Selain Gaji, Ini Hak yang Bakal Dituntut Menteri Hanif ke Majikan Parinah

Hanif memastikan pemerintah akan membantu agar hak-hak TKI Parinah ditunaikan oleh sang majikan.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 15 Apr 2018, 18:01 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2018, 18:01 WIB
Menteri Tenaga Kerja, Muhammad Hanif Dhakiri. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Menteri Tenaga Kerja, Muhammad Hanif Dhakiri, menjelaskan komitmen pemerintah terkait kasus TKI Parinah. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Purwokerto - Buruh migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Parinah tiba di Tanah Air, Kamis, 12 April 2018. Namun, ia pulang tanpa gaji dan hak-hak lainnya.

Parinah berhasil "diselamatkan" oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London dan kepolisian setempat setelah tak diperbolehkan pulang oleh majikannya selama 18 tahun.

Lantaran itulah, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI untuk menyelesaikan kasus Parinah, yang dianggap sebagai korban perbudakaan modern.

Menteri Tenaga Kerja, Muhamad Hanif Dhakiri mengatakan, selain unsur pidana, kasus Parinah merupakan kasus ketenagakerjaan atau perburuhan (labour case) yang mestinya menjadi domain Kemenaker.

Namun, lantaran Indonesia tak memiliki Atase Ketenagakerjaan di Inggris, maka apa yang dilakukan bakal dikoordinasikan dengan KBRI London.

Hanif memastikan pemerintah akan membantu agar hak-hak Parinah ditunaikan oleh sang majikan. Antara lain, gaji Parinah selama 18 tahun, sejak di Arab Saudi hingga dibawa masuk ke London, Inggris.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Komitmen Pemerintah dalam Kasus Perburuhan

Pemerintah bakal memperjuangkan hak-hak Parinah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pemerintah bakal memperjuangkan hak-hak TKI Parinah. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Itu artinya, menurut Hanif, hak Parinah lain sebagai buruh migran atau TKI, seperti cuti, libur dan hak berkomunikasi juga akan menjadi bagian dari tuntutan yang harus ditunaikan oleh majikan.

Hanif juga menegaskan, pemerintah akan membantu Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki kasus di luar negeri. Baik itu kasus perburuhan maupun kasus lainnya, misalnya terlibat dalam tindak pidana.

"Kalau dari laporan yang saya terima masih ditangani oleh KBRI kita. Intinya itu masih diproses," Hanif menjelaskan di Purwokerto, Sabtu, 14 April 2018.

Ia pun harus mengecek dulu kasusnya "Karena kasusnya itu kan berada di London, dan kita tidak memiliki atase ketenagakerjaan di London," imbuhnya.

Sejak 1999, Parinah bekerja di keluarga dokter kandungan berkewarganegaraan Mesir, Alaa M Ali Abdalla. Lantas, oleh majikan, Parinah diboyong ke London dan menjadi imigran ilegal lantaran tak pernah pernah memperpanjang atau memperbarui paspor dan visa. 


PR Pemerintah Usai Kasus Parinah

Pelatihan dan pembekalan akhir bagi TKI yang hendak berangkat ke luar negeri di P4TKI. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pelatihan dan pembekalan akhir bagi TKI yang hendak berangkat ke luar negeri di P4TKI. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Parinah akhirnya tiba di rumah anak perempuannya, Sunarti di Nusawungu Kabupaten Cilacap, Kamis, 12 April 2018. Adapun sang majikan, mendekam di balik jeruji besi Kepolisian London, menunggu proses persidangan.

Berkaca dari kasus ini, pemerintah bakal meningkatkan kualitas pelayanan maupun perlindungan TKI. Pemerintah bakal memperkuat tata kelola agar prosedur pemeberangkatan TNI lebih mudah, murah dan cepat, sekaligus aman.

Calon TKI pun harus dibekali dengan pendidikan ketrampilan. Bahasa juga menjadi kemampuan penting yang bakal menjadi fokus kementerian. Sebab, banyak terjadi, kemampuan berkomunikasi menjadi masalah di negara tujuan.

Pemerintah juga bakal memperkuat hubungan bilateral dengan negara-negara tujuan TKI. Pemerintah ingin agar perlindungan TKI dari waktu ke waktu semakin diperkuat sesuai dengan ketentuan internasional.

“Di ASEAN ada skema perlindungan pekerja migran beserta seluruh keluarganya. Mestinya negara-negara ASEAN merujuk pada aturan kesepakatan yang sudah dibuat,” Menteri Hanif menegaskan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya