Jember - Tak semua informasi benar adanya, apalagi kisah mengenai wangsit harta karun Bung Karno (Presiden pertama RI Sukarno) dan peninggalan Raja Majapahit. Alih-alih mendapatkan harta karun, justru nyawa melayang.
Seperti nasib nahas yang dialami empat pemburu wangsit harta karun Bung Karno yang menjadi korban di dalam gua di Bukit Mandigu, Kecamatan Mumbulsari, Jember, Jawa Timur, Senin, 11 Desember lalu. Kematian menjadi akhir perburuan mereka.
Pantauan JawaPos.com, Rabu, 13 Desember 2017, gua di Bukit Mandigu di Petak 42 Mumbulsari, itu memang cukup mistis. Pintu masuk gua, ada semacam tulisan kuno berpadu bahasa Arab.
Advertisement
Meski saat mencoba membaca tulisan Arab, tidak begitu jelas maksudnya. Ditambah lagi ada gambar bintang, seperti bendera Israel berwarna kuning.
Baca Juga
Sisi kanan pintu masuk gua, ada batu besar tertulis lirik lagu "Indonesia Raya". Tulisan lirik lagu itu juga dicat sama, warna kuning. Bahkan di bawah tulisannya, ada tanda-tangannya. Mungkin yang dimaksud, tanda-tangan itu milik pecinta lagu nasional, Wage Rudolf Supratman.
Semakin merinding, di beberapa sudut pintu gua, ada dupa hio yang biasa digunakan untuk ritual. Dupa masih menyala. Bahkan aroma khasnya, begitu menyengat.
Bertambah kental suasana mistis, karena di sana juga ada sesajen. Memang sesajen di sana tidak begitu lengkap. Hanya ada bunga yang mengering.
Disandingkan satu kelapa kering. Namun di antara sesajen tersebut, ada dua bendera Merah Putih, bersanding gambar sang proklamator Ir. Sukarno atau Bung Karno.
Dalam beberapa hari terakhir, gua itu ramai menjadi perbincangan. Penyebabnya, ada empat pemburu wangsit harta karun Bung Karno di dalam gua yang tak bisa keluar. Mereka lemas. Tiga meninggal dunia dan seorang di antara mereka, selamat meski masih kritis.
Baca berita menarik dari JawaPos.com lain di sini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Â
Â
Â
Puncak Bukit Dekat Lokasi Paralayang
Mencari gua yang dimaksud, sebenarnya tidak begitu sulit. Melintas melewati jalan samping kantor Desa Suco, Mumbulsari, menuju Puncak Mandigu di Desa Lampeji. Supaya tidak tersesat, tanya masyarakat sekitar arah ke lokasi paralayang.
Ya. Gua itu tak jauh dari puncak yang biasa dipakai olahraga paralayang Bukit Mandigu. Namun, jika ke lokasi paralayang harus ambil arah kanan, sedangkan ke gua itu harus memilih jalan yang ke kiri. Semakin mudah menemukan gua itu, karena atap terpal warna biru tampak begitu mencolok.
Mantri Perhutani yang bertanggung jawab di Bukit Mandigu, Adi Yulianto, sejak tiga bulan lalu, mengaku menerima laporan warga sekitar. Dilaporkan, gua tersebut banyak di tempati orang luar desa. "Kabarnya memang dijadikan tempat ritual," tuturnya.
Merasa tidak pernah mengeluarkan izin, Perhutani pun sempat meminta orang yang di gua untuk pulang. Namun, seminggu lalu, ada lagi laporan demikian.
"Pernah kami obrak-abrik tempatnya. Tapi mereka datang lagi," katanya.
Menurut Adi, lahan di petak sekitar gua memang tidak ada yang rusak. Sebab, mereka bukan penambang emas, melainkan pemburu emas harta karun yang konon peninggalan Sukarno.
"Kabar berburu harta karun, sudah banyak diketahui warga di bawah bukit," ujar mantri Perhutani tersebut.
Advertisement
Awalnya Mengaku Penambang Emas
Seorang warga yang mengaku bernama Sutris, beberapa kali berpapasan dengan para pemburu harta karun tersebut. Saat ditanya, mereka cukup tertutup. Awalnya, mereka mengaku penambang emas.
Namun, saat didatangi petugas Perhutani bersama warga, mereka beralih mengaku datang hanya sekadar ritual.
"Tapi, ada satu di antara mereka, dengan polosnya datang ke gua untuk mencari harta karun," tuturnya.
Beberapa kali, Sutris melihat ada sejumlah orang mengendarai mobil dan parkir di perkampungan. Kemudian, orang tersebut naik ke bukit sambil membawa sesuatu.
Dia meyakini, mereka yang datang dengan mobil itu, mengirimkan logistik kebutuhan hidup yang ada di sekitar gua.
Kini, gua yang mereka percaya sebagai tempat harta karun Sukarno itu telah mengubur tiga pemburunya. Tiga pemburu harta karun harus meregang nyawa di dalamnya.
Polisi pun akhirnya menutupnya. Garis polisi warna kuning dipasang mengeliling gua yang menandakan, tidak boleh lagi ada orang masuk ke sana.
Fakta Mengejutkan Petaka Wangsit Harta Karun Bung Karno
Kepolisian Resor Jember, Jawa Timur, menetapkan satu tersangka terkait tewasnya penggali harta karun Bung Karno dan Raja Majapahit di kawasan Hutan RPH Mumbulsari. Lokasi penggalian tepatnya berada di Petak 42, Dusun Kemiri Songo, Desa Lampeji, Kecamatan Mumbulsari, Jember.
"Setelah dilakukan gelar perkara, kami akhirnya menetapkan seorang tersangka berinisial A-B (Aji Bagus), warga asal Desa Weringin Rejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, karena diduga sebagai otak penipuan," tutur Wakapolres Jember, Komisaris Edo Satya Kentriko, kepada Liputan6.com, Selasa, 12 Desember 2017.
Ia menyebut cerita wangsit peninggalan harta karun Bung Karno dan Raja Majapahit hanya modus penipuan terhadap delapan penggali. Sebelum penggalian, mereka diminta menggelar ritual di sekitar batu besar yang terdapat di lokasi kejadian.
Sementara itu, tersangka menyiapkan alat-alat ritual, foto Presiden Sukarno dan bendera Merah Putih. Tak lupa mereka juga membuat tulisan rajah pada batu besar (seperti tulisan pada jimat). Ada tiga bait puisi yang tertulis pada batu itu yang berbunyi, "Indonesia Hakku, tanah tumpah darahku. Di sanalah Aku bersedia Jadi Pandumu."
"Semuanya itu, hanya bagian modus penipuan untuk meyakinkan korban, sehingga mereka menyerahkan sejumlah uang," katanya.
Menurut Edo, tersangka A-B selanjutnya mengarahkan korban wangsit harta karun Bung Karno dan mengajak urunan, sehingga terkumpul uang Rp 25 juta. Uang tersebut selanjutnya dipegang AB dengan alasan untuk biaya operasional selama penggalian lubang.
"Setelah dilakukan gelar perkara dan sudah didukung minimal dua alat bukti yang cukup, kami meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan dengan menetapkan AB sebagai tersangka," ucapnya.
Advertisement
Peran Orang Pintar
Sementara salah seorang saksi, Tomo alias Pak Ririn, oleh tersangka AB diberi peran sebagai guru spiritual. Tomo memerankan karakter orang yang pendiam dan tidak banyak bicara. Untuk meyakinkan delapan penambang itu, Tomo hanya bilang pertanda.
"Bedeh terak, e atas betoh mon malem (Bahasa Madura, artinya: ada cahaya di atas batu kalau malam hari). Dan pernyataan ini yang kemudian ditafsirkan sebagai wangsit harta karun," ujar dia, kepada Liputan6.com, Selasa, 12 Desember 2017.
Menurut tetangga korban, Dian, warga Desa Subo, Kecamatan Pakusari, tiga korban meninggal dan satu orang kritis itu masih satu keluarga. "Mereka memang sehari-hari dikenal sebagai pencari harta karun," kata Dian.
Hingga saat ini, tersangka AB masih ditahan di Mapolres Jember. Tersangka sementara ini dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Sebelumnya, niat hati mendapatkan harta karun Bung Karno, apa daya nyawa malah melayang. Tiga warga Kecamatan Pakusari meninggal, sementara seorang kritis di perut bumi berkedalaman 10 meter.
Ketiga orang pengejar harta karun yang tewas bernama Taufiq (40) dan Bari (18), warga Dusun Sanggar, Desa Subo, Kecamatan Pakusari, dan Mbah Wardi (57), warga Desa Jatian, Kecamatan Pakusari. Sedangkan korban kritis bernama Fredi (27), warga Desa Subo, Pakusari.