Kisah di Balik Julukan Bupati Trafficking di NTT

Kasus perdagangan manusia (human trafficking) membuat NTT mendapat predikat sendiri.

oleh Amar Ola Keda diperbarui 27 Mar 2018, 11:32 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2018, 11:32 WIB
Trafficking
Bupati TTS, Paul Mella (Liputan6.com/Ola Keda)

Liputan6.com, Kupang- Kasus [perdagangan manusia ](3289110 "")(human trafficking) membuat NTT mendapat predikat sendiri. NTT mendapat posisi tertinggi di Indonesia sebagai daerah yang paling tinggi kasus perdagangan manusia. 

Kasus ini membuat NTT sering diplesetkan menjadi Nusa Trafficking Tinggi (NTT). Bahkan, sebagian bupati di NTT juga dijuluki Bupati Trafficking. 

"Karena kasus human trafficking yang sering terjadi, saat kami mengikuti pertemuan di Jakarta kami disebut sebagai Bupati Trafficking,” ujar Bupati Timor Tengah Selatan (TTS) Paulus VR Mella, Senin (26/3/2018) 

Menurut Mela, salah satu kendala dalam upaya membasmi human trafficking adalah budaya. Untuk itu, dia berharap bantuan dari berbagai pihak, terlebih masyarakat TTS sendiri, untuk meminimalisasi kasus human trafficking dengan mengubah mental yang selama ini terjadi.

“Orang Timor tidak mau ikut campur urusan orang. Walaupun sekampung. Juga, walaupun orang itu tahu bahwa sebuah transaksi yang terjadi adalah human trafficking. Dia tidak mau melaporkan," kata Mella. 

Persoalan human trafficking, kata Mella, bukan menjadi tugas seorang bupati semata. Persoalan itu menjadi persoalan bersama. Pemerintah tentu sangat mengharapkan uluran tangan dari berbagai pihak untuk menyelesaikan kasus trafficking

"Saya contohkan, jika seorang pelaku human trafficking ditangkap dan polisi membutuhkan saksi, orang Timor tidak akan mau jadi saksi, dia merasa itu bukan urusannya. Ini budaya kita yang harus diubah,” ucap Mella. 

Segala penilaian buruk terhadap pemerintah, dia mengaku menerimanya dengan rendah hati. Baginya, tugas pemerintah dan negara adalah memastikan keselamatan masyarakat.

“Kalau ada orang yang meninggal, seperti kasus TKI yang terjadi baru-baru ini, orang bertanya di mana pemerintah, kita tidak boleh mempersalahkan siapa-siapa. Memang sudah jadi tugas negara dan pemerintah untuk menjaga masyarakatnya,” katanya.

Dia menambahkan, kelemahan pemerintah selama ini adalah rendahnya sosialisasi. Masyarakat belum tahu motif human trafficking

"Kalau belum keluar negeri saja sudah diberi uang, orang pasti mau keluar negeri. Mereka pasti berpikir di sana lebih banyak uang yang didapat. Ini menjadi tugas kita semua untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat," pungkas Mellla. 

Cerita Kelam TKI Asal NTT, 2 Tahun Kerja Tanpa Upah

TKI NTT
Seorang TKI asal NTT tiba di Bandara El Tari Kupang setelah lolos dari majikan galak (Liputan6.com/Ola Keda)

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Desa Laob,  Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) Santi Yatni Asmada Bahan dipulangkan ke  kampung halamannya dengan tangan hampa.  Karena selama bekerja dua tahun di Malaysia, Santi tidak pernah dibayar majikannya.

“Saya menuntut agar gaji saya selama dua tahun bekerja di Malaysia dibayarkan,” kata Santi, Minggu, (25/3/2018).

Santi mengaku diberangkatkan secara ilegal oleh salah satu jaringan human traffiking Yanto Nalle pada 2015. Semua dokumen termasuk paspor di urus di Medan selama 2 hari dan setelah itu langsung diberangkatkan. Santi berangkat melalui jalur laut pelabuhan Port Klang, setelah itu dibawa ke penampungan dan agensi  Agensi pekerjaan Prestij Bistari. Dari agensi tersebut, Santi mendapat majikan bernama Lee Kwok Siang beralamat di  No. 19 Jl. Wira Height 3 Bandar Sungai Long Kajang, Selangor, Malaysia.

“Disitu saya bekerja selama 1,6 tahun tanpa permit (ijin kerja),” katanya.  

Santi juga menandatangani kontrak kerja sebagai PRT dengan gaji RM 750/bulan dengan potongan selama 5 bulan. Namun,  majikan telah menyerahkan RM 20.000 ke Agency. 

“Sampai pulang permit tidak pernah ada,” katanya.  Santi mendesak agar gajinya diperkirakan sebesar Rp25 juta lebih dibayarkan, akibatnya majikan mengembalikan Santi ke agency tanpa dibayar sepeserpun.

“Saya sempat ditawari bekerja di majikan lainnya, tapi saya menolak,  karena akan gaji akan dipotong 5 bulan,” katanya.  

Akhirnya agency mengerjakan Santi di kantor agency sejak April-Desember 2017 dengan gaji RM 1500, namun uang gaji itu dikirim langsung ke orang tua di kampung halamannya.  Namun pada 29 Desember 2017, agency mengantar Santi ke bandara untuk dipulangkan,  karena lalai,  sehingga tiga TKI berhasil kabur dari agency itu.  

“Karena belum dibayar,  saya hubungi saudara untuk dijemput, dan dibawa ke KBRI untuk mengurus gaji saya,” katanya.

Namun, usaha itu juga belum berhasil, sehingga KBRI memulangkan Santi ke kampung halamannya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya