Liputan6.com, Cirebon - Azan pitu (tujuh) menjadi ciri khas dan tradisi unik di Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang berada di kawasan Keraton Kasepuhan Cirebon. Keraton ini merupakan salah satu warisan peninggalan sejarah yang masih berdiri.
Kepala Humas Keraton Kasepuhan Cirebon Ahmad Jazuli mengatakan, tradisi azan pitu menjadi ciri khas dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon.
Advertisement
Baca Juga
Dalam upaya mempertahankan tradisi tersebut, PBNU bekerjasama dengan Keraton Kasepuhan Cirebon menggelar lomba azan pitu pada 21 Oktober 2018 mendatang. Lomba tersebut dikemas dalam salah satu rangkaian acara Festival Tajug atau masjid.
"Tradisi azan pitu ini tradisi yang unik di dalam khasanah kebudayaan Islam dan mungkin satu-satunya di dunia," ujar dia di Ponpes Kempek Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon, Selasa (2/10/2018).
Dia menjelaskan, azan pitu merupakan tradisi yang ada di Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon. Azan pitu tersebut dikumandangkan pada Salat Jumat, pada azan pertama.
Azan dilantunkan oleh tujuh orang muazin yang terpilih dan merupakan penerus. Azan tersebut menjadi khas karena langgam yang dilantunkan berbeda dengan suara azan lainnya.
"Harus dengar sendiri kalau soal langgam karena sangat khas dan spesial. Makna filosofis dari adzan tujuh itu sendiri padahal punya nilai sejarah panjang," ujar dia.
Pada persiapan lomba tersebut, peserta azan pitu merupakan kelompok yang berjumlah tujuh orang. Sistem penjurian akan dilihat dari kekompakan serta keunikan langgam lantunan azan yang dikumandangkan.
Â
Wasiat Sunan Gunung Jati
Sekretaris Festival Tajug Muiz Ali mengatakan, lomba azan tujuh tersebut sebagai bagian dari upaya menggugah kembali wasiat Sunan Gunung Jati sebelum wafat.
"Wasiat Ingsun Titip Tajug Lan Fakir Miskin (Saya Titip Masjid dan Fakir Miskin) ini sekarang hanya menjadi ucapan yang viral saja dan hanya sebagian yang melaksanakannya," ujar dia.
Dia mengatakan, dari catatan sejarah, Cirebon merupakan Kota Wali dan kota santri. Semangat tersebut sudah tumbuh pada masa Sunan Gunung Jati.
Dia menjelaskan, Tajug atau masjid melambangkan pembinaan agama Islam yang nusantara dan menghargai adat serta budaya. Dia mengaku, belakangan ini masyarakat diterpa arus modernisasi.
"Terpaan arus modernisasi ini membuat degradasi akidah dan pesan Sunan Gunung Jati harus kita perkuat kembali," ujar dia.
Sementara Fakir Miskin merupakan simbol dari semangat pemberdayaan ekonomi. Dia menjelaskan, dalam perkembangannya masyarakat di Indonesia masih ada yang masuk dalam garis kemiskinan.
"Oleh karena itu kita harus bersama-sama mengentaskan kemiskinan dengan cara yang baik," ujar dia.
Dia menyebutkan, pada festival tajug ini, peserta lomba adzan tujuh dari kawasan Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning).
Â
Liputan6.com yang menjadi bagian KapanLagi Youniverse (KLY) mengajak Anda untuk peduli korban gempa dan tsunami di Palu dan Donggala. Yuk bantu Sulawesi Tengah bangkit melalui donasi di bawah ini.
Â
Â
Semoga dukungan Anda dapat meringankan beban saudara-saudara kita akibat gempa dan tsunami Palu di Sulawesi Tengah dan menjadi berkah di kemudian hari kelak.
Saksikan vidio pilihan berikut ini:Â
Advertisement