Liputan6.com, Bandung - Kabar duka datang dari seniman kawakan Jeihan Sukmantoro. Pada usianya ke-81, Jeihan dikabarkan meninggal dunia di studionya yang berada di bilangan Padasuka, Kota Bandung, Jumat (29/11/2019).
Baca Juga
Advertisement
Kabar tentang meninggalnya Jeihan dibenarkan kerabat sekaligus Rois’Am Majelis Sastra Bandung, Matdon. Jeihan, wafat pada petang tadi pukul 18.15 WIB.
"Innalillahi wainnailaihi rajiun maestro lukis Jeihan Sukmantoro wafat jam 18.15 di studionya jalan padasuka 147 Bandung," tulis Matdon dalam pesan elektronik yang diterima Liputan6.com.
Terpisah, Atasi Amin (51), putra sulung Jeihan mengatakan, sang ayah sempat mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Namun, sejak Rabu (27/11/2019), Jeihan sudah dipulangkan karena perawatan sudah tidak berjalan efektif.
"Dari dua hari yang lalu bapak sudah seperti yang tidak ada kesadaran. Tubuhnya sudah menolak infusan, sudah sulit untuk menerima pertolongan medis. Asupan makan juga sulit," kata Atasi.
Keluarga pun berusaha memenuhi keinginan Jeihan yang meminta tinggal di studionya. Selama berada di studio, kata Atasi, sang ayah terus mendapatkan perawatan dari dokter dan perawat.
"Beliau akhirnya meminta pulang ke studio dan kami akhirnya pulang Rabu. Memang dari sebulan terakhir almarhum ingin terus di studio," ujarnya.
Atasi mengungkapkan penyakit yang diidap ayahnya yaitu kanker getah bening. Diketahui, sang perupa gaek itu telah mengidap penyakit tersebut sejak akhir tahun 2018.
"Penyakit itu sudah terdeteksi dari 2016. Setelah itu, kankernya menjalar ke mana-mana bagian tubuh lain," ucapnya
Jeihan pergi meninggalkan enam anak, empat laki-laki dan dua perempuan, serta sebelas cucu. Rencananya, Jeihan akan dimakamkan esok hari di sebuah pendopo tak jauh dari rumahnya.
Mata Hitam
Jeihan dikenal dengan karya lukis ekspresionis dan figuratif sejak 1960-an. Sejak saat itu hingga kini, ia terkenal sebagai pelukis mata hitam. Ia pula yang memicu ledakan harga lukisan di dekade 1980-an.
Selama dekade terakhir ini rupanya Jeihan terus menggali esensi serta nilai-nilai hidup melalui jalan seni dengan indah.
Pada Juni 2017 lalu, dalam pameran bertajuk "SUFI/SUWUNG", Jeihan mengetengahkan lukisan-lukisan yang bertema keilahian. Lebih tepatnya hubungan antara Jeihan dan keesaan Allah.
Setidaknya dua puluhan lukisan yang disajikan menggambarkan dunia sunyi Jeihan yang mengangkat makna diri manusia dan sufi. Di luar itu, hubungan nusantara sebagai negeri rahmatalil alamin juga turut diolah. Lukisan-lukisan yang ditampilkan ini merupakan tema khusus yang telah dibahas dalam buku terbaru tersebut.
Pameran Jeihan juga kembali dipajang di Museum MACAN pada April 2019 lalu. Seniman kelahiran Solo, 26 September 1938 itu menampilkan karya berjudul, "Jeihan: Hari-hari di Cicadas". Dalam pameran tersebut, Jeihan menampilkan perspektif ketika ia tinggal di Cicadas.
Merujuk catatan Miekke (2017), pria yang lahir di Desa Ampel atau Ngampel yang terletak di kaki Gunung Merbabu Boyolali Jawa Tengah ini, telah melukis lebih dari 150 karya terseleksi.
Jeihan sohor karena lukisan-lukisan figur manusianya. Menariknya, karakteristik dan nilai utama dari karya-karyanya itu justru ditandai oleh perupaan figur manusia dengan mata hitam.
Jeihan juga mendirikan studio Seni Rupa Bandung pada 1978, yang menjadi tempat pengembangan kreativitas kaum muda untuk berkreasi dan mandiri. Dalam hal penghargaan, Jeihan pernah mendapatkan Perintis Seni Rupa Jawa Barat 2006 dan Penghargaan Anugerah Budaya Kota Bandung 2009.
Simak video pilihan di bawah ini:
Advertisement