Proyek Bendungan Bernilai Rp 48,5 Miliar Terancam Hancur Sia-Sia

Bendungan yang disebut cek dam bernilai Rp 48,5 miliar itu menghambat aliran lahar dingin dari Gunung Gamalama.

oleh Hairil Hiar diperbarui 20 Des 2017, 08:32 WIB
Diterbitkan 20 Des 2017, 08:32 WIB
Proyek Bendungan Bernilai Rp 48,5 Miliar Terancam Hancur Sia-Sia
Bendungan yang disebut cek dam bernilai Rp 48,5 miliar itu menghambat aliran lahar dingin dari Gunung Gamalama. (Liputan6.com/Hairil Hiar)

Liputan6.com, Ternate - Proyek pembangunan pengendali dan perbaikan Sungai Loto setahun lebih ini membuat warga dua kelurahan di sekitar Loto dan Togafo was-was. Pasalnya, proyek cek dam itu menyebabkan pendangkalan Kalimati karena batu-batu besar yang tertahan mulai meninggi.

Bakar, warga Kelurahan Loto, mengemukakan, akibat dari pembangunan cek dam, berdampak pada tertahannya batu-batu besar dan pasir yang tercampur dalam material lahar dingin Gunung Gamalama yang melewati kawasan sungai itu.

Bahkan, sebagian besar fondasi dan badan bangunan dari cek dam tersebut sudah tertimbun pasir bercampur batu seukuran kepala orang, batu sedang, dan batu besar. Situasi itu sudah diprediksi oleh warga setempat.

"Sudah disarankan, kalau di sini itu, alur lahar dingin tidak boleh dibunuh (ditutup). Ini aliran laharnya sangat kuat. Kalau hujan deras bisa patah, tetapi tidak dihiraukan," kata Bakar, saat disambangi Liputan6.com, di rumahnya yang berjarak kurang lebih 40 meter dari bibir Sungai Loto, Ternate, Maluku Utara, Sabtu, 16 Desember 2017.

Proyek cek dam yang menghabiskan Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) 2016 senilai Rp 48,5 miliar atau tepatnya Rp 48.552.000.000, itu terancam mubazir. Pasalnya, proyek pembangunan cek dam itu tidak sesuai dengan kondisi alam.

Bakar menyebut pihak yang bertanggung jawab dalam proyek itu tidak mau menerima saran dari penduduk yang sudah tinggal ratusan tahun di wilayah itu. Padahal, kearifan lokal warga sudah terbukti bisa menghindarkan diri dari bencana aliran lahar dingin.

Namun, dengan situasi menumpuknya batu-batu besar di dekat dinding cek dam, warga setempat makin khawatir. Pasalnya, tumpukan batu besar yang tertahan di cek dam lebih dekat dengan permukaan hingga membuat kedalaman Kalimati semakin naik.

"Di Loto, walaupun paling parah lahar dinginnya, namun selama ini kami jauh dari lahar. Selain ritual yang kami jaga, juga karena proses pembangunan sebelumnya tidak seperti itu (pembangunan sebelumnya adalah talud dan bronjol)," kata Bakar.

Bakar menambahkan, kekhawatiran semakin menjadi-jadi bila hujan deras turun hingga berhari-hari. Kondisi itu biasanya akan disertai lahar dingin dan menyebabkan luapan air.

"Apalagi aliran lahar dingin di sini, material pasirnya disertai dengan batu-batu besar," katanya.

Sungai Loto yang memiliki kedalaman 20 meter dari permukaan tanah seharusnya tetap terjaga. Setidaknya pada wilayah sungai yang berdampak langsung dengan perkebunan dan pemukiman warga itu lebih diperhatikan pemangku kepentingan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Ancaman Luapan Lahar Dingin​

Proyek Bendungan Bernilai Rp 48,5 Miliar Terancam Hancur Sia-Sia
Bendungan yang disebut cek dam bernilai Rp 48,5 miliar itu menghambat aliran lahar dingin dari Gunung Gamalama. (Liputan6.com/Hairil Hiar)

Dalam proyek pembangunan cek dam Sungai Loto, material bangunan berupa pasir, batu kerikil, dan batu kali diambil langsung dari Kalimati. Pihak Satker Sungai Pantai I BWS Maluku Utara juga membenarkan bahwa pengambilan material itu dilakukan tanpa mengeluarkan anggaran sepeser pun.

"Benar (pasir dan batu gratis), tetapi ini kan soal teknis. Lagian semua pekerjaan (pembangunan cek dam) itu membutuhkan biaya yang besar. Kami sewa alat berat ambil (pasir dan batu) itu kan bayar. Juga beli solar dan sewa truk," ujar Jhony Irfanto Dunda, PPK Sungai Pantai I BWS Maluku Utara, saat dihubungi Liputan6.com melalui telepon, di Ternate, Minggu, 16 Desember 2017.

Menurut Jhony, seluruh pelaksanaan pembangunan itu sudah sesuai prosedur dan perencanaan. Maka itu, ia menyebut kekhawatiran warga Loto akan luapan banjir lahar dingin itu berlebihan.

"Jadi kami (dalam membangun cek dam) menggunakan orang Satker Sungai Jogja. Di Jogja (Jawa Tengah) itu ada Gunung Semeru seperti Gamalama. Jadi, tidak sembarangan kami menghitung dan sudah sesuai dengan kondisi," kata dia.

Mengenai temuan cek dam patah di kawasan Kalimati Loto, Jhony menyebutkan itu diduga disebabkan karena ada mulut air yang ditutup. Akibatnya saat banjir keluar, cek dam tidak mampu menahan aliran air hingga lepas.

"Jadi itu bukan karena kualitas (dan kelayakan) beton yang tidak sesuai tetapi karena banjir," kata Jhony.

Jhony menegaskan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sudah dikerjakan sesuai prosedur. Ia juga mengatakan anggaran senilai Rp 48,5 miliaritu bukan hanya digunakan untuk membangun cek dam di kawasan Sungai Loto.

"Jadi total anggaran itu ada tiga kegiatan, salah satunya di Loto dan sisanya di Sungai Tugurara dan Togafo," katanya.

Jhony menolak tudingan warga yang yang mengatakan hasil pembangunan cek dam sekadar dikerjakan. Ia kembali menyalahkan aliran lahar yang kuat yang menyebabkan cek dam yang baru dibangun tidak mampu menahan air. Ia bahkan menyatakan proyek itu harusnya memperoleh anggaran lebih banyak.

"Jadi yang seharusnya anggaran yang dialokasikan itu lebih dari itu (Rp 48.552.000.000). Supaya bangunan yang kami kerjakan sesuai (dengan prosedur dan kualitasnya)," ucapnya.

 

Salah Sasaran

Proyek Bendungan Bernilai Rp 48,5 Miliar Terancam Hancur Sia-Sia
Bendungan yang disebut cek dam bernilai Rp 48,5 miliar itu menghambat aliran lahar dingin dari Gunung Gamalama. (Liputan6.com/Hairil Hiar)

Hal senada dikemukakan Suyanto, salah satu warga Loto yang sehari-hari bekerja sebagai penjual pasir dan batu di kawasan Barangka Loto, Pulau Ternate.

Suyanto mengapresiasi tujuan pembangunan pengendali dan sendimen sungai Loto tersebut. Hanya saja, kata Suyanto, pembangunan itu tidak tepat sasaran.

"Karena bangun beton dalam bentuk cek dam begini malah tambah parah, bukan untuk pengamanan tetapi membuat bencana baru," kata dia.

Lelaki 45 tahun yang sudah menggeluti profesinya selama 32 tahun itu mengemukakan, seharusnya model pembangunan cek dam seperti itu tidak dilakukan BWS Malut, karena kondisi sungai Kota Ternate berbeda dengan kondisi sungai yang lain di luar kota Ternate.

"Kalau saat hujan dan banjir lahar dingin keluar, itu disertai dengan batu besar. Bukan hanya kerikil, batu fondasi atau pasir saja, tetapi yang dominasi di barangka sini itu batu-batu besar," ujar Suyanto.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya