Liputan6.com, Jakarta Kebijakan tarif impor baru yang dilakukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, diyakini bakal membuat sejumlah negara mencari pasar alternatif untuk memasarkan produk hasil industrinya, melalui praktik dumping.
Situasi ini jadi lampu kuning tersendiri bagi Indonesia, yang pasar dalam negerinya sudah dibanjiri oleh produk-produk asal China. Terlebih dari total 57 negara yang terkena tarif impor Trump, 20 di antaranya berasal dari Asia, semisal Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja, Bangladesh, termasuk Indonesia.
Baca Juga
Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho, lantas memberikan perhatian khusus kepada pasar domestik di Indonesia saat ini, yang digempur habis-habisan oleh impor dari China. Termasuk untuk produk pakaian dan aksesorinya, yang telah melemahkan sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Advertisement
Andry khawatir, Indonesia bakal jadi tempat pembuangan barang-barang ekspor negara lain yang tidak bisa masuk pasar AS.
"Ketika tarif tambahan ini tidak hanya diberikan kepada Indonesia, tetapi juga kepada negara-negara lain yang dalam hal ini mengekspor produk tekstil, bisa jadi mereka akan melakukan praktik dumping," ujar dia kepada Liputan6.com, Jumat (4/4/2025).
Produk Tekstil dan Alas Kaki
Tak terkecuali untuk produk tekstil dan alas kaki, dimana beberapa negara yang terkena keistimewaan tarif dari Trump akan membuang produknya ke pasar yang lebih besar. Andry menilai Indonesia jadi pasar yang paling potensial, lantaran secara geografis berdekatan dengan banyak negara yang terdampak tarif Trump.
"Jadi Indonesia akan besar-besaran diserang tidak hanya oleh China, tetapi nanti akan ada negara-negara lain. Termasuk negara seperti Vietnam, Bangladesh, Kamboja. Yang pada akhirnya akan membuang produk-produk tekstilnya ke Indonesia," ungkapnya.
Untuk diketahui, Indonesia terkena tambahan tarif bea impor hingga sebesar 32 persen dari Amerika Serikat. Sementara Vietnam, Kamboja dan Bangladesh mendapat angka yang jauh lebih besar daripada Indonesia.
Bangladesh terkena tarif impor hingga 37 persen. Sedangkan Vietnam mencapai 46 persen, dan Kamboja jadi salah satu negara dengan tarif tertinggi mencapai 49 persen.
Â
Pemerintah Jangan Tinggal Diam
Oleh karenanya, Andry meminta pemerintah harus segera responsif terhadap situasi ke depan. Terlebih untuk sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT), yang dihantui rentetan aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam beberapa waktu terakhir.
"Kalau kita tidak sigap, pemerintah tidak ada rasa urgensi untuk memperbaiki kebijakan perdagangan kita, menurut saya kerugiannya akan sangat besar. Kita bisa melihat dimana pertumbuhan dari industri TPT kita tidak cukup menggembirakan. Bahkan sekarang kontribusinya semakin menurun," pintanya.
Bukan tidak mungkin, ancaman bertubi-tubi yang diterima membuat pelaku industri tekstil dan produk turunannya tak lagi punya daya untuk melanjutkan bisnisnya.
"Kita tinggal menghitung waktu saja, 2-3 tahun yang akan datang jika kondisi ini dibiarkan begitu saja, menurut saya tinggal kenangan saja industri TPT yang ada. Jadi PHK pasti akan ada berlipat, lebih besar daripada angka di tahun lalu," tegasnya.
Â
Advertisement
Hitungan Trump Menyesatkan
Adapun pengenaan tarif bea impor 32 persen untuk Indonesia dilakukan Donald Trump, lantaran ia mengklaim Indonesia mengenakan tarif 64 persen untuk barang-barang dari AS.
Kendati begitu, Andry menganggap klaim itu sangat menyesatkan. Lantaran dihitung dengan membagi defisit perdagangan dengan total ekspor, bukan berdasarkan tarif sebenarnya.
"Metode ini cacat, tapi dijadikan alasan untuk menekan kita secara sepihak. Ini bentuk proteksionisme terang-terangan yang merugikan Indonesia," seru dia.
