berusia 70 tahun mempersunting gadis berusia 18 tahun dengan uang panaik 50 juta dan mahar 1 unit mobil, 1 unit rumah serta emas beberapa gram...," tulis Itha Ar dalam posting tersebut, seperti dikutip Liputan6.com, Selasa, 12 Juli 2016.
"Saya hanya bisa berkomentar bahwa inilah kuasaMu.... inilah jodoh yang dikirim Allah... ini semua sudah di atur oleh Yang Maha Kuasa.... semoga bahagia dek... jadi keluarga SAMAWA.....," ia menambahkan.
Posting yang dibuat Itha Ar pun menuai tanggapan beragam para netizen lainnya. Di antaranya tanggapan tak percaya akan kejadian tersebut, seperti yang diungkapkan netizen yang memiliki akun Facebook Maya Amaliyah Yusuf. "Betulan ini?" tulis Maya mempertanyakan.
Selain itu, tanggapan sebaliknya juga ada yang sifatnya mendukung hajatan tak seperti biasanya itu. Seperti yang diungkapkan netizen yang memiliki nama akun Facebook Herman Tho Bone.
"Tuhan telah membuktikan kekuasaanNya. Jangan liat pasangan pengantinnya, tapi hargai prosesnya. Alangkah indah dan sakralnya sebuah pernikahan resmi. Bersyukurlah baginya bisa menikah dengan resmi karena masih banyak saudara-saudara kita yang malah belum jelas status pernikahannya," tulis Herman.
Adapun berdasarkan informasi yang dihimpun Liputan6.com, sejumlah media online di Sulsel memberitakan bahwa pasangan terpaut usia sekitar 40 tahun ini ternyata menikah pada Senin, 11 Juli 2016.
Pasangan Nasir (63) dan Milawati (18) melangsungkan akad nikah di Desa Suwa, Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone, Sulsel. Dan bagi Nasir, ini adalah adalah pernikahan kedua setelah istri pertamanya meninggal dunia, tiga bulan lalu.
Sebelumnya, kabar pelaksanaan pernikahan dini di Desa Gantarang, Kecamatan Kelara, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, yang dipublikasi di dunia maya, beberapa waktu lalu, juga menghebohkan banyak netizen.
Selain dinilai tak masuk akal, hal itu sudah mengundang reaksi amarah warga Turatea -- sebutan Jeneponto di Sulawesi Selatan. Apalagi, foto pasangan suami istri (pasutri) yang mengenakan pengantin adat Bugis-Makassar itu sempat menjadi viral di media sosial atau medsos.
Bocah 13 Tahun Nikah Dini
Kabar pelaksanaan pernikahan dini di Desa Gantarang, Kecamatan Kelara, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, yang dipublikasi di dunia maya, belum lama ini menghebohkan banyak netizen. Selain dinilai tak masuk akal, sejauh ini hal itu sudah mengundang reaksi amarah warga Turatea -- sebutan Jeneponto di Sulawesi Selatan.
Apalagi, foto pasangan suami istri (pasutri) yang mengenakan pengantin adat Bugis-Makassar itu menjadi viral di media sosial atau medsos.
"Memang aneh tapi nyata di dunia maya. Seorang tukang foto pengantin yakni Iwank Sapurata yang disebar di Facebook 5 Juni 2016 itu sudah permalukan warga Turatea. Dan hal ini sudah mengundang amarah pihak keluarga, aktivis sosial budaya, mantan aktivis Turatea dan warga Jeneponto acara umum," ucap Alimuddin Daeng Lau, mantan Ketua Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Turatea (HMPT) Komisariat UMI kepada Liputan6.com, Senin, 13 Juni 2016.
"Namun oleh pihak keluarga kita sudah redam karena hal itu sudah jadi pergunjingan umum. Padahal tidak etis dan sepantasnya Iwank Sapurata, serta kalangan media memberitakan hal yang tidak rasio tanpa narasumber yang jelas," Daeng Lau menambahkan.
Ia mengatakan pula, surat Turatea (suara rakyat Turatea) adalah akun di media sosial Facebook yang akurasi isi pemberitaannya tidak jelas.
"Celakanya lagi karena salah satu media online di Makassar langsung copas atau copy paste dan menyiarkan anak umur 13 tahun menikah. Pertama anak usia 13 tahun belum punya kartu tanda penduduk (KTP) sebagai syarat utama pernikahan di negara ini," ujar Daeng Lau.
"Dan secara agama Islam juga telah memberikan rambu-rambu agar upacara tersebut tidak terdapat penyimpangan yang dianggap keluar dari jalur ajaran Islam," Daeng Lau.
Karena itu, menurut dia, apa yang disampaikan Iwank Sapurata sebagai fotografer pengantin bocah itu adalah hoax. Sebelumnya, Iwank menyatakan bahwa pengantin laki-laki tanpa nama itu baru saja menamatkan pendidikannya di salah satu SD di Jeneponto, sementara mempelai perempuan lebih tua setahun.
"Dan hal ini sangat jelas berita sesatnya yang diunggah ke media sosial. Bahkan pihak keluarga sudah ada yang emosi ingin mencari wartawan yang memberitakan dan Iwank Sapurata tukang foto pengantin yang telah melanggar hak asasi manusia dan eksploitasi anak di bawah umur kepada khalayak ramai," Daeng Lau memungkasi.
Advertisement
3 Pria Seabad Nikah Massal
Tiga mempelai pria berusia lebih dari seabad mengikuti nikah massal bertajuk Nikah Bareng Mataraman yang digelar Forum Taaruf Indonesia (Fortais) di Masjid Kagungan Dalem Sulthony Rejodani Ngaglik Sleman, Sabtu 14 Mei 2016.
Mereka adalah Jamidi (100) yang menikahi Sariyem (85), warga Dusun Ngabean Desa Sinduharjo Ngaglik Sleman; Adi Wiyono (110) yang menikahi Sadinem (67), warga Plembutan Canden Jetis Bantul; dan Sediyo Utomo (102) yang menikahi Boniyem (96), warga Dodotan Sumbermulyo Bambanglipuro Bantul.
Kondisi lanjut usia membuat mempelai laki-laki menggunakan kursi roda saat mengikuti iring-iringan menuju masjid. Meski begitu, mereka tetap semangat mengikuti nikah massal yang bertema Yawijining Ati Kanggo Tresno Sejati atau bersatunya hati untuk cinta sejati.
Dalam acara tersebut, Juru Kunci Merapi Mas Kliwon Suraksohargo dan Juru Kunci Laut Selatan Mas Panewu Surakso Jaladri menjadi saksi nikah. Acara itu juga dihadiri Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun serta musyarawah pimpinan kecamatan (Muspika) Ngaglik.
Ketua Fortais Ryan Budi Nuryanto menuturkan perhelatan ini diikuti 10 pasangan, enam pasang menjalankan ijab kabul dan empat pasang lainnya mengikuti tasyakuran yang disertai ritual adat Jawa Cokokan.
Ritual itu bermakna ungkapan rasa syukur atas langgengnya pernikahan yang diikuti oleh semua anak keturunannya. Prosesi diakhiri dengan pemasangan cincin kawin buatan tangan Arto Moro dengan ukiran corak batik khas Yogya melambangkan 1 abad serta pelepasan balon warna-warni sebagai simbol cinta abadi.
"Pasangan yang berusia 100 tahun sengaja kami cari untuk menjadi simbol keutuhan rumah tangga, jadi mereka tidak ijab kabul lagi," ujar Ryan.
Ryan menjelaskan kegiatan itu diadakan dalam rangka Milad ke-16 Panti Asuhan dan Pondok Pesantren Zuhriyah dan Magayubagyo 1 Abad Sleman. Angka seabad juga sesuai dengan usia Kabupaten Sleman yang ulang tahunnya jatuh pada 15 Mei.
Sementara, kata Ryan, pasangan termuda yang mengikuti ijab kabul dalam nikah massal kali ini adalah Anwar Aziz Solikhin (20) dan Nur Azizah (24).
Ia menjabarkan mahar peserta yang mengikuti ijab kabul adalah seperangkat alat salat, pohon buah, dan cobek serta mutu. Peralatan menyambal melambangkan cinta dan rasa mereka akan bersatu padu saling melengkapi seperti cobek dan mutu. Pohon menyimbolkan cinta kasih berkembang dan berbuah manis.
Fortais yang berjalan selama 4,5 tahun sudah berhasil menikahkan 5.000 pasangan. Pada 5 Juni mendatang, Fortais mengadakan acara golek garwo atau kontak jodoh di Kecamatan Sewon.