Balada Lanjar, 13 Tahun Bersama Hydrocephalus

Sejak usia 4 bulan Lanjar harus hidup diasuh Wisma Kasih Bunda karena Hydrocephalus. Harapan orang tuanya yang tersemat dalam nama agar Lanjar memiliki badan tinggi pun sirna.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 13 Feb 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2019, 14:00 WIB
irwan
Irwan Hidayat dan Anne Avanti bercengkerama dengan Lanjar, penyandang Hydrocephalus yang sudah 13 tahun. (foto: Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang - Namanya Lanjar. Dalam bahasa Jawa Lanjar berarti memiliki tubuh yang jenjang atau tinggi. Jika dalam bahasa Indonesia, arti lanjar adalah memanjang atau meninggi.

Siapa sangka jika memasuki bulan kedua usianya, kepala Lanjar tiba-tiba membesar. Ia terkena Hydrocepalus. Orang tuanya bingung karena tak tahu.

"Usia 4 bulan, orang tuanya membawanya kemari. Saya nggak tahu darimana ia dapat informasi," kata Anne Avantie, desainer dan pendiri WIsma Kasih Hydrocephalus.

Saat itu, Anne memang sudah banyak merawat anak-anak yang terkena Hydrocephalus. Tidak semua ditampung di rumah, namun sebagian ada yang tetap diasuh orang tuanya sambil berobat ke RS St Elisabeth Semarang.

Kini Lanjar sudah berusia 13 tahun. Dengan bangga ia memamerkan kebisaannya membaca, menyanyi, dan juga mencari dokumen atas namanya sendiri.

Kebisaan itu dipamerkan di hadapan direktur PT Berlico Farma, Irwan Hidayat. Kebisaan itu juga sebagai respon atas kesaksian Irwan bahwa pertama kali ketemu lanjar saat anak itu berusia 4 tahun.

"Saya ketemu lanjar ini mungkin 9 tahun lalu. Secara umum, fisiknya bertambah besar dan sikapnya makin dewasa," kata Irwan.

Usai menyanyi, Lanjar memberikan seikat kembang. Irwan berkaca-kaca dan tak bisa banyak berucap merespon aksi anak hydrochepallus ini. 

 

Simak video pilihan berikut ini:

 

Kompleks

irwan
Irwan Hidayat melayani permintaan foto seorang ibu yang menggendong anak pengidap Hydrocephalus. (foto: Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Kedatangan Irwan Hidayat ke Griya Kasih sebenarnya mewakili PT Berlico Mulia Farma, salah satu anak perusahaan yang tergabung dalam grup Sido Muncul. Berlico adalah perusahaan farmasi yang diakuisisi dan kini berpindah kepemilikan.

Menurut Irwan, ketika datang sebagai direktur Berlico, bukan tanpa alasan. Selain menuntaskan kewajiban sosial melalui CSR (corporate social responbility), juga mengharapkan agar pengembangan Berlico bisa mendapatkan berkah.

"Kalau Sido Muncul kan sudah sering. Besarnya Sido Muncul karena dicintai publik. Publik cinta karena kita menebar cinta. Nah Berlico juga menebar cinta, mudah-mudahan cinta Berlico akan membawa berkah," kata Irwan.

Lanjar sudah menjadi anak asuh di Wisma Kasih Bunda. Ia sudah diadopsi bersama beberapa anak lainnya. Sementara puluhan lainnya tetap menjadi anak asuh Wismaa Kasih Bunda dengan rangkaian pengobatan dan juga perawatan lain.

"Konsepnya kan rumah singgah bagi pasien yang mau berobat. Untuk pengobatannya sampai operasi sekalipun kita fasilitasi," kata Anne.

Irwan menambahkan, sebagai rumah singgah sebenarnya Wisma Kasih Bunda memiliki beberapa perubahan. Awalnya menangani anak-anak Hydrocephalus. Namun kini berbagai gangguan atau disabilitas fisik ikut ditangani.

"Otomatis lebih kompleks lagi persoalannya. Ada yang problemnya ganda. Hydrocephalus, tak punya tangan, dan buta. Ini tentu butuh kesabaran dan keikhlasan lebih saat menangani. Kalau saya mungkin nggak akan sabar, makanya saya dukung saja apa yang dilakukan Anne," kata Irwan.

 

Katarak Juga Naik

Irwan Hidayat
Direktur Berlico Farma, anak perusahaan Sido Muncul, Irwan Hidayat, terlihat memberikan bantuan kepada mahasiswa asal Sulawesi Tengah di Bangsa Wiyatapraja, Kompleks Kepatihan DIY, Selasa (23/10/2018) malam.

CSR PT Berlico Farma yang diserahkan ke Wisma Kasih Bunda mencapai Rp 200 juta. Tak cukup itu, melihat kondisi anak-anak asuhnya dan ketersediaan obat di rumah sakit, Irwan juga menyanggupi membantu aneka obat-obatan yang dibutuhkan.

Sido Muncul Group memang dikenal cukup royal membelanjakan CSR-nya, terutama di bidang kesehatan. Selain untuk anak-anak penyandang disabilitas, mulai tahun 2019, pasien katarak yang dibiayai operasinya juga meningkat. Jika awalnya sekitar 12 ribu pasien katarak pertahun, kemudian turun hingga 2.000-an pasien, maka tahun 2019 ini kembali ke angka 12 ribu.

"Karena sebelumnya kan sempat ditangani BPJS. Nah ketika BPJS membatasi pembiayaan, semampunya kami mengambil celah kosong yang tak tertangani," kata Irwan.

Lalu, bagaimana dengan Lanjar dan anak-anak disabilitas lain?

"Saya banyak belajar dari mereka. Bagaimana mereka mengalir menjalani hidup. Ingin saya sederhana saja, karena saya ingin bermanfaat," kata Irwan.

"Iya. Dari Lanjar kami belajar cinta. Kami belajar kasih. Karena cinta itu tanpa tepi. Karena kasih itu menembus batas," kata Anne Avantie menimpali.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya