Liputan6.com, Pekanbaru - Ribuan warga Pekanbaru sudah menerima bantuan keuangan terdampak Covid-19 di Bank Perkreditan rakyat (BPR) setempat. Belakangan, penyaluran dana itu berpolemik karena tidak diberikan seluruhnya.
DariRp 300 ribu yang seharusnya diterima, BPR Pekanbaru hanya menyerahkan Rp250 ribu. Pihak bank beralasan Rp50 ribu ditinggalkan sebagai biaya administrasi dan pembukaan rekening baru.
Advertisement
Baca Juga
Seperti disampaikan warga bernama Ahmad. Dia menyebut mengambil bantuan itu pada Jumat pekan lalu. "Seharusnya saya terima pada 20 Juni tapi karena antre hingga ribuan orang, BPR minta datang lagi pada 26 Juni," kata dia.
Setelah antre hingga petang hari, nomor urutnya dipanggil petugas dari kecamatan yang berjaga di BPR. Pihak bank lalu menanyakan apakah ada uang tunai sebagai administrasi dan pembukaan rekening baru.
"Kalau enggak ada, kata orang bank diambil dari yang Rp300 ribu itu, potong Rp50 ribu. Banyak yang protes tapi gimana lagi, kami butuh uang itu," katanya.
Dia membandingkan bantuan yang disalurkan pemerintah pusat Rp600 ribu melalui kantor pos. Di sana tidak ada pemotongan, begitu juga dengan penyaluran bantuan Rp300 ribu di kabupaten lainnya.
"Contohnya di Kampar itu, tidak ada pemotongan karena dibagikan di kantor desa. Ini dari mana pula pemerintah kota harus pakai bank, aturan dari mana," katanya.
Kabar penyunatan bantuan keuangan Covid-19 sudah didengar Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Pekanbaru, Yuriza Antoni. Hanya saja dia menyatakan belum ada warga yang melapor ke pihaknya.
"Jika hal itu benar adanya agar segera dilaporkan ke aparat penegak hukum, seperti ke kejaksaan. Laporan itu menjadi dasar melakukan pengusutan, pasti akan ditindaklanjuti," kata Yuriza.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Riau Darius Husin menjelaskan, bantuan itu merupakan dana transfer pemerintah provinsi ke sejumlah daerah. Pembagian merupakan tanggung jawab pemerintah setempat, termasuk mekanisme penyaluran.
"Seharusnya memang tidak ada pemotongan, kalau ada biaya administrasi, itu pemerintah kabupaten/kota yang menanggungnya, bukan dari anggaran yang ada," kata Darius.
Jika memang ada pemotongan Rp50 ribu, sambung Darius, sebaiknya dikembalikan lagi ke masyarakat penerima. Pasalnya di daerah lain, BST itu diserahkan secara penuh.