Berburu Ikan Bawal Putih, Sajian untuk Keberuntungan dalam Tahun Baru Imlek

Bagi etnis Tionghoa, ikan Bawal Putih tak sekadar hidangan. Ikan ini menjadi perlambang keberuntungan yang mesti dihidangkan dalam perayaan hari-hari besar.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 15 Jan 2019, 04:01 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2019, 04:01 WIB
Perahu nelayan berlabuh di TPI PPSC Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Perahu nelayan berlabuh di TPI PPSC Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Tahun baru Imlek tinggal menghitung hari, dan akan tiba pada 5 Februari 2019. Wajar, jika beragam kebutuhan perayaan tahun baru Tiongkok ini merangkak naik. Salah satunya ikan bawal putih.

Bagi etnis Tionghoa, ikan bawal putih tak sekadar hidangan. Ikan ini menjadi perlambang keberuntungan yang mesti dihidangkan dalam perayaan hari-hari besar.

Para pengepul pun mulai memburu jenis ikan laut ini. Salah satu pemasok utama bawal putih adalah perairan Selatan Jawa, termasuk Cilacap dan Kebumen.

Pembeli dari berbagai daerah datang khusus untuk berburu ikan bawal putih untuk dibekukan dan bakal dipasarkan persis menjelang Imlek. Tingginya permintaan Bawal Putih berdampak pada naiknya harga jenis ikan ini.

"Harga ikan bawal putih antara Rp 150 ribu sampai Rp 400 ribu, tergantung ukuran," ucap nelayan Karangbolong, Kebumen, Paryoto, Sabtu, 12 Januari 2019.

Sayangnya, nelayan Cilacap dan Kebumen sukar menikmati harga tinggi ikan jelang Imlek. Padahal, harga seluruh jenis ikan naik.

Masalahnya, musim angin barat berimbas pada munculnya gelombang tinggi. Angin barat yang bersamaan dengan tibanya musim penghujan juga menyebabkan nelayan kerap terjebak cuaca buruk.

Paryoto mengungkapkan, sejak tiba musim angin barat, ia mencatat nelayan sudah tiga kali libur melaut. Lama libur antara tiga hari hingga sepekan lebih.

Hasil Tangkapan Turun 60 Persen

Ribuan nelayan Cilacap libur melaut akibat gelombang tinggi pada musim angin barat. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ribuan nelayan Cilacap libur melaut akibat gelombang tinggi pada musim angin barat. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Saat libur melaut, nelayan memperbaiki alat tangkap atau bekerja di darat. Pekerjaan apa saja, mulai dari buruh serabutan hingga kuli bangunan dilakoni untuk menyambung hidup.

Lantaran gelombang tinggi dan cuaca buruk pula, hasil tangkapan nelayan perairan selatan menurun drastis. Akibatnya, tak hanya ikan Bawal Putih, harga semua jenis ikan turut naik.

Pada Desember 2018 lalu misalnya, penurunan sudah mencapai 60 persen dari jumlah hasil tangkapan biasanya. Padahal, Desember bukan lah puncak musim angin barat.

Diperkirakan, puncak angin barat tiba pada Januari dan Februari. Kondisi ini, menilik pengalaman tahun-tahun sebelumnya, baru berakhir pada Maret atau April.

Soal penurunan hasil tangkapakan nelayan ini, Ketua Koperasi Usaha Desa (KUD) Mino Saroyo, Cilacap, Untung Jayanto mengatakan pada September 2018 hasil tangkapan nelayan masih bernilai kisaran Rp 16 Miliar lebih.

Akan tetapi, pada Desember hasil tangkapan hanya bernilai Rp 7 Miliar, atau menurun kurang lebih 60 persen. Penurunan hasil tangkapan sebenarnya sudah terjadi sejak Oktober 2018.

Pada November, penurunan semakin terasa lantaran musim hujan. Pada Desember, penurunan semakin drastis lantaran dampak musim angin barat semakin terasa.

Menurut Untung, selain gelombang tinggi, cuaca buruk berupa hujan lebat disertai angin kencang (badai) juga kerap mengancam nelayan. Sebab itu, kebanyakan nelayan libur melaut pada musim angin barat.

Dia memperkirakan, titik terendah hasil tangkapan terjadi pada bulan ini dan Februari esok. Sebab, semua nelayan perahu kecil libur melaut. Tetapi, ia belum bisa memprediksi berapa penurunan untuk Januari 2019 lantaran masih awal bulan.

"Belum Januari belum tahu. Nanti mengetahui penurunan bulan Januari ya nanti. Puncak penurunan hasil tangkapan ya Januari dan Februari," Untung menjelaskan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya