Liputan6.com, Gowa - Aparat Kepolisian Resort Kabupaten Gowa (Polres Gowa) berhasil merampungkan berkas penyidikan kasus dugaan penyebaran aliran sesat Tajul Khalwatiyah di Kabupaten Gowa.
Kasus yang dilaporkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Gowa itu telah menjerat seorang kakek berusia 74 tahun bernama Puang Lallang. Ia diketahui sebagai pimpinan tarekat yang dinilai sebagai aliran sesat.
Kapolres Gowa, AKBP Shinto Silitonga mengatakan, pimpinan tarekat Tajul Khalwatiyah itu tak hanya dijerat pasal dugaan penistaan agama. Melainkan kata Shinto, ia juga dijerat dengan pasal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Advertisement
Tersangka, lanjut Shinto, telah memungut uang dari pengikutnya dengan mengharuskan membeli kartu surga. Kartu surga yang dimaksud, diklaim tersangka bisa membebaskan dosa-dosa bagi pengikutnya semasa hidup.
Kartu surga, lebih lanjut kata Shinto, dijual ke pengikutnya dari harga Rp10 ribu hingga Rp50 ribu.
"Dari hasil temuan di tahap penyidikan itulah, menjadi pertimbangan penyidik menerapkan pasal dugaan TPPU," kata Shinto kepada Liputan6.com, Rabu (6/11/2019).
Tak hanya menawarkan kartu bebas masuk surga atau mereka sebut kartu wifiq kepada pengikutnya, tersangka juga mewajibkan adanya penyetoran zakat yang langsung diterimanya.
"Bahkan tersangka juga diketahui menikahkan pengikutnya tanpa dihadiri wali nikah dan disertai dokumen resmi dari Kantor Urusan Agama (KUA) setempat," terang Shinto.
Tak sampai disitu tindakan aneh yang dilakukan tersangka dalam menjalankan ritual aliran sesatnya, ia juga ditemukan berani membuat kitab suci sendiri yang kemudian diajarkan kepada para pengikutnya.
"Ia mengangkat dirinya sendiri sebagai Rasul dengan berpegang pada kitab buatan sendiri yang katanya didapatkan dari peti jenazah Syekh Yusuf. Tersangka baiat dirinya sebagai Rasul pada tahun 1999," ungkap Shinto.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Mengubah Isi Alquran
Tak hanya itu, dari fakta penyidikan, tersangka juga diduga melakukan perubahan isi kitab suci Alquran. Sehingga hal tersebut sempat membuat para pengurus MUI Kabupaten Gowa geram dan tindaklanjutnya, MUI mengeluarkan fatwa terkait kesesatan aliran yang dipimpin oleh tersangka pada 16 November 2016.
"Ratusan pengikutnya tersebar di Kecamatan Patalassang, Bajeng, dan Pallangga," jelas Shinto.
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, tersangka dijerat dengan ancaman pidana Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 3,4, dan 5 UU No.8 tahun 2019 dan/atau UU No. 22 tahun 1946 dimana ancaman hukuman pidana minimal selama 5 tahun dan maksimalnya hingga 20 tahun penjara.
"Barang bukti berupa 138 item dokumen yang dikumpulkan dari para pengikutnya serta barang bukti dari MUI Kabupaten Gowa sebanyak 21 item telah dilampirkan di dalam berkas tersangka yang saat ini telah diserahkan ke tangan Jaksa karena kasusnya kemarin sudah dinyatakan rampung alias P.21," kata Shinto.
Advertisement