Jejak Misterius Pengungsi Cantik dari Afghanistan ke Manado

Tanpa Bahasa Inggris yang dikuasainya, pengungsi cantik dari Afghanistan itu mendatangi kantor Imigrasi Manado.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 27 Mar 2018, 07:30 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2018, 07:30 WIB
Jejak Misterius Pengungsi Cantik dari Afghanistan ke Manado
Tanpa Bahasa Inggris yang dikuasainya, pengungsi cantik dari Afghanistan itu mendatangi kantor Imigrasi Manado. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Liputan6.com, Manado - Kantor Imigrasi (Kanim) Manado, Rabu, 21 Maret 2018, sekitar pukul 07.00 Wita, kedatangan dua tamu perempuan. Salah seorang perempuan mengaku bernama Frista Haedari yang membawa serta putrinya yang berusia 4 tahun 6 bulan bernama Hasnah. Keduanya berasal dari Afghanistan.

Kepada Kepala Sub Seksi Penindakan Keimigrasian Kanim Manado, Hendrik Rompis, perempuan itu menyampaikan maksud kedatangannya. Namun karena hanya bisa berbahasa Fastun Afghanistan, kedua pihak susah payah berusaha mengerti satu sama lain.

Awalnya, Hendrik mengira mereka membutuhkan pelayanan izin tinggal atau memiliki masalah lain yang perlu penanganan Seksi Wasdakim. Belakangan, ia menyadari maksud sebenarnya dari perempuan Afghanistan itu.

Frista, perempuan itu mengaku sebagai pencari suaka dan ingin menjadi pengungsi mengikuti suaminya Muhammad Yasin Haedari. Muhammad sudah dua tahun tinggal di Rudenim Manado dan sebelumnya tinggal di Rudenim Makassar selama dua tahun juga.

Permintaan itu tak serta dipenuhi. Kepala Kanim Manado, Friece Sumolang langsung menghubungi pihak menghubungi International Organization for Migration (IOM) Manado.

Setelah berkonsultasi, mereka memutuskan untuk tidak menangani masalah yang bersangkutan. Pertimbangannya berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri yang menyebut orang asing seperti Frista merupakan tanggung jawab Rudenim.

Sedangkan, IOM menolak membiayai segala keperluan pencari suaka atau calon pengungsi yang menyerahkan diri kepada Pemerintah Indonesia seperti biasanya selama ini, sehubungan dengan adanya kebijakan baru dari negara pendonor IOM. Kebijakan itu terhitung mulai 15 Maret 2018.

Setelah berkordinasi dengan Rudenim Manado, mereka kemudian menghubungi mitra Rudenim selama ini, yaitu Jesuit Refugess Services (JRS) Manado. Sementara waktu, ibu dan anak asal Afghanistan itu diistirahatkan di penampungan atas biaya JRS sampai kemarin dengan tetap di bawah pengawasan Kanim Manado.

 

 

Penuh Tanda Tanya

Kamp pengungsi
Ilustrasi kamp pengungsi di Jerman. Seorang turis China yang kehilangan dompetnya secara tidak sengaja malah membubuhkan tanda tangan pada formulir untuk pengungsi. (Sumber Kai Pfaffenbach/Reuters)

Kepala Divisi Imigasi, Kanwil Kemenkum dan HAM Sulawesi Utara, Dodi Karnida menyatakan pendekatan terhadap masalah ini harus hati-hati dan mungkin lebih menonjolkan kepada unsur kemanusiaan. Pasalnya, baik Frista maupun Hasnah tak memiliki paspor atau dokumen identitas yang meyakinkan.

Di sisi lain, Imigrasi berupaya mencegah terjadinya banjir pengungsi ke Manado sebagaimana pernah terjadi pada 2014 hingga 2015 yang lalu.

"Mengaku bernama Frista dan Hasnah tetapi kan tidak ada dokumen pembanding untuk kepentingan verifikasi," ujar Dodi.

Kalau pun mengaku sebagai WN Afganistan, keduanya belum tentu serta merta diakui sebagai warga negara bersangkutan. Berdasarkan pemeriksaan, Dodi memastikan keduanya tiba di Manado dengan diatur sindikat internasional.

"Ia mengaku berangkat dari Afghanistan ke India dan terus ke Jakarta via Kuala Lumpur dengan pesawat terbang," ujar Dodi.

Ia juga tak sepenuhnya percaya dengan keterangan yang disampaikan perempuan itu karena ternyata ia pernah tinggal di Jakarta selama tujuh hari untuk kemudian diatur terbang ke Manado. Ia juga mengaku heran bagaimana perempuan itu bisa membeli tiket sekaligus lolos check in di bandara karena mereka tak memiliki dokumen pelengkap.

"Tentu saja ini ada yang mengatur, dan terhadap hal ini kami harus lebih berkordinasi lagi dengan instansi terkait lainnya termasuk dengan unsur penerbangan," ucapnya.

Pada Jumat, 23 Maret 2018 lalu, mereka sudah dipertemukan dengan suami/bapaknya yang sudah berstatus sebagai pengungsi dan tinggal di Rudenim Manado selama 2 tahun.

"Saya sudah memberikan petunjuk kepada Kanim Manado agar pada hari Senin 26 Maret menyerahkan kepada Rudenim Manado untuk difasilitasi agar dapat tinggal berdekatan dengan suaminya yang didetensi di Rudenim. Ini adalah pendekatan kemanusiaan yang kami lakukan," kata Dodi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya