Liputan6.com, Garut - Ribuan petani dari 42 kecamatan di Garut, Jawa Barat, nampak ceria tumpah ruah mengikuti karnaval pertanian siang tadi. Mereka membawa ragam hasil bumi unggulan yang selama ini menjadi mata pencahariannya.
"Senang sekali, apalagi ini acara langka yang digelar Pemda Garut," kata Koswara (44), petani dari Kecamatan Tarogong Kidul saat ditemui Liputan6.com di Alun-alun, Garut, Sabtu 1 September 2018.
Anggota pengurus kelompok tani Mukti Tani 3 itu mengatakan, kegiatan karnaval pertanian perlu dilestarikan Pemda Garut. Koswara menambahkan, gelaran karnaval juga menjadi sarana silaturahmi dan tukar informasi antar petani.
Advertisement
"Minimal bisa saling bertanya kapan mulai tanam, ataupun persoalan pertanian lainnya," kata dia sambil mengendarai traktor yang disulap menjadi mobil mini pembawa hasil pertanian milik kelompoknya itu.
Baca Juga
Undang Rohimat (33), anggota tani Pajale (Padi, Jagung, Kedelai) dari kecamatan Pakenjeng ini, bersyukur bisa mengikuti kegiatan pamer hasil bumi petani organik Garut ini. "Alangkah baiknya jadi ajang tahunan," tutur dia.
Undang yang ditemani 15 orang anggota kelompok tani lainnya itu menilai, kegiatan karnaval bisa dijadikan cermin petani, dalam berlomba menghasilkan hasil bumi yang berkualitas. "Istilahnya unjuk gigi antar kelompok tani lah," ujar dia sambil tersenyum.
Dengan upaya itu, antar kelompok tani bisa menunjukan keahlian di hadapan pemerintah. "Ini penting sekali, sebab jika tidak ada lomba seperti ini, tidak ada rangsangan petani untuk bertani yang baik," paparnya.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Ada Kesenian
Dalam kesempatan karnaval, puluhan kendaraan kelompok tani yang telah disulap berupaya menampilkan hasil terbaik produk pertaniannya. Pun demikian aneka kesenian daerah tiap kecamatan ditampilkan. Mereka mengenakan kostum mencolok untuk menarik perhatian.
Tercatat kesenian Dodombaan, Sisingaan, Barongsai, Jaipong, Silat, dan lainnya ikut ditampilkan dalam karnaval sejauh kiloan meter di sekitar pusat Kota Garut tersebut. Arus lalu lintas pun sempat tersendat, namun warga senang.
Dilepas langsung Bupati Garut Rudy Gunawan dan Wakilnya Helmi Budiman di Lapangan Alun-alun Garut, mereka memutari seluruh jalur perkotaan Kabupaten Garut, mulai jalan Jenderal Ahmad Yani, Merdeka, Tarogong, hingga Sudirman.
Ribuan pasang mata warga kota Intan pun nampak sumringah menyaksikam karnaval tadi. Mereka dengan senang menyambut kendaraan hias yang melintas penuh hasil bumi tersebut.
"Saya dapat pisang dan jeruk dari peserta pawai yang dibagikan," ujar Indra, salah seorang warga.
Bukan saja orang dewasa, kecerian nampak dari rona wajah anak-anak yang asik menyaksikam pawai kendaraan hias hasil bumi itu.
"Tadi juga saya lihat ada Dodombaan (permainan rakyat), seneng sih," ujar Ira, anak berusia lima tahun yang menyaksikan di depan bank Jabar itu.
Rani sang ibu yang ikut menemani putri kecilnya itu berharap, agar kegiatan karnaval tani tersebut bisa menjadi agenda tahunan pemda Garut. "Kan bagus juga tuh buah mengenalkan ilmu pengetahuan khususnya pertanian bagi anak-anak," harap dia.
Advertisement
Promosi Kelompok Tani
Selain hiburan langsung yang bisa dirasakan warga, gelaran karnaval tani ini cocok sebagai ajang promosi produk pertanian. Tak jarang dari pamer itu, beberapa warga antusias meminta informasi untuk ditindaklanjuti melalui transaksi jual beli.
"Di desa kami Jatiwangi kecamatan Pakenjeng produksi Kapol sangat melimpah," ujar Bubun Munawar, 36 tahun, anggota kelompok tani Pajale lainnya menambahkan.
Sejak bergulirnya Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), penyerapan kapol terbilang tinggi, tak ayal saat musim panen berlangsung puluhan ton salah satu bahan untuk industri rokok itu, bisa diperoleh dengan mudah di desa ini.
"Satu petani ada yang bisa panen sampai 4 ton, minimal sekali panrm tak kurang 50 ton," ujar dia.
Saat ini harga basah kapol di tingkat petani berkisaran sekitar Rp 17 ribu per kilogram, angka itu bisa naik secara signifikan jika dijual dalam keadaan kering yang mencapai Rp 105 ribu per kilo gramnya.
"Sekarang bisa dikatakan hampir semua warga kami memilih bertani kapol sebab menguntungkan daripada pergi lagi ke kota " puji dia.
Namun meskipun demikian, ia bersama kelompok tani lainnya, masih memiliki ganjalan akibat minimnya pengetahuan dalam proses pengeringan buah kapol paska panen.
"Harga basah dan kering sangat jauh sekali, sementara pengerjaanya masih menggunakan pola sederhana dengan dijemur," kata dia.
Dengan adanya karnaval ini, ia bersama kelompok tani pajale lainnya berharap, pemerintah bisa memberikan bantuan teknologi berupa alat oven pengeringan kapol.
"Kalau soal bercocok tanam, nyemai sampai merawat kami terlatih, cuma itu soal teknologi terutama alat oven, masih minim," ungkap dia.
Simak video pilihan berikut ini: