Jakarta - Belakangan teror buaya meningkat di berbagai daerah, mulai dari Jawa Tengah sampai Kalimantan. Sejatinya, reptil purba itu tak bermaksud melancarkan teror, namun hanya mencari makan atau sekadar jalan-jalan.
Masalahnya, lokasi blusukan para buaya itu di daerah dekat permukiman. Ini tak lepas dari tren kerusakan habitat buaya. Pada momen kemunculan dan serangan buaya itu, sebagian berujung duel: kadang manusia yang menang, kadang si buaya.
Dari beragam cerita tentang buaya-buaya tersebut, tak semuanya berbau horor atau menegangkan. Sebagian malah terkesan jenaka, atau mengharukan. Berikut sebagian ceritanya.
Advertisement
Baca Juga
Buaya Menganga di Depan Pintu
Ancaman serangan buaya semakin membuat takut masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Mentaya, Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Bukan apa-apa, buaya di sana sudah mampir dan naik sampai ke depan pintu rumah warga.
Seperti kejadian di rumah yang dihuni Sugian dan Enor, buaya naik sampai depan rumah. "Saat tengah malam, terdengar suara seperti orang mengetuk pintu, begitu dibuka, ternyata buaya menganga," ucap Camat Pulau Hanaut, Eddy Mashami, di Sampit, Rabu, 18 Oktober 2017, dilansir Antara.
Pemilik rumah kemudian lari ke dalam, untungnya buayanya juga mencebur ke sungai. "Suara ketukan itu diduga berasal dari kibasan ekor buaya ke pintu," kata Eddy.
Buaya memang kerap muncul di Sungai Mentaya dekat permukiman. Buaya kerap muncul malam hari saat air sungai pasang, sehingga predator ganas itu dengan mudah naik ke bantaran sungai. Reptil raksasa itu bahkan naik ke pelataran rumah warga di pinggir sungai.
Buaya-buaya muara itu diduga mengincar ternak milik warga, di antaranya ayam dan itik. Namun, dikhawatirkan, konflik buaya dengan manusia tidak terhindarkan jika hewan ganas itu semakin sering masuk ke permukiman penduduk.
Saat ini, sebagian masyarakat makin berhati-hati saat beraktivitas di sungai. Beberapa warga bahkan mulai membuat toilet di darat karena takut diserang buaya saat di sungai, khususnya pada malam hari.
Mashami menegaskan, ancaman serangan buaya tidak bisa dianggap sepele, apalagi kini binatang tersebut semakin sering muncul di sekitar permukiman. Padahal, sebelumnya, buaya sangat jarang terlihat, paling sekitar tiga bulan sekali muncul. Namun, saat ini, setiap hari ada laporan warga yang melihat buaya muncul.
"Tadi malam ada lagi warga Desa Hanaut yang melaporkan melihat buaya muncul dekat rumah mereka," tuturnya.
Buaya Berkalung Ban
Kurang lebih setahun lamanya seekor buaya di Sungai Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah, menjadi perbincangan masyarakat. Ban yang melingkar di leher sang buaya yang menyebabkan reptil raksasa itu menjadi buah bibir, baik oleh warganet maupun masyarakat setempat.
Menurut warga sekitar bernama Mirdad, awalnya buaya ini seperti buaya normal lainnya, tidak memiliki kalung berupa ban di lehernya. Akibat ulah masyarakat yang membuang limbah ke sungai, buaya ini tidak sengaja berenang hingga limbah ban sepeda motor itu tersangkut di lehernya.
Buaya itu pun seperti gelisah setelah tersangkut ban di lehernya. "Warga pun dengan peralatan seadanya, bambu, dan kayu, banyak yang ingin menolong. Namun, upaya warga tidak menuai hasil," tutur Mirdad.
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah, Noel Layuk Allo, mengungkapkan bahwa pemerintah telah berupaya menyelamatkan hewan tersebut.
"Kami pernah mengirim tim untuk menangkap lalu membius hewan tersebut. Namun, setiap kali tim datang ke lokasi, buaya tersebut telah kembali ke habitatnya," ujar dia, kepada Liputan6.com, Selasa, 31 Oktober 2017.
Sejauh ini, tim BKSDA terus berupaya menangkap hewan ganas tersebut dan melepaskan lilitan bannya. "Tim langsung terjun ke lokasi. Entah belum berjodoh atau bagaimana, seperti biasa buaya itu sudah kembali ke sungai sebelum tim tiba di lokasi," ujar Noel.
Ban Makin Sempit
Buaya berkalung ban kembali muncul pada akhir Oktober lalu. Warga sekitar dan para pelintas sontak heboh. Ban yang melingkari lehernya tetap terpasang rapi. Ban itu tampak sempit akibat tubuh si buaya yang kian membesar.
Informasi yang dihimpun Liputan6.com, buaya itu sering muncul dari dasar sungai. Namun, ia tidak pernah mengganggu warga yang biasa memancing ikan di sekitar Sungai Palu. Bahkan, ada warga yang memanfaatkan kemunculannya untuk berswafoto.
Menurut pengakuan Fauzan (20), warga sekitar Sungai Palu, guna menyelamatkan hewan karnivora tersebut dari lilitan ban motor itu, pemerintah mendatangkan tim penanganan khusus.
"Pernah sudah tim dari Jakarta datang untuk melepas ban dari buaya itu, namun setelah ditunggu-tunggu buaya tersebut tidak muncul, sehingga tim tersebut belum sempat melihat langsung buayanya," ucap Fauzan.
Menurutnya, selain si buaya berkalung ban, ada dua buaya besar lain yang mendiami sungai tersebut. "Ini semua karena sampah yang dibuang masyarakat, sehingga buaya itu tersiksa," kata Fauzan.
Advertisement
20 Tahun Buaya Jadi Anggota Keluarga
Memiliki hewan peliharaan kucing, burung, kelinci, ikan, atau mungkin ular, itu sudah biasa. Namun, bagaimana jika seekor buaya dijadikan peliharaan dan dibiarkan berkeliaran ke sana ke mari di pekarangan rumah. Pemandangan itu terlihat di kediaman M Irwan (41), warga Kelurahan Sempur, Bogor Tengah, Jawa Barat. Buaya itu sudah dianggap anggota keluarga.
Irwans sering terlihat asyik bermain air dengan Kojek, si buaya. Sesekali badannya disikat pakai sikat gigi yang dicampur sabun oleh Irwan. Kojek adalah nama buaya Irwan yang sudah menemaninya hingga 20 tahun.
Tak hanya membersihkan badan, Irwan juga menyikat bagian mulut, leher, dan kepala Kojek. Hewan karnivora yang dikenal ganas itu tampak tenang dan tidak berontak.
Irwan mengaku sudah merawat Kojek sejak masih berukuran 20 centimeter. Kini, bobot buaya itu telah mencapai 200 kilogram dengan panjang 2,7 meter. Anda dapat dengan bebas melihat buaya tersebut di kolam kecil di samping rumah Irwan.
Kepada wartawan, Irwan bercerita awal pertemuannya dengan Kojek kecil. Saat itu, dia sedang melakukan perjalanan pekerjaan ke Pangandaran, Jawa Barat. Dia tersentuh saat melihat Kojek kecil akan dipotong oleh salah seorang nelayan. Kojek pun ditukar dengan uang Rp 20 ribu.
Dibawalah Kojek ke kediamannya. Di rumahnya saat itu, Irwan memang memelihara beberapa hewan reptil, semisalnya ular juga biawak. Namun, kini, hanya biawak yang tersisa.
"Waktu masih kecil ukurannya sering dibawa-bawa. Warga di sini sudah biasa, enggak pada takut. Kalau malam suka jalan, tiba-tiba pagi sudah ada di depan pintu. Tapi, karena sekarang sudah gede badannya, jadi banyaknya diam saja di kolam," kata dia, dilansir Radar Bogor (Jawa Pos Group).
Baca berita menarik dari JawaPos.com lain di sini.
Saksikan video pilihan di bawah ini: