Pelecehan Seksual Seret Nama Pimpinan Pesantren di Aceh

Santri yang teridentifikasi sebagai korban pelecehan seksual sebanyak 15 orang, tetapi yang sudah diperiksa baru lima di antaranya.

oleh Rino Abonita diperbarui 12 Jul 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2019, 11:00 WIB
Liputan 6 default 2
Ilustraasi foto Liputan6

Liputan6.com, Lhokseumawe - Polisi mengungkap kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang menyeret nama seorang pimpinan dan guru pesantren di Desa Panggung Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh. Para korban adalah santri dari pesantren tersebut.

Kedua tersangka berisinial AL (45) dan MY (26). Santri yang teridentifikasi sebagai korban pelecehan seksual sebanyak 15 orang, tetapi yang sudah diperiksa baru lima di antaranya.

"Namun yang sudah diperiksa itu lima orang. Kita belum tahu apa motifnya, tersangka sampai sekarang pun belum mengaku," Kapolres Lhokseumawe AKBP Ari Lasta Irawan, dalam keterangan diterima Liputan6.com, Kamis, 11 Juli 2019.

Menurut Ari, kasus pelecehan seksual tersebut terjadi sejak September 2018. Modus kedua tersangka menyuruh para korban membersihkan kamar mereka atau dipaksa tidur di kamar mereka.

"Di sanalah peristiwa itu terjadi. Tersangka AI (45) kepada korban R sebanyak 5 kali, korban L sebanyak 7 kali, korban D sebanyak 3 kali, korban sebanyak 5 kali, korban A sebanyak 3 kali. Sementara MY (26) pelecehan seksual dilakukannya terhadap korban R sebanyak 2 kali," sebut Ari.

Pada Sabtu 29 Juni 2019, orangtua dari salah seorang korban melaporkan kasus dugaan pelecehan seksual tersebut ke polisi. Beranjak dari laporan tersebut, polisi mulai menekuni kasus ini, menelusuri kemungkinan adanya korban lain, melakukan gelar perkara, dan akhirnya menahan kedua tersangka.

"Keduanya dikenakan Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dengan ancaman hukuman cambuk paling lama 90 kali atau denda paling banyak 900 gram emas murni atau penjara paling lama 90 bulan," jelas Ari.

Kepolisian akan terus mendalami kasus ini. Untuk para orangtua santri yang merasa anaknya telah menjadi korban diimbau untuk segera melapor. "Jika anaknya menjadi korban silakan lapor ke kita," Ari memungkasi.

 

Borok di Negeri Syariat

Pelecehan Seksual Seret Nama Pimpinan Pesantren di Aceh
Kapolres Lhokseumawe didampingi Kasat Reskrim, AKP T. Indra Herlambang. (Liputan6.com/Rino Abonita)

Mendapat julukan Serambi Makkah tak lantas membuat Provinsi Aceh bebas dari pelaku pelecehan seksual hingga rudapaksa bertopeng ustaz.

Berdasarkan penelusuran Liputan6.com, sejak Februari hingga November 2018 tercatat, setidaknya, ada lima kasus kejahatan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh seorang guru mengaji dengan jumlah keseluruhan korban mencapai 38 orang anak.

Menurut Wakil Ketua Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk Faisal Ali, fakta ini tidak terlepas dari lemahnya regulasi yang dapat memfilterisasi tenaga pendidik kompeten dan memiliki kapasitas moral yang baik.

"Misalnya, saat kita lihat ada seseorang yang bersuara bagus ketika membaca Alquran, langsung kita jadikan guru mengaji anak. Padahal, kapasitasnya sebagai tenaga pendidik tidak ada," kata Faisal, saat diwawancarai Liputan6.com beberapa waktu lalu.

Bagi Lem Faisal, sapaannya, memilih seorang tenaga pendidik tidak boleh secara parsial atau hanya dilihat dari sisi kemampuan di bidang ilmu tertentu. Namun, perlu juga dilihat sisi kapasitas moral yang bersangkutan.

"Perlu ada rumusan-rumusan tingkat desa atau kampung tidak mesti harus pakai qanun (perda). Fasilitas yang ada di lembaga pendidikan, maupun pendidikan Alquran juga mesti di-support dan melibatkan semua pihak," cetusnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya