Liputan6.com, Kupang - Aksi kekerasan kembali terjadi di Desa Pubabu-Besipae Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu, 14 Oktober 2020.
Sejumlah anak dan ibu-ibu dipukul, dibanting hingga ada yang pingsan. Video kekerasan di Pubabu-Besipae itu beredar cepat di media sosial.
Advertisement
Baca Juga
Dari video berdurasi 02 menit, 50 detik itu terlihat seorang ibu dipukul hingga pingsan dan anak-anak dibanting oleh orang-orang berpakaian preman dan diduga dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Dalam video yang diterima media ini, kejadian tersebut terjadi pada Rabu, 14 Oktober 2020 tepatnya pukul 11:48 WITA. Berawal dari kedatangan sejumlah aparat Pol PP, TNI, POLRI serta orang-orang bertato datang ke lokasi konflik Pubabu-Besipae.
Tujuan rombongan aparat, warga luar dan preman adalah ingin melakukan penghijauan, yaitu menanam lamtoro di lahan yang bermasalah. Rombongan tersebut ditolak warga Pubabu-Besipae karena sengketa lahan Pubabu belum mendapatkan titik temu atau belum selesai.
Simak Video Pilihan Berikut:
Keterangan Tokoh Masyarakat
Pukul 13.00 WITA terjadi keributan antara masyarakat dan aparat. Tindakan represif itu lagi-lagi dipertontonkan oleh orang-orang suruhan Pemprov NTT terhadap anak-anak dan perempuan Pubabu.
Korban Kekerasan itu antara lain, Debora Nomleni (Perempuan/19) tangannya di putar sampai keseleo. Mama Demaris dicekik dan dibanting sampai lehernya terluka hingga pingsan. Garsi Tanu (laki-laki/10) ditarik-tarik dan Novi (15) dibanting dan ditendang sampai badannya penuh dengan lumpur serta Marlin didorong sampai jatuh.
Tokoh masyarakat Desa Pubabu-Besipae, Niko Manoe membenarkan aksi kekerasan yang terjadi di Pubabu-Besipae oleh aparat keamanan dan preman.
“Benar, ada kejadian itu, seperti video yang beredar di media sosial. Kejadian bermula sekitar jam 12.00 siang tadi hingga akhirnya ada tindakan represif dari pihak pemerintah provinsi kepada warga kami," katanya.
Ia menjelaskan, konflik tidak bisa terhindarkan saat petugas Satpol PP dan Dinas Peternakan provinsi turun untuk melakukan kegiatan di lahan tersebut. Namun warga menolak dengan alasan bahwa lahan tersebut masih berstatus sengketa sehingga tidak dibenarkan adanya kegiatan di dalamnya sehingga berujung pada perkelahian.
"Beberapa warga kami perempuan yang terluka. Ada ibu yang dicekik di leher hingga masih ada luka yang membekas," katanya.
Advertisement