Liputan6.com, Surabaya - Proses evakuasi korban longsor Ponorogo resmi dihentikan sejak Senin, 10 April 2017, menyusul longsor susulan yang terjadi di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo pada Minggu, 9 April 2017.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan keputusan penghentian itu sudah dibicarakan dengan keluarga korban yang hilang. " Ini adalah prosedur tetap atau protap yang melibatkan keluarga untuk menentukan dihentikannya evakuasi," kata lelaki yang akrab disapa Pakde Karwo usai mengikuti Sidang Paripurna di Gedung DPRD Jatim, di Jalan Indrapura Surabaya, Senin, 10 April 2017.
Longsor susulan yang terjadi menjadi pertimbangan utama penghentian pencarian korban. Meski tidak ada korban jiwa, dalam insiden itu, satu ekskavator tertimbun longsor dan beragam kendaraan terhanyut material longsor.
"Untuk keselamatan bersama, kegiatan evakuasi dihentikan sementara karena jika diteruskan bisa membahayakan tim evakuasi," kata Pakde Karwo.
  Â
Saat ini, Desa Banaran seputar SD dan Kantor Desa Banaran telah dinyatakan sebagai zona merah atau berbahaya bagi warga untuk dihuni maupun sebagai lahan pertanian. Dengan begitu, sambung Pakde Karwo, para pengungsi longsor Ponorogo akan direlokasi ke tempat yang lebih aman.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan informasi, sebanyak 28 dari 35 KK menggunakan tanah sendiri dan tanah saudara untuk relokasi. "Tanah untuk relokasi disediakan oleh Bupati Ponorogo, serta didukung oleh Badan Geologi, ITS, dan UGM untuk menentukan kondisi geologis tempat relokasi," ujar Pakde Karwo.
Sementara itu, dilansir Antara, Basarnas dan ratusan relawan yang datang dari berbagai daerah dan lintaskomunitas peduli mulai meninggalkan lokasi bencana tanah longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo seiring dihentikannya upaya pencarian 24 korban yang masih hilang.
Kabid Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Ponorogo Setyo Budiono mengungkapkan seluruh personel Basarnas dari Jatim, Jateng maupun Jabar yang selama sepekan terakhir melakukan operasi pencarian di Banaran telah digeser menuju lokasi longsor di Desa Kepel, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk.
Sementara untuk relawan, kata dia, sudah terlebih dahulu berangsur meninggalkan Banaran sejak Minggu, 9 April 2017. "Sekarang ini relawan yang tersisa paling tinggal 200-an. Tidak banyak, tapi masih ada," kata Setyo.
Ia memastikan tim tanggap darurat bencana BPBD Ponorogo bersama jaringan relawan daerah masih mampu mengendalikan kegiatan penanganan pascabencana. Fokus BPBD sementara ini adalah menyelesaikan pembangunan dua hunian sementara untuk posko pengungsi yang telah mencapai 60 persen.
Terkait penyaluran bantuan, Setyo memastikan logistik yang sebelumnya dikendalikan langsung oleh berbagai elemen komunitas peduli bencana Banaran telah disalurkan kepada masyarakat, atau sebagian dititipkan ke posko tanggap darurat bencana.
"Masih ada perwakilan relawan yang siap mengemban tugas lanjutan penanganan pascabencana," ujar dia.
Penanggulangan bencana tanah longsor di Ponorogo belum sepenuhnya tuntas. Sejak Pemkab Ponorogo memutuskan penghentian menyeluruh operasi pencarian, material longsor masih dibiarkan membentang mulai dari titik nol yang ada persis di bawah lereng Gunung Gede yang amblas dan menimbun 32 bangunan penduduk hingga radius 1,5 kilometer di sektor D.
Belum ada upaya penataan ataupun normalisasi dilakukan di sepanjang aliran sungai yang tertutup material lumpur yang volumenya diperkirakan mencapai 1 juta meter kubik tersebut.
Menurut Setyo, BPBD dan dinas terkait sementara masih membiarkan material lumpur yang sempat bergerak turun dalam volume besar dari titik sektor A hingga bawah sektor D yang berjarak lebih dari 1,5 kilometer dan mengenai dua rumah, menimbun satu unit alat berat, dan memutus akses jalan desa tersebut.
"Nanti akan dilakukan upaya normalisasi saat kondisinya sudah memungkinkan," kata dia.