Waspada Potensi Klaster Banjir di Musim Hujan Saat Pandemi Covid-19

Jangan sampai ada klaster banjir Covid-19. Masih ada waktu untuk antisipasi.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 15 Sep 2020, 14:40 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2020, 14:37 WIB
Ilustrasi - Banjir merendam dua desa di Cilacap, meliputi Desa Sidareja dan Desa Gunungreja. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).
Ilustrasi - Banjir merendam dua desa di Cilacap, meliputi Desa Sidareja dan Desa Gunungreja. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

 

Liputan6.com, Jakarta - Warga Jakarta sekitarnya dan daerah-daerah lain di Indonesia cemas menghadapi dua ancaman di depan mata. Ancaman pertama sudah hadir hari-hari ini yakni pandemi Covid-19. Ancaman kedua adalah potensi banjir seiring musim hujan yang tak lama akan tiba.

Soal pandemi Covid-19, sejauh ini belum ada vaksin atau obatnya. Pemerintah dan warga masih berjibaku menghadapinya. Kebijakan-kebijakan 'rem darurat' pun diambil di Jakarta, ibu kota negara. Masalah itu belum tertangani, masalah banjir yang sudah jadi langganan pun mengintai.

Prediksi BMKG, musim hujan bakal mulai akhir Oktober nanti, alias 1,5 bulan lagi. Musim hujan sering memicu banjir di Jakarta dan banyak daerah lain. Nah, apa yang akan terjadi jika Covid-19 dan banjir menjadi satu?

"Jangan sampai ada kluster banjir, saya ngeri membayangkan. Sekarang saja sudah kewalahan menangani pasien Covid-19, apalagi ditambah korban banjir," kata Febri, warga Jakarta, korban banjir parah pada awal 2020 lalu, di Jakarta, Selasa (15/9/2020).

Saat banjir itu, kata dia, di lingkungan RW-nya saja di bilangan Kebon Baru, Jakarta Timur, banjir menenggelamkan sekitar 600 rumah dan korban terdampak banjir 900 jiwa. "Itu baru satu RW," katanya.

Febri dan warga lain berinisiatif mendorong pemerintah agar mengambil langkah antisipasi potensi banjir ini. Mereka pun mengirimkan surat ke Kementerian PUPR sebagai lembaga yang memilik otoritas pengelolaan sumber daya air.

"Mumpung masih ada waktu, sedia payung sebelum hujan." katanya.

Upaya pencegahan dan penanggulangan banjir perlu campur tangan pemerintah. Untuk lingkup di Jakarta, kata Febri, warga mendorong kelanjutan normalisasi Kali Ciliwung yang terhenti sejak 2014.

"Bebas mau pakai istilah normalisasi atau naturalisasi sungai, yang penting bagaimana Sungai Ciliwung bisa memiliki kapasitas yang mampu menampung debit air/banjir," ujarnya.

Dari diskusi warga dan para pegiat, Febri menjelaskan, pengelolaan sungai untuk salah satunya pengendalian banjir sudah ada payung hukum kuat, yakni Perpres 60/2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak & Cianjur sebagai Kawasan Strategis Nasional ddengan Kawasan Perkotaan Inti DKI Jakarta.

Perpres ini mengatur pengendalian banjir dan rob dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat (Pasal 1 ayat 51, Pasal 15 huruf d & e, Pasal 18 & 136) dengan prioritas antara lain kawasan permukiman kepadatan tinggi (Pasal 74 ayat 2) di daerah yg berpotensi dan atau pernah mengalami banjir.

Lalu pasal 84 ayat 4 & 5 berisi solusi untuk budget bisa dari APBN, APBD dan atau sumber lain yang sah. Pelaksananya juga bisa dari pusat atau daerah. "Bagaimana ini agar bisa menjadi proyek nyata," kata Febri.

Ancaman bencana banjir di masa pandemi ini memang bukan ilusi. Di beberapa daerah banjir sudah terjadi, baik di Jawa atau luar Jawa.

 

Saksikan Video Pilihan Ini

2 Kampung di Lebak Terisolasi Banjir

Dua kampung di Sobang, Kabupaten Lebak, Banten, terisolasi akibat banjir lebat disertai angin kencang dan petir di daerah itu. Sedikitnya 40 unit rumah di dua kampung itu terendam banjir setinggi 100 sampai 130 sentimeter.

Banjir yang melanda dua kampung sekitar pukul 20.00 WIB itu, menurut Ristiani, mengakibatkan dua rumah rusak berat tergerus air banjir."Dalam peristiwa ini tidak menimbulkan korban jiwa," kata Kepala Desa Hariang Ristiani di Lebak, Sabtu lalu, dilansir Antara.

Begitu juga jembatan yang menghubungkan antardesa kondisinya ambles dan tidak bisa dilintasi kendaraan roda empat.

Banjir yang melanda Desa Hariang yang lokasinya berada di kaki Gunung Halimun Salak akibat luapan air Sungai Cimodene Girang setelah hujan lebat disertai angin kencang dan sambaran petir. Warga yang terdampak bencana alam itu tidak mengungsi karena banjir begitu cepat kembali surut.

Yayan Suryana, warga Desa Hariang, mengatakan bahwa tidak ada korban jiwa, tetapi banjir ini mengakibatkan kerusakan perabotan rumah tangga.

"Kami bersama warga lainnya sudah menghuni kembali rumah setelah banjir surut," katanya.

Sementara itu, Rohmat, petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak, meminta warga tetap waspada terhadap curah hujan tinggi disertai angin kencang dan petir.

"Kami kini meninjau lokasi dan mendatang untuk menyalurkan bantuan logistik agar warga korban bencana alam bisa terpenuhi kebutuhan pangan," katanya.

 

13 Desa Terendam di Kaltim

Sementara itu banjir yang melanda Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, terus meluas dan merendam sebagian wilayah di 13 desa yang tersebar pada tiga kecamatan.

"Perkembangan hari ini, ada 13 desa yang sebagian wilayahnya terendam banjir. Beberapa di antaranya airnya sudah masuk ke dalam rumah," ujar Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kotawaringin Timur Yephi Hartady di Sampit, Senin kemarin, dilansir Antara.

Banjir terjadi sepekan terakhir dampak tingginya curah hujan yang membuat sungai meluap merendam permukiman di bantaran sungai dan dataran rendah. Sebanyak 13 desa yang sebagian wilayahnya dilanda banjir tersebut tersebar di tiga kecamatan yaitu Antang Kalang, Mentaya Hulu dan Telaga Antang.

Hasil pendataan, rumah yang terendam banjir di Kecamatan Antang Kalang tersebar di Desa Tumbang Kalang sebanyak 96 kepala keluarga (KK), Tumbang Ramei 15 KK, Sei Puring 25 KK. Sedangkan jumlah desa yang terdampak yaitu Desa Tumbang Kalang sebanyak 30 KK, Kuluk Telawang 20 KK, Tumbang Manya 30 KK dan Sei Hanya 30 KK.

Banjir di Kecamatan Mentaya Hulu, jumlah rumah yang terdampak yakni di Kelurahan Kuala Kuaya 50 KK, Desa Bawan 20 KK dan Tangkaroba 40 KK. Rumah yang terendam yakni di Kelurahan Kuala Kuayan 15 KK, Desa Bawan 5 KK dan Desa Tangkarobah 10 KK.

Banjir di Kecamatan Telaga Antang merendam Desa Tumbang Sangai 30 KK, Rantau Katang 25 KK, Tumbang Bajane 17 KK dan Tumbang Boloi 32 KK. Sedangkan rumah yang terdampak yakni Desa Tumbang Sangai 60 KK, Tukang Langit 20 KK, Rantau Katang 30 KK, Tumbang Kuwan 15 KK, Tumbang Bajane 30 KK dan Tumbang Boloi 40 KK.

"Ketinggian air sendiri bervariasi. Yakni ada yang 50 cm hingga lebih dari satu meter. Tergantung dataran di daerah mereka masing-masing," kata Yephi.

BPBD Kabupaten Kotawaringin Timur mengimbau masyarakat untuk selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya banjir susulan atau bertambah parah. Pemantauan juga dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya banjir yang lebih parah.

Masyarakat diminta mengutamakan keselamatan. Jika banjir terus meningkat, masyarakat diminta mengungsi ke tempat yang lebih aman agar banjir tidak sampai memakan korban jiwa.

 

Tanggap Darurat Banjir di Kalteng

Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalimantan Tengah Darliansyah menyatakan sebagai bukti keseriusan Gubernur Sugianto Sabran membantu masyarakat korban banjir, maka pada tanggal 11 sampai 26 September 2020 ditetapkan sebagai status tanggap darurat banjir.

Penetapan status tersebut setelah melihat sejumlah desa di empat kabupaten mengalami banjir dan harus segera mendapatkan bantuan penanggulangan dari pemerintah provinsi, kata Darliansyah di Palangka Raya, Selasa.

"Status tanggap darurat itu juga sebagai payung hukum pemprov dalam membantu kabupaten lain yang kemungkinan terjadi bencana, khususnya banjir," tambahnya.

Berdasarkan data yang dihimpun BPBD Kalteng, ada sebanyak 17.515 jiwa dari 6.455 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak banjir di empat kabupaten yakni Lamandau, Seruyan, Katingan dan Kotawaringin Timur (Kotim). Di mana Kabupaten Lamandau ada lima kecamatan mengalami kebanjiran, Seruyan enam kecamatan, Katingan tujuh kecamatan, dan Kotim tiga kecamatan.

Darliansyah mengatakan untuk bencana banjir yang terjadi di Sungai Hanyu, Kabupaten Kapuas, sudah dihubungi Kepala BPBD setempat segera menurunkan tim reaksi cepat. Di mana tim tersebut bertugas mengkaji dan mendata berapa banyak warga yang terdampak, termasuk fasilitas umum, fasilitas sosial, serta lainnya.

"Data tersebut sangat diperlukan agar Pemprov Kalteng dapat bergerak dalam memberikan bantuan, baik itu menyalurkan sembako, upaya penanggulangan serta lainnya. Intinya, kami dari pemerintah provinsi sudah bergerak cepat membantu kabupaten menanggulangi bencana banjir ini," kata dia.

Darliansyah mengatakan untuk warga yang dievakuasi akibat banjir sudah terpantau yakni di Kabupaten Lamandau dengan jumlah 82 KK atau 267 jiwa. Dan, untuk wilayah terparah juga berada di Kabupaten Lamandau, yakni Belantik Raya dan Batang Kawa.

Dia mengatakan dua desa tersebut benar-benar tidak bisa diakses lewat darat, dan apabila harus lewat sungai sangat rawan dapat menimbulkan masalah dalam perjalanan.

Untuk itu, Gubernur Sugianto Sabran berencana melakukan distribusi bantuan sembako kepada masyarakat terdampak banjir dengan menggunakan helikopter.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya