Aksi Blokir Jalan Keluarga Korban 'Rumput Berdarah' di Bangkalan

Dalam aksi blokir jalan oleh keluarga korban kasus pembunuhan 'rumput berdarah' di Bangkalan, ada warga yang pingsan.

oleh Musthofa Aldo diperbarui 12 Sep 2017, 09:03 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2017, 09:03 WIB
demo rumput berdarah
Keluarga Maun blokir jalan depan PN Bangkalan (Liputan6.com/Musthofa Aldo)

Liputan6.com, Bangkalan - Di bawah terik matahari, sekitar 30-an orang, laki-laki dan perempuan, duduk bersila di atas aspal yang panas tepat di depan pintu masuk ke gedung Pengadilan Negeri Bangkalan, Senin, 11 September 2017. Mereka khusyuk membaca tahlil. Sebagian peserta wanita berurai air mata, bahkan ada yang jatuh pingsan.

Mereka adalah keluarga Maun, warga Dusun Pancor, Desa Galis, Kecamatan Galis, yang tewas dibunuh seorang tokoh masyarakat bernama Riskandar pada 10 Mei 2017. Aksi blokir jalan itu mereka lakukan sebagai bentuk kekecewaan atas perkataan kasar Kepala Pengadilan Negeri Kabupaten Bangkalan kepada mereka.

"Dia bicara kasar dan pakai nunjuk-nunjuk kami dengan telunjuk. (Jadi) kami marah," kata koordinator warga, Mahmudi Ibnu Khotib.

Awalnya, keluarga Maun datang ke pengadilan, karena sesuai jadwal, Senin, 11 September 2017 merupakan sidang vonis untuk pembunuh Maun. Namun, sidang tiba-tiba ditunda. Mereka pun berunjuk rasa meminta kepala pengadilan keluar dan menjelaskan hal tersebut.

Setelah lama dinanti, Ketua Pengadilan Negeri Bangkalan akhirnya menemui warga. Dia mengatakan, sidang ditunda karena dua alasan. Pertama, salah satu hakim berhalangan karena sedang ikut pendidikan di Jakarta. Kedua, kebetulan hari itu tersangka Riskandar juga tengah sakit dalam tahanan.

Namun, menurut Mahmudi, alasan penundaan terkesan mengada-ada. Selain itu, nada bicara ketua pengadilan terkesan arogan, sehingga menyinggung warga. Mereka akhirnya memblokir jalan.

"Kami datang bukan untuk intervensi. Kami hanya menuntut keadilan agar tersangka dihukum berat, tapi kepala PN omongnya kasar sekali," ujar Mahmudi.

"Kami minta Riskandar dihukum berat. Kalau pembunuh divonis ringan, maka carok di Madura akan terus ada, tidak membuat jera," Mahmudi menambahkan.

Pembunuhan Maun terjadi pada suatu siang, 10 Mei 2017 lalu. Riskandar membunuh Maun hanya karena masalah rumput. 

Hari itu, Riskandar memutar balik mobilnya di sebuah lahan kosong. Lahan itu milik Maun. Melihat rumputnya rusak dilindas, Maun menegur Riskandar karena rumput itu sengaja dipelihara, bahkan dipupuk untuk persediaan pakan ternak.

Rupanya Riskandar tak terima ditegur. Dia kemudian menghardik Maun dan mengancam dengan celurit. Riskandar mengira Maun tak akan melawan. Namun yang terjadi sebaliknya, korban melawan.

Riskandar yang tengah menggenggam celurit di tangannya, langsung membacok lebih dulu. Maun tak berdaya, dia tewas.

Riskandar lalu ditangkap tak lama berselang. Polisi menjeratnya dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dengan ancaman minimal 10 tahun dan maksimal 15 tahun.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya