Liputan6.com, Yogyakarta - Banyak masyarakat yang belum tahu, meski populer sebagai pembungkus makanan, styrofoam nyatanya mengandung zat berbahaya yang bisa menimbulkan banya masalah pada tubuh, seperti sakit kepala, gangguan saraf, hingga leukimia. Empat mahasiswa UGM menggagas pengembangan kemasan makanan aman bagi kesehatan pengganti kemasan styrofoam yang ramah lingkungan dari rumput laut atau bioplastik rumput laut.
Baca Juga
Advertisement
“Keberadaan rumput laut di Indonesia cukup melimpah dan berpotensi digunakan sebagai bahan kemasan di masa depan yang aman dan ramah lingkungan,” papar Ketua tim pengembang, Ilham Firdhausi Kamis (5/8/2021).
Gagasan bioplastik dari rumput laut ini lahir dari pemikiran Ilham bersama dengan teman satu fakultasnya di Fakultas Teknologi Pertanian, yakni I Nyoman Anggie Pratishta dan Arif Ramadhan serta Dimas Wahyu Prasetyo dari Fakultas Biologi di bawah bimbingan Andika Wicaksono Putro. Ilham mengatakan pemilihan rumput laut sebagai bahan kemasan karena didalamnya mengandung senyawa karagenan.
Senyawa ini merupakan salah satu fikokoloid yang menunjukkan kemampuan pembentukan film yang sangat baik. Dalam pembuatan bioplastik rumput laut ini menggunakan karagenan sebagai bahan utama. Lalu diberikan penambahan bahan pendukung yaitu gliserol, air dan beeswax.
Berikutnya, karagenan dicampur dengan air dan gliserol untuk dipanaskan lalu diberikan tambahan beeswax. Setelah larut lalu disaring yang selanjutnya dicetak sebagai kemasan makanan. Terakhir dilakukan proses pengeringan sebelum siap digunakan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Pengembangan
Arif mengatakan gagasan kemasan makanan dari rumput laut ini menawarkan solusi alternatif untuk mengatasi persoalan sampah plastik, terutama pencemaran laut akibat sampah plastik termasuk styrofoam. Kemasan makanan dari rumput laut ini memiliki nilai aman bagi makanan dan lingkungan. Selain dapat terdegradasi di alam juga bisa menjadi pupuk organik bagi tanaman.
“Kalau styrofoam setelah dipakai tidak punya nilai ekonomis, hanya menjadi limbah yang mencemari lingkungan dengan waktu urai yang sangat lama,” terangnya.
Ia mengatakan saat ini mereka terus melakukan pengembangan dan evaluasi guna mendapatkan formula terbaik agar diperoleh kemasan yang lebih layak pakai. Dirinya berharap ke depan gagasan tersebut dapat diimplementasikan dan berkontribusi dalam mengatasi permasalahan kesehatan dan lingkungan akibat penggunaan styrofoam.
Advertisement