Kisah Perjuangan Tati, Dokter Gigi Cantik Anak Kernet Bus

Orangtua Tati tidak lagi memiliki pilihan lain selain menjual tanah. Perlahan, kebun dan sawah yang dimiliki keluarga ini menjadi milik orang lain.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 19 Sep 2019, 09:00 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2019, 09:00 WIB
Tati Sri Rahmawati, dokter gigi anak kernet bus. (Foto: Liputan6.com/Unsoed/Muhamad Ridlo)
Tati Sri Rahmawati, dokter gigi anak kernet bus. (Foto: Liputan6.com/Unsoed/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Purwokerto - Bocah sekolah dasar akrab dengan ungkapan bernada motivasi ini, 'Gapai lah cita-cita setinggi-tingginya. Terdengar klise memang. Namun, tidak bagi dokter gigi cantik ini.

Namanya Tati Sri Rahmawati. Ia terlahir sebagai anak sulung dari empat bersaudara dari keluarga yang sangat sederhana, di Ciamis, Jawa Barat pada 7 Maret 1993.

Bapaknya hanya seorang kernet bus yang bekerja di luar kota. Adapun ibunya merupakan ibu rumah tangga.

Meski berlatar belakang keluarga yang sederhana, Tati membangun impian sejak kecil. Ia ingin menggapai pendidikan setinggi-tingginya.

Dokter gigi cantik ini tak pernah minder meski memiliki bapak seorang kernet bus. Latar belakangnya, justru membuatnya bercita-cita luhur, ingin membahagiakan keluarga dan mampu menyekolahkan adik-adiknya.

Segala impian yang terbangun sejak kecil itu mulau diwujudkan ketika Tati diterima sebagai mahasiswa bidikmisi 2011 melalui jalur Undangan atau SNMPTN di S1 Jurusan Pendidikan Dokter Gigi, Universitas Jenderal Soedirman.

"Awalnya orangtua saya ragu dan khawatir tidak mampu membiayai kebutuhan kuliah saya. Tapi berkat dukungan dari semua pihak, kami percaya Tuhan pasti akan memberikan rezeki dan optimis bisa menjalani semuanya sampai akhir," dia menuturkan.

Perjuangan panjang nan melelahkan dilalui oleh dokter gigi cantik ini. Tentu saja, dalam proses pendidikan itu butuh pengorbanan luar biasa dari keluarganya. Waktu, tenaga, dan biaya banyak tersita untuk pendidikan Tati.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Keluarga Tati Jual Aset Berharga Demi Biaya Kuliah

Wisuda ke-134 Unsoed, Purwokerto. (Foto: Liputan6.com/Unsoed/Muhamad Ridlo)
Wisuda ke-134 Unsoed, Purwokerto. (Foto: Liputan6.com/Unsoed/Muhamad Ridlo)

Perjuangan panjang nan melelahkan dilalui oleh Tati. Tentu saja, dalam proses pendidikan itu butuh pengorbanan luar biasa dari keluarganya. Waktu, tenaga, dan biaya banyak tersita untuk pendidikan Tati.

Pengalaman yang tak akan pernah terlupakan selama hidup yaitu ketika upah bapaknya sebagai kernet bus tak lagi mampu menjangkau biaya kuliah yang besar. Keluarganya sampai merelakan menjual aset berharga demi pendidikan Tati.

Orangtua Tati tidak lagi memiliki pilihan lain selain menjual tanah. Perlahan, kebun dan sawah yang dimiliki keluarga ini menjadi milik orang lain.

Hati Tati menjerit betapa orangtuanya berjuang mati-matian untuknya. Dan itu menjadi cambuk baginya ketika terselip rasa lelah atau ingin menyerah. Tati pun berpikir bagaimana caranya bertahan di perantauan dan bisa meringankan biaya kuliah.

Sejak 2013, Tati mulai menjual basreng dan makaroni yang dibuatkan ibunya di rumah. Ia menjualnya ke teman-teman di kampus.

Selain itu, ia juga membuat pesanan bunga flanel untuk wisuda, mengajar les privat anak SD, menjadi asisten di klinik, bahkan sampai pernah membuka laundri di kontrakan.

Akhirnya, perjuangannya menuai hasil. Tati menyelesaikan S1 Pendidikan Dokter Gigi pada 2016. Namun, perjuangan belum usai. Ia mesti melanjutkan pendidikan ke jenjang Profesi Dokter Gigi (koas) di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) UNSOED.

"Mahasiswa koas dituntut untuk mampu melakukan pemeriksaan, menegakan diagnosa, sampai memberikan perawatan bagi pasien, di bawah naungan dosen supervisor," ucapnya.

Saat menjadi koas itu, ia harus menyelesaikan requirement kasus yang jumlahnya mencapai seratus kasus lebih. Saat itu lah ia berhadapan langsung dengan pasien.

Dedikasi Tati untuk Masyarakat

Tati Sri Rahmawati, dokter gigi anak kernet bus. (Foto: Liputan6.com/Unsoed/Muhamad Ridlo)
Tati Sri Rahmawati, dokter gigi anak kernet bus. (Foto: Liputan6.com/Unsoed/Muhamad Ridlo)

Ia mengalami kesulitan. Sebab, kebanyakan pasien enggan dirawat oleh mahasiswa koas. Mereka takut menjadi kelinci percobaan. Kesulitan lainnya adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan gigi.

Masalah klasik lainnya adalah ketidakmampuan masyarakat memenuhi biaya perawatan gigi dan mulut. Mulai lah ia bertekad untuk meringankan biaya perawatan pasien yang kurang mampu.

"Kami berprinsip untuk saling membantu. Kami membantu untuk kesehatan pasien dan pasien membantu kami dalam proses pendidikan profesi," ungkap Tati,

Perjuangan panjang itu akhirnya berbuah manis. Pada Agustus 2019 Tati dinyatakan lulus ujian kompetensi oleh Kolegium Dokter Gigi Indonesia. Tati melaksanakan sumpah dokter gigi pada Senin, 16 September 2019 dan mengikuti wisuda ke-134 pada Selasa, 17 September 2019 lalu.

Kini Tati telah siap terjun langsung ke masyarakat. Ia ingin mendedikasikan ilmunya untuk masyarakat dengan menjadi dokter gigi di Puskesmas.

Tati juga berkeinginan membuka klinik sendiri. Ia juga bermimpi untuk melanjutkan pendidikan spesialis maupun S2.

"Terima kasih kepada Bidikmisi Indonesia dan almamater Unsoed yang telah membantu mewujudkan cita-cita saya," ucapnya.

Ia juga berharap agar Bidikmisi Indonesia tetap memperjuangkan hak-hak putra daerah yang berprestasi dan memiliki semangat tinggi. Dia juga berharap agar Unsoed tetap menjadi kampus yang ramah untuk rakyat kecil.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya