Liputan6.com, Banyumas - Pada suatu masa berabad lalu, konon ujaran berbahasa Jawa Banyumasan ini sangat populer, "Bethik mangan manggar", yang berarti ikan Bethik atau Batok makan bunga kelapa.
Bagaimana bisa ikan yang hidup di air bisa menaiki Manggar kelapa yang berada di pohon tinggi? Jawabannya terjadi pada tahun 1861. Selama tiga hari, antara 21-23 Februari, Ibu Kota Banyumas saat itu direndam banjir setinggi tiga hingga empat meter.
Ini adalah ujian untuk Bupati Banyumas Raden Adipati Cakranegara I di tahun awal kepemimpinannya. Bupati Banyumas ke-12 ini memerintah sejak 1861 hingga 1879.
Advertisement
"Bethik mangan manggar"Â lantas diartikan sebagai banjir besar. Sebuah Sasmita, atau isyarat daripara cendekia pandai masa lalu, mengenai banjir yang merendam setinggi pohon, sehingga ikan-ikan diibaratkan mampu memanjat pohon kelapa.
Baca Juga
Kisah banjir besar ini lantas diceritakan secara turun-temurun dan sering didongengkan guru-guru sekolah dasar, setidaknya hingga akhir 1990-an. Kisah ini nyaris selalu menjadi latar sejarah sebelum ibu kota Banyumas dipindah dari kota lama Banyumas ke Purwokerto, sekitar 76 tahun kemudian, tepatnya pada 1937.
Tentu, pemindahan ini tak terkait langsung dengan banjir besar yang disebabkan oleh meluapnya Bengawan Serayu ini. Perkembangan zaman, keamanan ibu kota serta pertimbangan politik akhirnya berpuncak pada pemindahan ibu kota.
Kini, sisa-sisa kejayaan kota tua Banyumas masih terekam dari gedung yang gagah lagi angkuh, khas kolonial Belanda. Maklum, gedung pemerintahan itu rata-rata dibangun pada kisaran 1780-an saat Noni Belanda sibuk hilir mudik di taman-taman perumahan Pabrik Gula Kalibagor atau kota tua Klampok, Banjarnegara.
Bangunan-bangunan di kota tua Banyumas ini memiliki nilai estetika dan historis yang tinggi. Desain bangunan merupakan perpaduan arsitektur Eropa dan Jawa.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Diusulkan Masuk Cagar Budaya
Desain Eropa diwakili dengan bentuk bangunan yang simetris dan bertembok tinggi dan tebal. Adapun desain Jawa tampak pada tiap bangunan yang memiliki pendopo.
Kini, sejumlah bangunan kuno di kompleks Kecamatan Banyumas yang dahulu merupakan ibu kota Kabupaten Banyumas dan kawedanan Banyumas, diusulkan jadi cagar budaya.
Camat Banyumas, Akhmad Suryanto mengatakan, beberapa yang diusulkan jadi cagar budaya itu antara lain kompleks Kantor Kecamatan Banyumas, Puskesmas Banyumas, eks-Pendopo Kawedanan Banyumas, dan salah satu bangunan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Banyumas sudah teridentifikasi sebagai calon benda cagar budaya
Bangunan-bangunan itu, terutama yang kini menjadi gedung Kecamatan Banyumas diperkirakan dibangun sekitar tahun 1785 pada masa kolonial Belanda. Gedung ini menjadi saksi, sebelum pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas dipindah ke Purwokerto pada 1937.
Sejauh ini, di kompleks kota lama Banyumas, baru satu bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya, yakni Masjid Nur Sulaiman, yang juga dibangun pada kisaran akhir 1700-an.
"Ini memang bangunan yang sudah lama. Karena, ini menurut sejarah, dididikan pada tahun 1785. Sekitar tahun itu. Termasuk Masjid Nur Sulaiman. Sehingga ini dari bangunan di Kecamatan Banyumas itu ada yang pertama sudah ditetapkan menjadi cagar budaya, yakni Masjid Nur Sulaiman," ucapnya, beberapa waktu lalu.
Lantaran nilai historisnya, keaslian bentuk gedung-gedung diduga cagar budaya selalu dipertahankan. Jika akan ada perbaikan, pengelola gedung akan melaporkannya kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).
Advertisement
59 Benda Diduga Cagar Budaya di Banyumas
Menurut Suryanto, pengusulan agar bangunan bersejarah ditetapkan sebagai cagar budaya adalah agar seluruh bangunan ini terlindungi. Dengan begitu, sejarah Banyumas akan terjaga hingga masa mendatang.
"Kemudian ada juga yang sudah teridentifikasi sebagai calon cagar budaya, yakni Pendopo Kecamatan Banyumas dan gedung yang ada di kantor sini (kompleks gedung kecamatan)," dia menambahkan.
Meski telah diusulkan sebagai benda cagar budaya, ia mengaku tak tahu kapan bangunan-bangunan ini akan ditetapkan sebagai cagar budaya. Informasi yang diperolehnya, bangunan ini memiliki bernomor urut 160.
Artinya, penetapan benda cagar budaya yang harus melewati berbagai prosedur kemungkinan besar akan menunggu calon-calon cagar budaya lain yang berada di nomor urut di atasnya.
Kepala Seksi Sejarah dan Purbakala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpirapar) Banyumas, Carlan menerangkan, untuk menetapkan sebuah situs atau bangunan sebagai cagar budaya, Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) akan menelitinya terlebih dahulu.
Penelitian oleh TACB telah dilakukan sejak 2015 lalu. Kesimpulannya, dua bangunan diputuskan bangunan itu layak cagar budaya. Dinporabudpar mencatat ada 59 benda diduga cagar budaya yang dilindungi pemerintah.
Secara bertahap, benda-benda diduga cagar budaya itu akan ditetapkan sebagai cagar budaya setelah diteliti dan memenuhi syarat benda cagar budaya. Tiap tahun, Pemerintah Kabupaten Banyumas menarget enam atau tujuh diduga cagar budaya ditetapkan menjadi cagar budaya.
"Karena butuh kajian mendalam dari tim untuk menentukan benda itu cagar budaya. Dilakukan secara bertahap," ujarnya kepada Liputan6.com, Jumat, 8 Maret 2018.