Liputan6.com, Purwokerto - Harum roti yang baru dikeluarkan dari oven meruap dari toko nan sederhana di Jalan Jenderal Soedirman 724 Purwokerto. Manisnya aroma makanan itu menyelinap ke tenggorokan dan mengaduk-aduk lambung membuat tak sabar ingin mencicipinya.
Di bagian atas kanopi teras toko, ada tulisan berukuran cukup besar dibingkai teralis kuno, "ROTI GO". Di bawahnya, tertera angka 1898.
Ini adalah tahun tatkala satu keluarga Tionghoa, The Pake Nio, bersama suaminya, Go Kwee Ka, memulai usaha toko roti. Mereka berdua mendirikan usaha yang lantas bertahan melintasi zaman.
Advertisement
Itu berarti, hingga Liputan6.com berkunjung, toko ini sudah berusia seabad lebih, tepatnya 119 tahun. Tahun 2018 ini, toko roti Go berusia 120 tahun.
Baca Juga
Makanya, banyak yang menyebut bahwa toko roti ini adalah yang tertua di Indonesia, meski sang pemilik sekaligus pewarisnya, tak pernah mengklaim. Seluruh roti yang dijual itu diproduksi sendiri.
Bangunannya klasik, kalau tak mau disebut sederhana. Etalasenya pun berdesain lama. Tentu, kalah semarak dibanding toko-toko yang belakangan muncul di Jalan Jenderal Soedirman dan seantero Purwokerto.
Barangkali inilah yang ditawarkan oleh toko roti Go. Pengelola, yang kini adalah generasi ketiga, sepertinya ingin menampilkan kesan klasik dan tradisional.
Makanya, hingga kini pelanggannya pun tetap setia. Para pembeli generasi baru pun keluar masuk toko roti ini, tiap hari. Satu yang membuat mereka yakin, roti Go diproduksi tanpa sentuhan zat kimia, seperti pengembang, pemanis maupun pengawet makanan.
Â
Resep Tradisional Tanpa Bahan Kimia
Keistimewaan lain toko roti Go adalah varian roti tradisional yang disajikan. Di sini tersedia roti manis, roti sobek, hingga pastry. Semuanya selalu disajikan dalam kondisi segar.
"Nama toko Go diambil dari marga pendiri laki-laki, Go," kata Rosani Wiogo, akhir 2017 lalu.
Rosani mengelola toko ini bersama dengan suaminya, FX Pararto Widjaya. Suami istri ini adalah generasi ketiga pemilik Roti Go.
Mereka mengelola toko ini sejak tahun 2004, atau sekitar 14 tahun lampau, setelah orang tuanya meninggal dunia. Meneruskan usaha yang sudah berjalan puluhan tahun dan tetap mempertahankan ciri khasnya tentu bukan soal mudah.
Akan tetapi, yang diingat keluarga ini adalah pada fase lebih berat, bagaimana mereka bertahan pada masa revolusi kemerdekaan, misalnya, toko ini mampu bertahan. Keluarga Roti Go, baik pemilik maupun karyawan, tetap menyatu layaknya keluarga besar.
Rosani bercerita, pada masa agresi militer II Belanda tahun 1948, toko ini pernah terbakar, sebagaimana Kota Purwokerto yang saat itu juga luluh lantak. Beruntung, pemilik dan seluruh karyawan selamat.
Nyaris seluruh bangunan toko musnah dan hanya menyisakan oven dan alat peracik roti berbahan besi yang kebal dari api. Dua alat ini selamat lantaran terbuat dari bata merah dan besi yang tahan api.
Seusai agresi berakhir dan kondisi berangsur aman, toko ini sedikit demi sedikit kembali bangkit. Pengelola dan karyawannya sama. Mereka bersatu membangkitkan kejayaan toko roti ini.
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan memengaruhi perubahan pola industri roti. Toko roti modern pun bermunculan menawarkan varian roti yang menggoda dan kekinian.
Tentu kemunculan toko-toko baru ini berimbas pada menurunnya omzet Toko roti Go. Namun, pengelola roti Go enggan berubah mengikuti tren pasar yang menuntut serba instan. Mereka bertekad mempertahankan tradisi yang terbukti mampu melintasi zaman.
"Pesan dari orang tua, roti ini agar dilestarikan," dia menambahkan.
Simak viedo pilihan berikut ini:
Advertisement