Liputan6.com, Jambi - Warga Kota Bangko, ibu kota Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi baru saja heboh akan ulah seorang warga Suku Anak Dalam (SAD) di daerah itu yang nekat menjajakan seekor anak tapir di pinggir jalan seharga Rp 15 juta. Padahal, binatang herbivora bernama Latin Tapirus Indicus itu merupakan satwa langka sekaligus dilindungi.
Dari informasi, warga Suku Anak Dalam yang menawarkan anak tapir tersebut bernama Egok alias Jeki. Ulah Egok mengundang rasa penasaran warga di Kota Bangko, pada Rabu, 4 April 2018. Ia mengikat seekor anak tapir di pinggir jalan sembari menawarkan akan menjualnya seharga Rp 15 juta.
Advertisement
Baca Juga
"Tak ada yang menawar, malah jadi bahan tontonan dan foto-foto warga," ucap Hilda, salah seorang warga Kota Bangko yang sempat ikut melihat ulah warga Suku Anak Dalam itu.
Menurut Hilda, pertama kali ia melihat anak tapir itu diikat di sebuah pohon di pinggir jalan lintas Sumatera di Kota Bangko. Tepatnya di depan Kantor BCA cabang Bangko.
Dari penuturan Egok, kata Hilda, dia menangkap anak tapir itu di daerah Sungai Manau, Kabupaten Merangin sekitar tiga pekan sebelumnya.
"Setelah beberapa lama dipelihara, katanya tapir itu mau dijual. Kalau ada yang mau Rp 15 juta," ujar Hilda.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â
Tawar Menawar Alot
Kabar akan adanya warga Suku Anak Dalam yang ingin menjual anak tapir langsung merebak hingga terdengar petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. Petugas pun langsung turun mengecek ke lapangan.
Namun demikian, tak mudah bagi petugas BKSDA untuk membawa anak tapir itu dari tangan warga Suku Anak Dalam tersebut. Sempat terjadi negosiasi alot selama beberapa hari. Bahkan, BKSDA sempat meminta bantuan Pemkab Merangin untuk membujuk agar warga Suku Anak Dalam menyerahkan anak tapir tersebut.
"Untuk membantu BKSDA, pada hari Minggu, 8 April 2018, Pemkab Merangin melalui UPTD Suku Anak Dalam (SAD) mendatangi tempat tinggal warga SAD untuk menyerahkan tapir tersebut," ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Merangin, Sibawaihi.
Dari hasil pertemuan itu, kata dia, ada tiga solusi yang ditawarkan untuk "membebaskan" anak tapir tersebut. Pertama, memberikan kompensasi kepada warga SAD agar tapir tersebut diserahkan ke BKSDA. Yang kedua adalah tetap membolehkan dipelihara oleh warga SAD, namun dalam pengawasan BKSDA.
Selanjutnya, solusi ketiga adalah warga SAD tetap harus melepaskan tapir tersebut dan tidak boleh menjualnya karena memang ada sanksi sesuai aturan hukum yang berlaku.
"Kita gunakan (solusi) itu sebagai upaya persuasif terlebih dahulu, karena yang membawa hewan itu adalah warga Suku Anak Dalam," ucap Sibawaihi.
Â
Advertisement
Anak Tapir Akhirnya Bebas
Setelah cukup lama negosiasi, Egok, warga Suku Anak Dalam di Kabupaten Merangin, akhirnya mau menyerahkan anak tapir tersebut kepada BKSDA Jambi.
"Iya sudah (diserahkan ke BKSDA) dan rencananya akan dilepasliarkan di kawasan hutan adat yang ada di Kabupaten Merangin," ujar Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Jambi, H Udin di Jambi, Rabu, 11 April 2018.
Menurut Udin, anak tapir tersebut diperkirakan berusia sekitar lima bulan. Saat tertangkap oleh warga Suku Anak Dalam, anak tapir tersebut dikira jenis babi hutan.
Sebelum dilepasliarkan, sesuai saran dari dokter hewan, anak tapir itu terlebih dahulu akan dirawat selama kurang lebih empat bulan hingga kondisinya benar-benar stabil dan siap beradaptasi dengan alam dan lingkungan.
"Tapir itu jenis kelaminnya betina, berat 50 kilogram dan dalam keadaan baik," ujar Udin memungkasi.