Liputan6.com, Garut - Perseteruan driver ojek online (ojol) dan ojek pangkalan di Garut, Jawa Barat memasuki babak baru. Organisasi Angkutan Darat (Organda) Garut, mengacam bakal melakukan mogok massal, sebagai bentuk penolakan terhadap aksi anarkis mereka.
“Memang sampai saat ini belum ada yang memediasi,baik dari pemerintah maupun perusahaan online,” ujar Ketua Organda Garut, Yudi Nurcahyadi, Senin (24/6/2019).
Menurutnya, sejak pertama kali beroperasi di Garut, keberadaan ojol sudah menimbulkan persoalan, terutama bagi kalangan pengusaha angkutan umum.
Advertisement
Baca Juga
Bahkan kondisi itu, terus menunjukan peningkatan terutama dalam sepekan terakhir, dengan terjadinya beberapa kali bentrokan.
“Sejak bulan puasa saya juga sudah sampaikan masalah ini ke Kapolres, namun belum ada tindakan,” kata dia.
Dugaan sementara, perseteruan itu dipicu driver ojol yang memaksakan mengantar penumpang, melintasi wilayah ojek pangkalan, padahal sudah ada perjanjian kedua belah pihak.
“Kita akui bukan untuk dilawan, namun regulasi dari pemerintah kan belum jelas, kita harus duduk bersama dan bicarakan soal regulasi,” ujarnya.
Dengan semakin masifnya aktifitas driver ojol dalam membawa dan mengantarkan penumpang, menyebabkan kalangan ojek pangkalan dan pengusaha sopir angkutan tersinggung. “Jangan pakai atribut lah kalau masuk, silent saja jika mau,” pinta dia.
Pemda Garut Meminta Driver Ojol Lebih Tertib
Sweeping yang dilakukan driver ojol Garut, Jawa Barat dalam dua hari terakhir, membuat pemerintah daerah (Pemda) turun tangan.
Pemda berharap semua pihak menjaga diri dan bersikap bijak, menghadapi polemik dua kubu transportasi publik tersebut.
“Tolong sabar dulu semua pihak, sekarang kan ada regulasi tentang ojek online juga,” ujar Bupati Garut Rudy Gunawan, selepas pelantikan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) se-kabupaten Garut di halaman Setda Garut, Senin (24/6/2019).
Menurutnya, sweeping yang dilakukan driver ojol tidak tepat. Saat ini pemerintah pusat, tengah menggodok regulasi mengenai driver ojol secara menyeluruh.
“Kalau ojek online kan harus ada STNK, SIM jadi terukur, tapi ojok pangkalan juga sebagai mata pencaharian harus mendapatkan perlindungan,” kata dia.
Di tengah penggodokan aturan tersebut ujar dia, kedua belah pihak harus salig memahami dan menahan diri tidak terhasur pihak tertentu.
“Pemerintah ini ingin menjadikan alat trasnportasi umum itu mendapatan perlindungan, dari kecekakaan kerja dan sebagainya,” kata dia.
Untuk menciptkan situasi dan kondisi yang aman, Lembaganya telah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan dan Kepolisian, untuk meredakan ketegangan.
“Soal bagaimana caranya gak tahu, intinya tidak boleh ada sweeping melakukan hakim sendri, jangan sampai ada juga keributan,” kata dia.
Saat disinggung soal keributan yang terjadi dalam dua hari terakhir antara ojol dan ojke pangkalan, Rudy menuding adanya pihak lain yang memperkeruh masalah. “Sebenarnya ada provokasi juga, padahal polisi melakukan tindakan sudah bagus,” kata dia.
Advertisement
Kajian Penyiapan Perda Ojol
Seiring turunnya peraturan baru yang mengatur mengenai ojol oleh pemerintah pusat, lembaganya segera melakukan kajian sebagai bahan pertimbangan dalam pembahasan peraturan daerah. “Kita harus duduk satu meja,” ujarnya.
Menurut Rudy, keluarnya peraturan daerah, harus memperhatikan semua pihak, sehingga bisa memberikan solusi bersama antara kedua belah pihak.
“Saya juga harus memperhatikan berbagai aspek, di sektor ojek pangakan itu puluhan ribu orang dan mata pencaharian, pemda itu tidak bisa grusak grusuk tapi lihat banyak aspek,” kata dia.
Dengan upaya itu, lembaganya berharap pengemudi ojol dan ojek pangkalan, bisa mendapatkan kepastian hukum.
“Kalau memang ada perda kan lebh jelas, sekarang kan belum. Kita juga sudah ada kontak dengan pihak ojek online,” ujarnya.