Tuban - Selasa, 17 April 2018 bakal menjadi saat-saat tak terlupakan bagi empat korban selamat dari kejadian ambruknya Jembatan Widang. Ubaidillah Masum dan Muhammad Rizal Afidudin berboncengan mengendarai motor. Adapun Saiful Arifin dan Samsul Arifin sama-sama mengemudikan truk. Bagi mereka detik-detik saat kejadian nahas itu serasa berhadapan pada kematian.
Ubaidillah Masum sudah menetapkan jadwal jika Selasa, 17 April 2018 menuju ke rumah rekan satu kerjanya, Muhammad Rizal Afifudin, di Desa Sumurgenuk, Kecamatan Babat, Lamongan. Hari itu ia hanya memikirkan untuk menuntaskan pekerjaan. Mengendarai motor bebek bernopol L 3466 DJ, Ubaidillah meluncur dari rumahnya di Kecamatan Palang, Tuban.
Tak ada yang aneh ketika pria 24 tahun itu melintas di Jembatan Widang dari arah Tuban menuju Lamongan. Truk-truk besar selalu melewati jembatan sepanjang 260 meter (m) tersebut. Ubaidillah pun tiba di rumah Rizal. Tak lama mereka berboncengan menuju ke Widang, awal melintas di Jembatan Cincin Lama tak ada hal yang berbeda. Mereka melintasi bagian pertama dan kedua dengan mulus.
Advertisement
"Sebelumnya ya enggak memiliki firasat apa-apa yang menjadi petanda ada kejadian ini,” ujar Ubaidillah kepada Jawa Pos Radar Lamongan.
Akan tetapi, di bagian ketiga atau tepatnya 150 m tiba-tiba jantungnya berdebar sangat kencang. Jembatan yang dilintasinya ambruk. Lintasan yang semula tegak lurus, berubah seperti papan seluncur yang membuat kecepatan motornya tak bisa dikendalikan. Detik-detik itu menghadapkannya pada kematian. Tak ada pilihan dan tak ada hal yang bisa dilakukan kecuali pasrah. Secara logika, pengendara motor bersama tiga truk besar terperosok ke dalam aliran sungai terpanjang di Pulau Jawa.
“Hanya bisa pasrah saja. Tapi ada rasa takut yang luar biasa. Pikiran jika saya tak bisa berenang. Tapi untungnya tak terlalu dalam karena tertahan jembatan,” katanya.
Mereka berhenti sejenak ketika sadar jika selamat dari kejadian maut tersebut. Dengan rasa shock yang masih menyelimuti, Ubaidillah dan Rizal mengumpulkan segenap tenaga yang tersisa untuk keluar dari tempat tak diinginkannya tersebut. Mereka berdua memanjat truk-truk sebagai jalan keluar, karena tak mengetahui jika sisa jembatan masih bisa dilintasi. Setelah mencapai atas, mereka berteriak sekencang-kencangnya untuk meminta pertolongan.
"Yang terbesit ya bagaimana caranya bisa menyelamatkan diri," tukasnya.
Mereka tak peduli lagi dengan atribut yang dikenakan saat bekerja. Sepatu pantofel milik keduanya masih tertinggal di bak dump truk bermuatan pasir. Sepatu pantofel itu menjadi petanda yang sangat jelas, bagaimana perjuangan mereka untuk menyelamatkan diri dari ambruknya Jembatan Widang. Motor inventaris kantornya yang menjadi tunggangan untuk bekerja pun tak digubris.
“Saya tahu motornya masuk di bawah truk,” katanya.
Baca berita menarik lainnya dari JawaPos.com di sini.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kurang Ada Pengawasan bagi Truk Bermuatan Besar
Bayangan kejadian itu terus berputar-putar di kepala Ubaidillah. Pria berkulit sawo matang itu duduk di depan Puskesmas Widang, Tuban, dengan tatapan kosong. Dia seakan tak percaya pada kejadian yang dialaminya.
Ia selamat hanya beberapa detik saja dari kejadian maut. Ada kekecewaan dari kejadian itu. Tentang kondisi jembatan yang sudah usang, serta tak adanya pengawasan dari truk-truk bertonase besar karena masih ditutupnya jembatan timbang Lamongan. Namun, di dalam hati Ubaidillah masih tersimpan rasa syukur, dirinya masih bisa merasakan hidup.
“Sangat bersyukur bisa selamat,” tukasnya.
Ubaidillah tak mengalami luka sedikit pun. Berbeda dengan rekannya yang tergolek di salah satu ruang di Puskesmas Widang, Tuban. Rizal tertidur lelap yang seakan menjadi pil ampuh untuk menghilangkan rasa sakit di tangan dan pinggangnya. Itu pun bisa menjadi obat mujarab untuk melupakan kejadian paling menakutkan dalam hidupnya itu.
“Korban tidak apa-apa. Cuma masih sangat shock atas kejadian itu,” ucap Nur Kholik, perawat di Puskesmas Widang.
Beberapa sanak saudara kedua korban tersebut datang menjemput. Salah satu keluarga membangunkan Rizal dari tidurnya. Namun, Rizal tak bisa melontarkan banyak kata, yang hanya bisa meringis kesakitan. Namun, Rizal tak bisa menutupi jika perasaan shock masih membelenggunya.
“Ini di pinggang masih terasa sangat sakit,” ucap Rizal sakit sambil memegangi pinggangnya dengan mimik meringis.
Rasa syukur juga menyelimuti Saiful Arifin. Meski terlihat cukup tenang, ada rasa shock di wajahnya. Setelah menjawab pertanyaan awak media, petugas kepolisian Polsek Widang membatasi orang untuk menemuinya. Namun, wartawan koran ini belum mendapat informasi terkini terkait kondisi Samsul Arifin, sopir dump truk yang dirawat di Rumah Sakit Muhammadiyah Babat.
Advertisement