Liputan6.com, Kupang - Penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada masa covid-19 dinilai belum merata. Pasalnya, masih banyak kaum miskin bahkan kaum difabel di NTT luput dari perhatian pemerintah setempat.
Seperti dialami, Leonardus Lado (40), seorang penyandang difabel di kelurahan Ratongamobo, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo, NTT. Ia tidak pernah mendapat sentuhan Bantuan Langsung Tunai (BLT) maupun program Program Keluarga Harapan (PKH) selama masa pandemi corona covid-19.
Advertisement
Baca Juga
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia hanya berharap bantuan dari keluarganya yang bekerja di Makassar, Sulawesi Selatan dan uluran tangan tetangga.
"Saya pernah didatangi aparat desa, meminta KTP dan foto, katanya ada bantuan tetapi sampai sekarang tidak pernah dapat," ungkapnya kepada wartawan, Senin (8/6/2020).
Awalnya, saat mendengar informasi akan adanya bantuan warga terdampak covid-19, ia merasa senang, tetapi rasa itu berubah menjadi kecewa usai namanya tidak dipanggil sebagai penerima bantuan.
Keterbelakangan fisik, membuat Leonardus tak bisa berbuat banyak. Ia hanya berharap bantuan pemerintah melalui BLT atau Bantuan Sosial Tunal (BST) itu bisa ia peroleh.
"Semoga ada yang peduli dengan hidup kami," katanya.
Kisah pilu juga dialami Yosevina Nai. Janda lima anak ini menjalani masa sulitnya di tengah wabah pandemi virus corona covid-19.
Untuk menghidupi lima anaknya, ia hanya berkuli dengan gaji harian dari tetangga atau keluarga yang memiliki lahan. Penghasilan yang tak seberapa pun digunakannya untuk membiayai kehidupan sehari-hari bersama lima anaknya.
Dampak pendemi corona menyebabkan Yosevina tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa berdiam di rumah akibat tidak ada pekerjaan.
Kepada wartawan, ia menceritakan bagaimana sulitnya menjalani kehidupan di tengah pandemi, apalagi ia luput dari pendataan sebagai warga penerima bantuan.
Meski termasuk keluarga miskin, tetapi, selama ini ia tidak pernah terdata sebagai penerima program keluarga harapan (PKH) maupun bantuan lainnya.
Ia mengaku kecewa, lantaran sebelumnya pihak kelurahan pernah memintanya untuk menyetor foto kartu keluarga. Namun, hingga kini, ia tidak pernah dipanggil untuk menerima bantuan.
"Warga lain yang hidupnya masih baik, sudah dapat bantuan, tetapi saya tidak pernah dipanggil," ungkapnya.
Sementara itu, Lurah Ratongamobo Agustinus Bate, mengatakan, di kelurahan tersebut terdapat 560 kepala kelurga. Dari jumlah itu, sebanyak 358 kapala keluarga sudah menerima bantuan.
"Jumlah ini dikurangi dengan kepala keluarga yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 37 kepala keluarga, dan pengusaha sebanyak tujuh kepala keluarga. Sisanya 104 kepala keluarga yang belum terakomodir," ujarnya.
Menurut dia, masih banyak warga yang belum sadar akan pentingnya kartu keluarga maupun kartu tanda penduduk, sehingga pihaknya tetap memberi edukasi kepada masyarakat untuk segera mengurus.
Ia berjanji warga yang belum terdata dalam KK miskin akan diusulkan pada bantuan berikutnya.