Ada Apartemen untuk Buruh Jomlo, Berminat?

Disebut apartemen khusus jomlo karena mensyaratkan penghuninya atau calon penghuninya harus berstatus lajang.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 09 Jun 2017, 06:31 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2017, 06:31 WIB
apartemen
Apartemen ini cukup mewah untuk para buruh jomblo. Sayang tidak banyak yang tertarik. (foto : Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang Sebuah bangunan apartemen berlantai lima di Jalan Stasiun Jrakah, Kecamatan Tugu, Semarang, Jawa Tengah, cukup megah. Serupa hotel bintang di tengah kota. Bangunan ini berada di tengah-tengah berbagai pabrik di wilayah Semarang Barat. Anehnya, dari 104 kamar yang disediakan, sejak 2015 hingga kini hanya berisi delapan warga saja.

Apartemen itu secara fisik memang cukup megah. Namun menyandang nama Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Jrakah. Sebuah tempat tinggal yang disediakan khusus bagi para buruh yang masih jomlo.

Jomlo?

Sebenarnya istilah itu tak tepat benar, namun istilah jomlo itulah yang populer di antara para buruh. Disebut apartemen khusus jomlo karena mensyaratkan penghuninya atau calon penghuninya harus berstatus lajang. Kalaupun sudah berkeluarga, hanya diizinkan sendirian tinggal di situ.

Menengok ke dalam, kamar itu dilengkapi tempat tidur bertingkat, dua lemari pakaian, kamar mandi dalam, shower, toilet duduk dan dua meja kerja. Fasilitas yang cukup nyaman untuk seorang jomlo.

Menurut salah satu petugas keamanan di apartemen itu, Jumadi, beaya sewa sesungguhnya sangat murah. Untuk lantai satu beaya sewa hanya Rp 125 ribu per bulan. Lantai dua Rp 110 ribu/bulan, lantai tiga Rp 100 ribu/bulan. Kemudian di lantai empat Rp 90 ribu/bulan dan lantai paling atas Rp 80 ribu per bulan.

"Saya heran, ini sangat murah tapi kok sepi peminat ya? Mungkin para buruh pada enggak tahu ya. Karena ini dikhususkan untuk para buruh yang urban ke Semarang," kata Jumadi.

Joko Purnomo, salah satu warga yang tinggal di apartemen jomlo itu mengaku nyaman tinggal di tempat itu. Selain fasilitasnya memadai, harganya jauh lebih murah dibandingkan tempat kos yang bertebaran di sekitar tempat itu.

"Rata-rata kos di sekitar sini Rp 400 ribu per bulan, kamarnya kecil. Di sini sangat murah, kamarnya besar, fasilitasnya nyaman," kata Joko.
               
Awalnya ia ragu tinggal di apartemen itu. Pertimbangannya karena sejak selesai dibangun tahun 2015, tak ada pagar pengaman yang dibangun. Karena itu, sepeda motornya ikut tidur di dalam kamar, alias dibawa masuk.

"Kalau motornya dibawa ke kamar, rasanya lebih tenang. Lebih ayem," kata Joko.

Begini penampakan apartemen jomblo itu. (foto : Liputan6.com / edhie prayitno ige)
                   
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Semarang Muthohar mengaku bahwa sebenarnya sosialisasi keberadaan apartemen khusus pekerja jomlo itu sudah dilakukan. Bahkan koordinasi dengan perusahaan atau pabrik di sekitar itu.

"Memang Rusunawa Jrakah itu dikhususkan bagi pekerja lajang di Kota Semarang. Permohonannya bisa melalui perusahaan masing-masing, kemudian mendaftarkan di UPTD Rusunawa. Koordinasi terus dilakukan dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang untuk mengumpulkan sejumlah pengusaha di Kota Semarang," kata Muntohar.

Hal itu untuk melakukan sosialisasi kepada para pengusaha agar para karyawan, khususnya berstatus lajang, bisa menempati Rusunawa tersebut. Termasuk menjelaskan prosedur pendaftaran maupun syarat-syaratnya.

Mengapa penghuninya harus lajang?

"Ya, kalau berkeluarga tidak boleh. Desainnya memang untuk lajang. Misalnya tidak ada dapur keluarga," kata Munthohar menjelaskan.

Wakil Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu meminta agar pengelola dan dinas terkait segera bergerak cepat. Apartemen itu memang dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan buruh. Dengan harga sewa yang murah, diharapkan para buruh bisa memiliki sisa uang lebih untuk ditabung.

"Saya sudah meminta agar semua SKPD yang terkait saling berkoordinasi. Saling support agar bangunan itu bermanfaat. Itu sebenarnya perwujudan salah satu langkah pemerintah meningkatkan kesejahteraan buruh. Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pemukiman, Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian semua kan bisa saling berkoordinasi agar bangunan itu bermanfaat," kata Ita, Kamis, 8 Juni 2017.

Ita tidak mau mendengar ada prosedur yang mempersulit para buruh. Baik dari pemerintah atau dinas, atau dari perusahaan tempat para buruh itu bekerja.

"Jika ada, segera lapor saya," kata Ita.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya