Kisah Bapak Terpaksa Bawa Jenazah Bayi Dalam Tas Belanja

Aksi nekat terpaksa dilakukan Aspin Ekwandi yang tidak mampu membayar sewa ambulans untuk membawa jenazah bayinya pulang ke kampung halaman.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 16 Apr 2017, 17:02 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2017, 17:02 WIB
Kisah Bapak Terpaksa Bawa Mayat Bayi Dalam Tas Belanja
Aspin Ekwandi terpaksa membawa mayat bayinya dibungkus tas belanja karena tidak mampu membayar sewa ambulance sebesar Rp 3,2 juta (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Liputan6.com, Bengkulu - Aksi nekat terpaksa dilakukan Aspin Ekwandi yang tidak mampu membayar sewa ambulans untuk membawa jenazah bayinya pulang ke kampung halaman di Kecamatan Lungkang Kule, Kabupaten Kaur, Bengkulu.

Aspin terpaksa membungkus anaknya di dalam tas belanja dan menumpang mobil travel karena tidak punya uang Rp 3,2 juta yang diminta pihak RSUD M Yunus Bengkulu.

"Saat itu saya coba bernegosiasi dan minta keringanan, tetapi jawaban mereka angka itu tidak bisa dikurangi lagi," ujar Aspin saat berada di RSUD M Yunus Bengkulu.

Bayi Aspin dan Istrinya Sri Sulismi ini dirujuk ke RSUD M Yunus Bengkulu dari RSUD Kabupaten Kaur karena didiagnosis memiliki kelainan pada jantung setelah melahirkan melalui proses operasi bedah cesar. Hanya dua hari dirawat, bayi pasangan pasien BPJS yang menggunakan fasilitas JKN KIS itu meninggal dunia.

Jasad bayi yang dibungkus dalam tas warna merah itu lalu dibawa pulang dengan mobil travel, kebetulan salah seorang sepupu Aspin ikut. Mereka terpaksa mengaku sebagai pasangan suami istri kepada sopir. Tas berisi bayi itu terus dipangkunya selama lima jam perjalanan ke kampung halaman Aspin.

Sempat sopir meminta supaya tas itu ditaruh di bagasi saja, tetapi ditolaknya dengan memberikan alasan, tas berisi kue kering untuk diberikan kepada saudara yang akan akan melaksanakan hajatan di kampung.

Berbagai perasaan berkecamuk dalam diri Aspin selama perjalanan. Perasaan kehilangan anak, yang memaksa dia harus menahan tangis karena takut dicurigai oleh penumpang lain.

"Semua saya tahan supaya anak kami ini bisa kami makamkan di kampung halaman kami dan kami bisa merawat makamnya," Aspin mengeluhkan.

Tas belanja warna merah inilah yang digunakan Aspin Ekwandi untuk membungkus mayat bayinya saat dibawa pulang ke kampung halamannya di Kabupaten Kaur Bengkulu (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Asisten Pratama Ombudsman RI Perwakilan Bengkulu Irsan Hidayat yang mendapat laporan ini mengaku geram dengan pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Meskipun ada aturan terkait sewa perjalanan membawa mayat, harus dilihat juga kondisi orangnya apalagi warga miskin yang memang tidak punya uang.

"Ini catatan penting, kenapa dibiarkan, tidak usah terlalu kaku menerapkan aturan," ucap Irsan di Bengkulu, Sabtu, 15 April 2017.

Jika pihak rumah sakit tidak mau memberikan fasilitas, kata Irsan, setidaknya berikan informasi atau nomor kontak lembaga sosial atau partai politik yang bisa memberikan layanan ambulans gratis supaya mereka bisa pulang ke kampung dengan cara yang lebih manusiawi.  

Sementara itu, Humas BPJS Kesehatan Provinsi Bengkulu, Risca Aprilia mengatakan, pihaknya hanya menanggung biaya ambulans saat bayi itu dibawa dari RSUD Kaur ke RSUD M Yunus Bengkulu dan biaya perawatan selama di Bengkulu.

Tapi untuk biaya ambulans membawa jenazah kembali ke Kaur memang tidak ada dalam aturan. Jadi pihaknya tidak bertanggung jawab lagi.

"Ada peraturannya, bahwa kami hanya menanggung ambulans bagi pasien saja, untuk membawa mayat memang tidak diatur," Risca menegaskan.

Adapun saat dikonfirmasi, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bagian Keuangan RSUD M Yunus Bengkulu, Afriyanto membenarkan jika ada aturan terkait biaya jasa ambulans. Angka Rp 3,2 juta yang dibebankan untuk membawa jenazah ke Kabupaten Kaur itu dihitung berdasarkan kilometer atau jarak tempuh.

"Memang ada aturan itu, tetapi untuk kasus ini (bayi Aspin) saya belum paham karena baru pulang dari pelatihan," Afriyanto mengungkapkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya