Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini ulah sejumlah hewan memicu kehebohan dan merepotkan banyak orang. Ketiga jenis hewan itu adalah monyet, buaya, dan harimau. Apa yang mereka lakukan?
Aksi hewan-hewan di berbagai daerah itu dinilai mengganggu dan meresahkan warga. 'Tindak pidana' yang mereka lakukan mulai dari pencurian, mengancam, hingga pembunuhan. Manusia yang jadi korbannya.
Otoritas dan warga pun mengantisipasi aksi lanjutan para hewan. Namun di luar langlah antisipasi itu, disadari bahwa aksi ekstrem hewan tak lepas dari rusaknya habitat hewan sehingga pola alamiahnya terganggu, dan akhirnya mengusik manusia.
Advertisement
Baca Juga
Monyet Mencuri Palawija
Mulai dari yang paling ringan, aksi pencurian oleh kawanan monyet. Belasan monyet di sekitar kawasan hutan Perum Perhutani Blok Cicuraheum, Gunungkencana, Banten menyerang pertanian palawija milik petani Badui.
"Kami bingung tanaman jagung dan pisang siap panen dimakan dan dirusak oleh belasan monyet itu," kata Santa (45) seorang petani Badui di Lebak, Selasa, 2 Januari 2018, dilansir Antara.
Akibat serangan binatang monyet itu petani mengalami kerugian karena tanaman palawija yang siap panen tidak bisa menghasilkan. Tanaman pertanian palawija itu diantaranya jagung, pisang, kedelai. Total lahan seluas 1,5 hektare kondisinya rusak.
Petani Badui tidak bisa menikmati panen palawija akibat serangan monyet tersebut. Diperkirakan monyet yang menyerang tanaman miliknya itu antara 16 sampai 18 ekor.
"Kami menduga populasi monyet itu di habitatnya mengalami kerusakan hutan, sehingga mereka mengalami kelaparan," kata Santa.
Menurut dia, pergerakan monyet itu begitu cepat. MEreka menghilang jika dilakukan pencegahan agar tidak merusak tanaman palawija.
Saat ini, kawasan Blok Cicuraheum milik Perum Perhutani digarap oleh petani Badui. Sedangkan populasi monyet itu terdapat di pohon-pohon tinggi di kawasan hutan yang lokasinya tidak begitu jauh.
Untuk mencegah serangan tanaman pertanian itu, petani terpaksa melakukan pemasangan "bebegig" atau patung menyerupai manusia. Selain itu juga melindungi komoditas buah pertanian yang siap dipanen dengan memasang kaleng maupun bunyi-bunyian.
"Kami tentu sangat kerepotan untuk mengatasi serangan monyet karena datang secara bergerombol dan melakukan perusakan tanaman pertanian yang siap panen itu," katanya.
Tinggal (50) petani Badui lainnya mengatakan saat ini serangan monyet merusak tanaman pertanian pisang dan jagung akibat kelaparan.
"Kami selama ini melakukan penjagaan tanaman palawija guna mencegah serangan monyet itu," katanya.
Ancaman Buaya dan Insiden Jurus Jari Sakti
Ancaman serangan buaya di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, dikhawatirkan akan meningkat. Ini akan terjadi jika binatang buas itu makin kesulitan mendapatkan makanan akibat habitatnya rusak.
"Munculnya buaya di sekitar permukiman warga karena habitatnya mulai rusak. Buaya ingin mencari makan karena makanan di habitat asalnya sudah sulit didapat," kata Komandan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Jaga Sampit, Muriansyah, di Sampit, pada Selasa, 2 Januari 2018, seperti dilansir dari Antara.
Kemunculan buaya di Sungai Mentaya dan Sungai Cempaga makin sering. Sepanjang Desember 2017, terjadi dua kali serangan buaya terhadap warga yang beraktivitas di Sungai Mentaya dan Sungai Cempaga. Untungnya mereka berhasil selamat setelah mampu melepaskan diri dari gigitan buaya.
Serangan buaya sudah sering terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, sudah banyak korban jiwa akibat disambar buaya, bahkan ada korban yang jasadnya tidak ditemukan lagi.
Habitat buaya diperkirakan berada di Pulau Lepeh. Masyarakat sering melihat buaya muncul dan berjemur di bantaran pulau kecil tak berpenghuni yang terletak di tengah Sungai Mentaya di perairan Kecamatan Mentaya Hilir Selatan tersebut.
Muriansyah mengatakan, rusaknya ekosistem sungai yang merupakan habitat buaya membuat ikan dan hewan lain yang menjadi makanan buaya makin sulit didapat. Akibatnya, buaya mencari makan hingga ke perairan kawasan permukiman warga mengincar ternak milik warga seperti ayam dan bebek.
"Kami imbau masyarakat tidak meletakkan ternak di dekat sungai atau membuang bangkai ayam ke sungai karena itu memancing buaya untuk datang. Buaya muncul karena kelaparan dan mencari makan," ucap Muriansyah.
Meski belum terdata, Muriansyah memprediksi populasi buaya di Sungai Mentaya dan Sungai Cempaga masih cukup banyak. Sepanjang 2017, BKSDA Pos Sampit telah menerima tiga ekor buaya muara yang diserahkan warga.
Muriansyah mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati saat beraktivitas di sungai. BKSDA juga terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk mewaspadai serangan buaya.
Jurus Jari Sakti Emak-Emak
Sebelumnya ada insiden warga nyaris tewas diserang buaya. Seorang ibu sedang sibuk mencuci di Sungai Mentara, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng), saat buaya pemangsa menyerangnya. Ia berhasil selamat setelah mengeluarkan jurus "jari sakti".
Dia menusukkan jari tangannya ke mata hewan berdarah dingin tersebut. Meski begitu, korban mengalami luka di kaki kanan setelah sempat digigit buaya.
"(Korban) sudah diberi pertolongan. Kami mengimbau masyarakat lebih waspada saat beraktivitas di sungai," kata Kapolsek Jaya Karya Ipda Hamdan Samudro di Sampit, Senin, 18 Januari 2017, dilansir Antara.
Korban sambaran buaya tersebut adalah Rusmini (31), warga Samuda, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan. Korban disambar buaya saat mencuci pakaian di sungai pada Minggu malam, 17 Desember 2017, sekitar pukul 19.00 WIB.
Saat itu, korban sedang menyelesaikan cucian. Tanpa diduga, kaki kanan korban yang sedang menjuntai ke air disambar buaya. Saat itu, sebagian tubuh korban masih di atas lanting terapung, sehingga sempat berpegangan.
Saat suasana panik, korban refleks menusuk mata buaya menggunakan jarinya. Tindakan itu ternyata berhasil dan buaya yang kesakitan akhirnya melepaskan gigitannya. Korban yang berhasil selamat kemudian meminta pertolongan warga sekitar.
Advertisement
Drama Menegangkan Dikejar Harimau di Kebun Sawit
Rabu, 3 Januari 2018 menjadi hari nahas bagi Jumiati, karyawati perkebunan sawit. Dia bersama dua rekannya yang sedang mendata pohon sawit yang terserang hama berpapasan dengan harimau Sumatera.
Meski sudah berusaha menghindar, perempuan 30 tahun itu meninggal usai diterkam hewan buas berkulit belang itu. Kabid Humas Polda Riau, Komisaris Besar Guntur Aryo Tejo, menyebut kejadian itu terjadi di Desa Tanjung, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir.
Lokasi tepatnya di KCB 76 Blok 10 Afdeling IV Eboni Estate PT THIP.
"Korban karyawan di perusahaan tersebut. Kejadiannya pukul 10.00 WIB di perkebunan sawit," kata Guntur, Kamis siang, 4 Januari 2018.
Guntur menerangkan, pagi itu korban Jumiati bersama rekannya, Yusmawati dan Fitrianti, mendapat tugas mendata pohon sawit yang terserang hama. Tiga jam mendata, ketiganya kemudian berjumpa dengan harimau di tengah berada di kebun.
Ketakutan, ketiganya berusaha menghindar, tapi mereka terus diikuti binatang buas dimaksud. Setelah berlari sekitar 200 meter, ketiganya agak bernapas lega karena melihat harimau berbelok arah menjauhi korban dan dua rekannya.
"Namun tiba-tiba dari arah depan, harimau tadi muncul lagi dari depan dan mengejar ketiganya," ucap Guntur menyampaikan informasi yang diperoleh dari polsek setempat.
Korban dan dua rekannya lalu menyelamatkan diri dengan memanjat pohon sawit yang berbeda-beda. Rekan korban, Fitriyanti, yang panik di atas pohon terjatuh dan masuk ke dalam lumpur.
Namun, harimau itu membiarkan Fitriyanti yang jatuh. Ia justru memanjat pohon sawit yang ada korban Jumiati di atasnya.
Harimau itu melompat dan berhasil menggigit kaki korban, sehingga korban terjatuh. Setelah bergumul selama 15 menit, harimau berhasil menerkam bagian belakang leher korban, sehingga korban tak bergerak lagi.
"Penuturan saksi selamat, harimau tadi memangsa bagian paha kanan korban dan meninggalkan lokasi," kata Guntur.
Rekan korban yang terjatuh tadi kembali memanjat pohon karena takut harimau itu balik lagi. Beberapa jam di atas pohon dan memastikan keadaan aman, keduanya turun dan memberitahukan kejadian mengerikan yang baru saja dialami ke karyawan lainnya.
Kepolisian mendapat kabar itu pada siang harinya. Bersama karyawan perusahaan, beberapa personel polisi masuk ke tengah kebun sawit dengan jarak tempuh sekitar 5 jam dan langsung mengevakuasi korban.
"Korban dievakuasi pada malam hari karena jaraknya jauh, dan di lokasi saat itu sudah tidak ada harimau," ucap Guntur.
Jenazah korban dibawa ke rumah duka setelah diperiksa medis dan diserahkan ke keluarga untuk dimakamkan. Saat ini petugas menyelidiki lokasi kejadian untuk menentukan langkah lebih lanjut.
Saksikan video pilihan di bawah ini: