Suku Bajo dan Potret Keberagaman di Pulau Nain

Perkampungan Suku Bajo di Pulau Nain Sulawesi Utara yang kebanyakan muslim diapit dua desa yang mayoritas beragama Kristen.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 02 Sep 2020, 21:00 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2020, 21:00 WIB
Salah satu tarian yang disajikan warga Suku Bajo di Pulau Nain untuk menyambut kedatangan tamu.
Salah satu tarian yang disajikan warga Suku Bajo di Pulau Nain untuk menyambut kedatangan tamu.

Liputan6.com, Manado - Suku Bajo terkenal sebagai nelayan yang ulung. Mereka menguasai wilayah pesisir di sejumlah daerah di Indonesia, bahkan beberapa negara di Asia Tenggara. Di Sulut, Suku Bajo terkonsentrasi di beberapa kabupaten. Terbesar ada di Pulau Nain, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara.

Pulau Nain merupakan salah satu hamparan beberapa pulau yang berada di kawasan Taman Nasional Bunaken. Selain Pulau Nain, ada juga Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua, Pulau Mantehage, dan Pulau Siladen. Pulau Nain yang menyerupai sebuah gunung kecil di tengah laut itu memiliki 3 desa, yakni Desa Nain, Desa Nain Satu, dan Desa Tatampi. Desa Nain yang berada di tengah disebut Kampung Islam, sedangkan dua desa yang mengapitnya merupakan Kampung Kristen.

"Suku Bajo terkonsentrasi di Desa Nain, dan sebagian besar dari mereka adalah nelayan," ungkap Kepala Desa Nain, Ikram Hasyim, beberapa waktu lalu.

Meski didominasi oleh Suku Bajo, namun kerukunan masyarakat tetap terjaga. Warga Suku Bajo hidup berdampingan dengan etnis lainnya, seperti Minahasa, Sangihe, Siau, dan Makassar.

"Warga hidup berinteraksi dengan rukun, dalam keberagaman," ujarnya.

Potret keberagaman itu bukan baru-baru ini terjadi, namun sudah ada sejak awal mula keberadaan Suku Bajo di Pulau Nain. Hal ini sebagaimana yang disampaikan tokoh adat setempat, Vildan Pitola.   

"Bajo Nain ini asalnya dari sejumlah wilayah, yakni Sabah Malaysia, Filipina, Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Maluku," ujar Pitola.

Awalnya pulau itu bukan bernama Nain, melainkan Naim yang berarti nyaman, senang, dan penuh jezeki. Namun berkembang selanjutnya dan hingga sekarang disebut Nain. Keberagaman yang ada sejak awal keberadaan Suku Bajo di Pulau Nain itu, hingga kini bisa terlihat dari beragam kesenian warga setempat.

"Misalnya dalam Tari Bombom yang merupakan perpaduan Suku Minahasa, Sangihe, Jawa, dan Bajo," ungkap Pitola.

Kebersamaan dalam keberagaman ini juga terlihat saat penyambutan tamu dari luar daerah yang berkunjung ke Pulau Nain. Beragam kesenian disuguhkan masyarakat setempat.

"Ritual adat ini dilakukan untuk menyambut kedatangan tamu, sebagai sebuh bentuk penghormatan," ujar Ona Djangoan, salah satu warga Suku Bajo di Desa Nain.

Simak juga video pilihan berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya